Sabtu, 13 Maret 2021

India Lagi Bangun Internet Sendiri, Indonesia Kapan Ya?

 Selama beberapa tahun terakhir, India meningkatkan tekanannya pada perusahaan teknologi global. Berbagai pembatasan diberlakukan pada teknologi asing, dan sebaliknya memberikan dukungan penuh pada layanan dan produk lokal. India tampak berusaha membangun internetnya sendiri.

Misalnya, baru-baru ini mereka memberlakukan pembatasan ketat pada layanan seperti Facebook, Twitter dan YouTube, tak lama setelah mereka melarang puluhan aplikasi asal China.


Sedangkan aplikasi lokal semacam Koo, mendapat perhatian lebih dari pemerintah India. Seorang eksekutif senior dari aplikasi yang mirip Twitter ini menyebutkan, perhatian mendadak pemerintah terhadap aplikasinya cukup menjadi beban.


"Rasanya seperti Anda baru saja masuk ke putaran final Piala Dunia secara tiba-tiba dan semua orang kini memperhatikan Anda dan tim. Maka kami bekerja keras dan membangun secepat kami bisa," kata Mayank Bidawatka, salah satu pendiri Koo, dikutip dari CNN Business, Selasa (9/3/2021).


Dengan latar belakang itu, di India pun bermunculan dengan subur berbagai alternatif dari layanan-layanan asing yang dibatasi tersebut. Mencoba memanfaatkan momen tekno-nasionalisme yang sedang berkembang, sejumlah aplikasi seperti Koo, dengan cepat memiliki daya tarik.

https://indomovie28.net/movies/asal-kau-bahagia/


Dua aplikasi yang paling banyak diunduh di India sejauh ini adalah platform berbagi video pendek mirip TikTok bernama MX Taka Tak dan Moj. Menurut firma riset aplikasi Sensor Tower, angka download dua aplikasi ini melampaui Snapchat, Instagram, Facebook dan WhatsApp.


Sejumlah pemerintahan di dunia saat ini sedang memperhitungkan, dan berusaha untuk mengendalikan kekuatan perusahaan teknologi global yang besar.


Australia, Eropa, dan Amerika Serikat telah mengeluarkan peraturan dalam beberapa bulan terakhir yang bertujuan untuk menumpulkan sebagian dari kekuatan itu.


India pun mengincar perusahaan teknologi besar, namun sebagian besar fokusnya dalam beberapa bulan terakhir adalah melindungi keamanan dan kedaulatan nasionalnya.


Tentu saja ini sangat berdampak. Sebagai negara dengan pasar internet terbesar kedua di dunia, India memiliki banyak pengaruh. Ada 750 juta pengguna internet di negara itu, dengan ratusan juta lainnya belum terhubung ke internet.


Ini menjadi prospek incaran pertumbuhan global bagi raksasa teknologi seperti Facebook, Google, Amazon, Netflix, dan lainnya. Mereka rela menggelontorkan miliaran dolar untuk mengembangkan operasional mereka di India.


Peraturan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi telah menciptakan efek mengerikan pada perusahaan-perusahaan tersebut dan memberanikan aplikasi India untuk memposisikan diri mereka agar lebih sesuai untuk pengguna di negara tersebut.


Dinamika yang bergeser di pasar digital India ini adalah tanda peringatan lain dari apa yang disebut splinternet, yakni menandakan kemungkinan dunia di mana setiap negara tetap berpegang pada aplikasinya sendiri dan meninggalkan sifat terbuka dan global dari internet.


Namun untuk saat ini, aplikasi lokal mungkin merasa sulit untuk bersaing di level yang sama kecuali pemerintah memutuskan untuk melarangnya. Mishi Choudhary, direktur hukum di Software Freedom Law Center menyebutkan inti dari strategi ini mungkin bukan sekadar menggeser raksasa teknologi global.


"Aksi ini juga berkaitan dengan mengirim pesan ke perusahaan seperti Facebook dan Google bahwa akses ke pasar internet yang begitu besar di India tidak boleh dianggap remeh," sebutnya.

https://indomovie28.net/movies/strawberry-and-chocolate/

Abu Batu Bara Disebut Berbahaya, Pengusaha Singgung Limbah Masker

 Pemerintah telah menghapus Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari daftar jenis limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU Cipta Kerja yaitu PP No.22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kedua limbah batu bara itu ditulis sebagai non limbah B3.

Namun, keputusan itu ditentang oleh beberapa pihak. Salah satunya oleh LSM Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).


Dalam keterangan tertulisnya, ICEL menilai penghapusan abu batu bara dalam daftar limbah B3 bisa memicu pencemaran sampai mengancam kesehatan warga yang tinggal dekat dengan pabrik yang tidak mengelola FABA. ICEL pun mendorong pemerintah membatalkan pelonggaran aturan pengolahan limbah tadi.

https://indomovie28.net/movies/chocolate-strawberry-vanilla/


Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia pun angkat suara. Menurut Hendra, apapun limbah tentu ada dampaknya, namun perlu ada uji karakteristik abu batu bara untuk mengukur seberapa besar dampak bahaya dari jenis limbah itu.


"Tentu semua limbah apapun yang dihasilkan pasti ada dampaknya bukan limbah tambang saja, limbah di sungai, limbah rumah tangga pun juga, bahkan masker yang kita pakai juga, cuma kalau bicara mengenai FABA dan limbah-limbah tambang harus ada ujinya dulu, uji toksikologinya," ujar Hendra kepada detikcom, Jumat (12/3/2021).


Menurut Hendra, sebelumnya APINDO pernah mengeluarkan rilis yang menunjukkan hasil uji terhadap FABA.


Dari hasil uji karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif, uji toksikologi Lethal Dose-50 (LD50), serta Toxicity Leaching Procedure (TCLP). Dari beberapa uji petik kegiatan industri menunjukkan bahwa abu batu bara masih memenuhi mutu/ambang batas persyaratan yang tercantum dalam PP No. 101 Tahun 2014, sehingga seharusnya, FABA dikategorikan sebagai limbah non-B3, seperti halnya di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, China, India, Jepang, dan Vietnam.


"Menurut best practice itu di beberapa negara, Jepang, Amerika bahkan di Vietnam pun juga itu FABA itu sudah tidak dikategorikan limbah B3 dan sudah banyak dimanfaatkan sebagai bahan jalan, campuran semen, jembatan, timbunan reklamasi, dan lain-lain," katanya.


Menurutnya, pemanfaatan FABA di Indonesia masih tergolong sangat kecil yakni hanya 0-0,96% untuk fly ash dan 0,05-1,98% untuk bottom ash. Sementara, di negara-negara lain rata-rata sudah 44% untuk fly ash dan 86% untuk bottom ash.


"Jadi jauh sekali kita tertinggal, padahal ini banyak sekali manfaatnya," tuturnya.


Ia mencontohkan pemanfaatan FABA di negara maju. Fukushima, Jepang misalnya mampu memanfaatkan FABA sebagai bendungan anti-tsunami.


"Jadi kalau kita bisa manfaatkan juga, tentu bisa meringankan beban perusahaan dan tentu bagi negara," ucapnya.


Bila perusahaan dan negara bisa memanfaatkan limbah itu dengan maksimal, maka yang ditakutkan masyarakat yaitu abu batu bara bakal bertebaran lebih banyak dari sebelumnya, tidak akan terjadi.


"Orang kan menganggap ini debu batu bara berterbangan ke mana-mana, itu kan kalau bisa dimanfaatkan tidak akan begitu, dan perusahaan-perusahaan juga punya standar pengelolaan limbah," timpalnya.

https://indomovie28.net/movies/chocolate-strawberry/