Rabu, 31 Maret 2021

Aplikasi Scam Raup Rp 5,8 Triliun dari Google Play dan App Store

 Apple dan Google kerap menggembor-gemborkan perlindungan di toko aplikasi masing-masing, Google Play Store dan App Store. Meski demikian, nyatanya banyak pengguna yang masih saja mengunduh aplikasi tidak resmi.

Aplikasi tak resmi itulah yang memberi celah untuk masuknya aplikasi scam dan malware dengan menyamar sebagai aplikasi asli.


Dilansir detikINET dari Ubergizmo, studi terbaru dari Avats mengungkapkan, aplikasi tersebut telah menghasilkan lebih dari USD 400 juta atau sekitar Rp 5,7 triliun bagi pengembangnya.


Tentunya, nominal tersebut merupakan uang yang sangat banyak. Itulah mengapa banyak dari aplikasi scam ada dan terus ada hingga saat ini.


"Tampaknya, bagian dari strategi fleeceware adalah menargetkan pengguna yang lebih muda melalui tema yang menyenangkan dan iklan yang menarik di jejaring sosial populer dengan iming-iming pemasangan gratis. Pada saat para orang tua mengetahui ada pembayaran mingguan, fleeceware telah menarik sejumlah besar uang," kata Avast.


Aplikasi Fleeceware juga tidak dianggap sebagai malware karena merupakan aplikasi yang sah, kecuali mungkin dengan beberapa mekanisme yang curang untuk mendorong pembelian dalam aplikasi.


Sulit untuk membedakan aplikasi mana yang merupakan aplikasi fleeceware dan mana yang bukan. Jadi, yang terbaik adalah mencobanya sebelum melakukan pembelian apa pun.

https://indomovie28.net/movies/a-second-chance-2/


Pro dan Kontra Persidangan Online di Masa Pandemi


- Persidangan online kini menjadi secercah solusi pencegahan penyebaran COVID-19. Meski begitu, masih ada pro dan kontra mengenai gelaran sidang yang beralih melalui internet.

Teknologi digital sendiri sebenarnya telah meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya di banyak industri selama beberapa dekade terakhir. Namun, meskipun ada keuntungan keamanan dan penghematan waktu yang jelas ditawarkan, ada beberapa risiko dan kerugian yang harus dipertimbangkan sebagaimana dikutip detikINET dari LexisNexis:


risiko kerahasiaan saat menggunakan aplikasi pihak ketiga

ketidakmampuan teknologi untuk menangani berbagai kompleksitas kasus hukum.

kesulitan bagi advokat, arbiter dan mediator dalam membangun hubungan dengan para pihak

diskusi yang kurang lancar atau kurangnya keterlibatan, juga lebih banyak kesulitan dalam membaca bahasa tubuh

absennya wawasan dan empati manusia

kerugian bagi mereka yang tidak paham teknologi

kurangnya akuntabilitas, regulasi dan pedoman.


Selain itu, disebutkan juga kerugian potensi bias algoritmik. Disebutkan sebelumnya bahwa teknologi algoritmik menawarkan efisiensi di pengadilan. Akan tetapi, teknologi algoritmik bergantung pada datanya sendiri, dan masih ada kemungkinan juga di dalam data ini terdapat bias manusia yang menambah permasalahan tersendiri.


Kisah ProPublica 2016 menyoroti salah satu contoh bahayanya. Waktu itu, sebuah program perangkat lunak untuk menentukan tingkat residivisme salah melabeli terdakwa berkulit hitam dengan risiko hampir dua kali lebih banyak daripada terdakwa kulit putih. Tentunya ini akan berbahaya, terlebih jika seorang terdakwa kulit putih melakukan kejahatan yang besar, bisa jadi hukumannya menjadi lebih kecil.


Terlepas dari kekurangannya, kemungkinan platform ini akan terus berkembang, didorong oleh efisiensi waktu dan biaya bersama dengan pemberdayaan pengguna. Di Amerika Serikat, seorang ahli memperkirakan bahwa 75% dari semua tuntutan hukum akan diproses secara online dalam satu dekade.

https://indomovie28.net/movies/rumah-kosong/

Aruba Gandeng Microsoft, Hadirkan Solusi Transformasi Digital

 - Aruba, bagian dari Hewlett Packard Enterprise, berkolaborasi dengan Microsoft dalam merilis dua solusi baru untuk mengakselerasi transformasi digital perusahaan penggunanya.

Kolaborasi itu menghadirkan integrasi antara Aruba Edge Services Platform (ESP) dan Microsoft Azure, yang pertama diumumkan di Microsoft Ignite 2021. Kedua solusi tersebut adalah Aruba IoT Transport for Azure dan platform cloud management Aruba Central yang di-host di Azure.


Jalur Ekspres untuk Data IoT


Perangkat IoT adalah 'mata' dan 'telinga' bagi setiap fasilitas yang dikategorikan 'smart'. Ketika didukung oleh infrastruktur cloud-native yang aman, value dari data yang dikumpulkan akan meningkat, khususnya ketika infrastruktur dapat menyediakan data yang berinteraksi secara lancar dengan aplikasi bisnis dan fasilitas di perusahaan.


Namun, menjalankan perangkat monitoring dan pengendali IoT yang aman dan ekonomis di seluruh fasilitas kerja bisa menjadi tantangan tersendiri. Luasnya cakupan data dan sumbernya, interaksi dengan perangkat IoT lama yang menggunakan protokol non-interoperable, mengamankan jalur data, dan biaya implementasi yang mahal, hanyalah beberapa dari banyak kendala yang mungkin dihadapi perusahaan saat memulai proyek modernisasi fasilitas mereka.


Bekerja sama dengan Microsoft, Aruba mengembangkan Aruba IoT Transport for Azure - merupakan yang pertama kali diterapkan pada aplikasi-aplikasi untuk penggunaan umum- untuk memecahkan masalah-masalah tadi.

https://indomovie28.net/movies/second-chance-5/


Aruba IoT Transport for Azure melipat-gandakan kekuatan dari Aruba ESP dengan cara menyediakan komunikasi data dua arah yang mulus dan aman, dari perangkat IoT yang terhubung ke Aruba AP dan controller, sehingga pengguna dapat mengambil keuntungan dari layanan dan aplikasi yang beragam di Azure.


Aruba IoT Transport for Azure meniadakan gateway, server, atau aplikasi perantara, sehingga mengurangi latensi dalam prosesnya. Dengan solusi ini juga pengguna dapat menjalankan sistem dan layanan IoT di infrastruktur Aruba yang sudah ada.


Lingkungan Cloud Kelas Enterprise untuk Azure

Lembaga riset teknologi IDC menyatakan bahwa pada 2022 sebanyak 50% infrastruktur yang dibangun akan berada di lokasi edge yang sangat penting, dan pada 2024, lebih dari 75% infrastruktur di lokasi edge akan dijalankan melalui model infrastructure as a service. Namun, mengelola infrastructure as a service yang tersebar membutuhkan platform yang ekstensif, aman, dan skalabilitas yang besar.


Aruba ESP mengombinasikan unified infrastructure untuk IT, IoT, dan perangkat operational technology (OT), framework keamanan Zero Trust, dan AIOps. Dengan demikian, solusi ini dapat menyajikan platform cloud-native yang menerapkan automasi dan secara terus menerus menganalisa data di seluruh domain untuk memprediksi dan memecahkan berbagai masalah di jaringan edge.


Salah satu elemen terpenting di dalam Aruba ESP, yaitu Aruba Central, adalah layanan cloud-native yang didesain untuk memadukan pengelolaan jaringan kampus, kantor cabang, jaringan remote dan data center. Dengan Aruba Central on Azure admin IT akan dapat mengelola dan mengoptimalkan jaringan dari satu titik kontrol saja.


"Jaringan Edge dan IoT terbukti menghasilkan dampak positif bagi bisnis, namun konvergensinya akan mengalami masalah interoperability di seluruh platform, aplikasi, dan sistem," kata Michael Tennefoss, Vice President of IoT and Strategic Partnerships Aruba, dalam keterangan yang diterima detikINET.


"Menyederhanakan pengintegrasian edge di IoT dan layanan cloud dengan menggunakan kemampuan cloud yang canggih dari Aruba ESP dengan ekstensivitas dan kekuatan dari Microsoft Azure akan mengatasi berbagai masalah itu. Apalagi semua itu bisa dicapai tanpa mengorbankan masalah keamanan, pengelolaan, dan keandalan. Azure sudah ada di mana-mana dengan tingkat ketersediaan secara regional mencapai 99.99%, sehingga solusi ini sangat menarik bagi pengguna di seluruh dunia yang menginginkan peningkatan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan proses bisnis yang berkelanjutan," tambahnya.

https://indomovie28.net/movies/kakegurui/