Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa mengenai vaksinasi saat puasa. Dalam keterangan resminya, Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menegaskan bahwa vaksinasi COVID-19 di bulan Ramadhan saat siang hari tidak akan membatalkan puasa.
"Vaksinasi COVID-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular tidak membatalkan puasa," ujar Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan resmi yang dikutip dari CNN Indonesia, Rabu (17/2/2021).
"Hukum melakukan vaksinasi COVID-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh sepanjang tidak menyebabkan bahaya," tulisnya.
Jika merasa khawatir akan efek samping jika vaksinasi puasa, MUI menyarankan untuk melakukan penyuntikan vaksin COVID-19 di malam hari.
"Pemerintah dapat melakukan vaksinasi COVID-19 pada malam hari bulan Ramadhan terhadap umat Islam," lanjutnya.
Jika vaksinasi saat puasa masih diperbolehkan, apa saja syarat orang yang boleh dan tidak boleh divaksin COVID-19? Berikut rinciannya.
1. Berusia di atas 18 tahun. Bagi orang lanjut usia (lansia), sudah bisa mendapat vaksinasi COVID-19.
2. Tekanan darah harus di bawah 180/110 mmHg.
3. Jika pernah terkonfirmasi COVID-19 lebih dari tiga bulan, bisa diberikan vaksinasi.
4. Bagi ibu hamil, vaksinasi COVID-19 masih harus ditunda. Jika ingin melakukan perencanaan kehamilan, bisa dilakukan setelah mendapat vaksinasi kedua COVID-19.
5. Bagi ibu menyusui sudah bisa mendapat vaksinasi.
6. Pada vaksinasi pertama, untuk orang-orang yang memiliki riwayat alergi berat, seperti sesak napas, bengkak, kemerahan di seluruh badan, maupun reaksi berat lainnya karena vaksin, vaksinasi harus diberikan di rumah sakit.
Tetapi, jika reaksi alergi tersebut didapatkan setelah vaksinasi pertama, tidak akan diberikan lagi vaksinasi kedua.
https://kamumovie28.com/movies/rembulan-tenggelam-di-wajahmu/
7. Para pengidap penyakit kronik, seperti PPOK, asma, penyakit jantung, penyakit gangguan ginjal, penyakit hati yang sedang dalam kondisi akut atau belum terkendali, vaksinasi ditunda dan tidak bisa diberikan.
- Tetapi, jika sudah berada dalam kondisi terkendali, diharapkan membawa surat keterangan layak untuk mendapat vaksinasi COVID-19 dari dokter yang merawat.
- Selain itu, untuk penderita TBC yang sudah menjalani pengobatan lebih dari dua minggu juga sudah bisa divaksin.
Lalu, bagaimana untuk penderita penyakit autoimun dan lansia? Simak syaratnya di halaman berikutnya.
8. Bagi yang sedang mendapat terapi kanker, diwajibkan membawa surat keterangan layak divaksinasi dari dokter yang merawat.
9. Bagi penderita gangguan pembekuan darah, defisiensi imun, dan penerima produk darah/transfusi, vaksinasi harus ditunda. Vaksin COVID-19 bisa diberikan setelah melakukan konsultasi pada dokter yang merawat.
10. Bagi penderita penyakit autoimun sistemik, vaksinasi harus ditunda dan harus dikonsultasikan pada dokter yang merawat.
11. Bagi pengidap penyakit epilepsi atau ayan, vaksinasi COVID-19 bisa dilakukan jika dalam keadaan terkontrol.
12. Untuk para penderita HIV/AIDS yang minum obat secara teratur, vaksinasi bisa dilakukan.
13. Untuk orang yang menerima vaksinasi lain selain COVID-19, vaksinasi harus ditunda sampai satu bulan setelah vaksinasi sebelumnya.
14. Khusus untuk kelompok lansia lebih dari 60 tahun, ada 5 kriteria yang menentukan layak divaksinasi, yaitu:
- Apa mengalami kesulitan saat naik 10 anak tangga?
- Apa sering mengalami kelelahan?
- Memiliki paling sedikit 5 dari 11 penyakit, misalnya diabetes, kanker, paru kronis, serangan jantung, nyeri dada, nyeri sendi, gagal jantung kongensif, stroke, penyakit ginjal, hipertensi, asma. Jika hanya memiliki 4 di antaranya, masih tidak bisa divaksinasi COVID-19.
- Mengalami kesulitan berjalan, kira-kira 100-200 meter.
- Adanya penurunan badan yang signifikan dalam satu tahun terakhir.
NB: Untuk lansia, jika dari pertanyaan tersebut ada 3 atau lebih dialami, maka vaksin tidak diberikan. Tetapi, jika hanya ada dua yang dialami, vaksin bisa diterima.