Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkap kasus kematian COVID-19 dunia meningkat pertama kalinya dalam enam minggu. Tren kenaikan tersebut menjadi pertanda mengkhawatirkan menurut WHO.
Dalam rapat bersama badan kesehatan PBB, Kepala teknis WHO Maria Van Kerkhove menyebut kenaikan kasus kematian COVID-19 dunia mengikuti perkembangan kasus positif Corona yang juga meningkat dalam lima minggu belakangan.
"Dalam seminggu terakhir, kasus telah meningkat 8 persen," kata Van Kerkhove kepada wartawan.
"Di Eropa, itu 12 persen, dan itu didorong oleh beberapa negara," jelasnya.
Imbas varian baru Corona
"Peningkatan tersebut sebagian disebabkan oleh penyebaran varian yang pertama kali muncul di Inggris (varian Corona B117) dan sekarang beredar di banyak tempat lain, termasuk Eropa timur," katanya, dikutip dari AP News.
Sementara di wilayah Asia Tenggara, kenaikan kasus tercatat sebanyak 49 persen dari minggu ke minggu.
"Di wilayah Pasifik Barat WHO melaporkan kenaikan 29 persen yang sebagian besar dipicu oleh Filipina," kata Van Kerkhove.
Meningkat pertama kalinya dalam 6 minggu
"Saya benar-benar ingin menyebutkan bahwa sudah sekitar enam minggu di mana kami melihat penurunan kematian," kata Van Kerkhove.
"Dan dalam seminggu terakhir, kami mulai melihat sedikit peningkatan kematian di seluruh dunia, dan hal ini bisa diharapkan jika kami ingin melihat peningkatan kasus. Tapi ini juga pertanda yang mengkhawatirkan."
Kepala kedaruratan WHO Dr Michael Ryan menyoroti sejumlah negara yang mulai melonggarkan pembatasan di tengah berjalannya vaksinasi. Ryan kembali menegaskan, vaksinasi COVID-19 bukan satu-satunya jalan mengakhiri pandemi Corona.
"Saya khawatir kita semua memahami vaksinasi Corona menjadi solusi pandemi. Berpikir dengan memvaksinasi lebih banyak orang, pandemi lantas akan berakhir. Maaf, tidak seperti itu," pungkasnya.
https://nonton08.com/movies/sex-couple/
Kemenkes Bicara Tripsin Babi dalam Pembuatan Vaksin AstraZeneca
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai vaksin AstraZeneca. Vaksin Corona yang berasal dari Inggris tersebut dalam proses pembuatannya disebut bersinggungan dengan babi.
Kendati demikian, MUI menyatakan vaksin ini tetap diperbolehkan penggunaannya bagi umat Muslim karena dalam kondisi darurat.
Menanggapi, juru bicara vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan dalam proses pengembangan vaksin AstraZeneca, memang ada tripsin namun hanya sampai dalam pembibitan virus.
"Jadi kita tahu bahwa vaksin AstraZeneca bersentuhan dalam prosesnya dengan babi sehingga vaksin ini dikatakan haram," ujarnya dalam dialog dengan KBR, Selasa (23/3/2021).
"Tapi kita tahu setidaknya dalam pembuatan vaksin itu ada 3 hal yang harus kita lihat pertama yakni penyiapan inang pembibitan vaksin. Inang pembibitan vaksin ini yang menggunakan materi berasal dari babi," sambungnya.
Pada saat pembibitan vaksin, ada unsur enzim tripsin untuk pembibitan vaksin. Namun setelah calon virus ditanam dan tumbuh, virusnya dipisahkan oleh tripsin. Sehingga saat diolah menjadi vaksin, tak ada lagi bahan yang bersinggungan dengan babi.
Nadia menjelaskan walau dalam prosesnya bersinggungan, vaksin AstraZeneca tetap bisa digunakan karena kedaruratan. Ketersediaan vaksin yang suci dan halal sangat terbatas dan tidak mencukupi.
"Pemerintah tidak memiliki keleluasaan untuk memilih jenis vaksin. Kita ingin sekali mendapatkan vaksin yang jenisnya suci dan halal, tetapi jumlahnya tidak mencukupi, jadi untuk menurunkan angka kesakitan maka MUI sudah mengatakan vaksin AstraZeneca dibolehkan," pungkasnya.