Sabtu, 10 April 2021

Catat! Ini Titik Lengah Anak Tertular Corona saat Sekolah Tatap Muka

 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan uji coba sekolah tatap muka mulai Rabu (7/4/2021) hingga 29 April 2021 mendatang. Meski pembelajaran tatap muka disebut amat penting diperlukan, langkah ini rupanya tak terlepas dari sederet risiko penyebaran virus Corona.

Menurut pakar mikrobiologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo, tantangan terbesar dari aktivitas sekolah tatap muka adalah sulitnya mengatur anak-anak. Terlebih di waktu istirahat dan makan siang, mustahil anak-anak bisa taat pada anjuran untuk tidak saling bicara.


"Kalau kita banyak bicara, banyak sekali modus penularan. Kalau bisa jangan barengan bicaranya, gantian. Yang berbahaya adalah waktu istirahat dan makan siang. Selama mulut tidak tertutup, itu kan rongga paling besar. Hidung memang tidak tertutup, tapi mulut itu besar," terang Ahmad dalam webinar, Jumat (9/4/2021).


Persiapan teknis amat penting untuk menekan risiko penularan virus di sekolah, seperti dengan membuka jendela kelas dan mematikan AC untuk menjaga sirkulasi udara, serta membatasi isi kelas hingga 50 persen siswa.


Namun masalahnya, kebiasaan makan bersama terlanjur menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia yang sulit diubah, termasuk pada anak-anak.


"Namanya orang Indonesia, kalau makan pasti mengobrol. Kalau kantinnya tertutup, tidak ada jendela, itu berbahaya. Anak-anak relatif susah dikendalikan," imbuh Ahmad.


Ia memahami, pembelajaran tatap muka bagi anak-anak amat penting. Bukan hanya untuk efektivitas belajar-mengajar, melainkan pula untuk menumbuhkan karakter dan kemampuan bersosialisasi anak.


Dengan begitu, langkah pencegahan penularan virus di sekolah harus diupayakan semaksimal mungkin. Termasuk pada kondisi yang seringkali tak disadari rawan penularan. Misalnya, di titik penjemputan anak di mana para orangtua bisa berkerumun dan mengobrol.


"Minimal, anak-anak bisa ketemu gurunya dan teman-temannya dengan aman," pungkas Ahmad.

https://nonton08.com/movies/fate-stay-night-heavens-feel-ii-lost-butterfly/


Mudik Lebaran Dilarang, Corona Otomatis Terkendali? Nggak Semudah Itu


Dilarangnya mudik Lebaran memicu pro-kontra di masyarakat. Bagi pakar epidemiologi, kebijakan ini tampak tak efektif dan akan 'bernasib' sama dengan tahun lalu.

"Tahun lalu kita sudah membuat aturan tentang larangan mudik lebaran, pertanyaan saya, apakah setelah mudik Lebaran kasusnya menurun? Nggak, tetap naik," beber Dr Masdalina Pane dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) saat dihubungi detikcom Kamis (8/4/2021).


Alih-alih fokus kebijakan pembatasan mobilitas, Dr Pane menilai pengendalian utama wabah COVID-19 ada pada tracing. Ia mengklaim, hasil tracing yang dilakukan Satgas selama 4,5 bulan berhasil menurunkan kasus COVID-19 secara sistematis, tak lagi fluktuatif atau naik-turun.


"Kunci utama pengendalian pandemi adalah tracing, di luar dari itu adalah upaya mencegah. Selama program tracing tidak dilakukan secara sistematis, iya jangan berharap bahwa pengendalian berjalan dengan sistematis," lanjut Pane.


Pane menegaskan, kasus Corona di Indonesia sudah turun selama 10 minggu terakhir. Dampak dari tracing berbulan-bulan disebut Pane masih akan terlihat di 2 minggu ke depan.


"Dan ini sudah turun 10 minggu. Tracing mulai dari 1 April sudah tidak ada lagi dari Satgas, jadi program tracing kembali ke Kementerian Kesehatan, jadi nanti kita lihat dampak dari tracing jadi 31 Maret berakhir tracing, dan dampak dari tracing itu masih akan ada sampai dengan 2 minggu kemudian, mengapa? Karena masa inkubasinya dua minggu," pungkasnya.


Menurut Pane, di satu minggu terakhir, tracing di Indonesia tak dapat digambarkan karena tak dilaksanakan. Pemerintah saat ini disebutnya fokus pada testing namun 'lemah' di tracing, sehingga treatment menjadi tak bisa terukur.


Kebijakan pembatasan mobilitas dinilai tak efektif

Satu hal yang dipastikan Pane, angka positivity rate di Indonesia masih berada di 9 persen, masih jauh dari standar WHO yaitu di 5 persen. Oleh karena itu, kondisi Corona di Indonesia masih jauh dari kata aman.

https://nonton08.com/movies/the-man-who-sleeps/


Rabu, 07 April 2021

Telinga Berdenging, Gejala Terbaru COVID-19? Ini Penjelasan Dokter

 Hingga kini, sejumlah gejala baru COVID-19 masih bermunculan. Selain demam, batuk, sesak napas, rasa lelah, dan anosmia, sebuah studi menyebut menurunnya kemampuan pendengaran kini bisa menandai adanya infeksi COVID-19.

Dikutip dari Times of India, studi dari Journal of Audiology pekan lalu menunjukan bahwa 7,6 persen dari pasien COVID-19 yang diteliti mengalami gangguan pendengaran. Menurut publikasinya, infeksi oleh virus Corona bisa menyebabkan gangguan pendengaran.


Gejala ini ditandai dengan timbulnya suara denging di salah satu atau kedua telinga atau tinitus. Akan tetapi, suara tersebut hanyalah berupa sensasi dari dalam telinga, bukan berasal dari luar dan tidak bisa didengar oleh orang lain.


Dikutip dari Medical News Today, Manchester Centre for Audiology and Deafness (ManCAD) sempat menemukan pengaruh infeksi COVID-19 pada sistem pendengaran dan keseimbangan. Maka itu pada beberapa kasus, selain tinitus, pasien pula mengeluhkan sensasi berputar atau vertigo.


"Penting untuk segera dilakukan studi klinis dan diagnostik secara hati-hati perihal efek jangka panjang COVID-19 pada sistem pendengaran," ujar profesor audiologi di ManCAD, Kevin Munro, dikutip dari Medical News Today, Selasa (6/5/2021).


Hingga kini, penelitian oleh Kevin Munro terkait efek infeksi COVID-19 pada sistem pendengaran masih berlangsung.


Pasalnya menurut Munro, tak tertutup kemungkinan keluhan tinitus ini sebenarnya bukan disebabkan COVID-19, melainkan gaya hidup yang sudah berlangsung lama sebelum terinfeksi COVID-19.


Kemungkinan lainnya, gangguan keseimbangan adalah efek samping dari pengobatan dan perawatan medis yang intens.


"Selama beberapa bulan terakhir, saya menerima email dari banyak orang yang melaporkan perubahan pendengaran setelah terkena COVID-19. Meski mengkhawatirkan, diperlukan kehati-hatian karena belum ada kejelasan apakah gejala ini disebabkan COVID-19," ujarnya.

https://maymovie98.com/movies/the-human-comedy-2/


Mohon Maaf, Vaksinasi Corona untuk Pendamping Lansia Baru untuk Kota Besar


Kementerian Kesehatan menegaskan pendamping vaksinasi lansia yang bukan anggota keluarga juga bisa ikut mendapat vaksin Corona. Juru bicara vaksinasi COVID-19 Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut hal ini demi mempercepat proses vaksinasi pada usia lanjut, di atas 59 tahun.

"Yang bukan keluarganya pun bisa dibawa, kalau memang ada tetangga yang kita kenal dan memang niat kita membantu, saling membantu untuk sama-sama mengakhiri pandemi COVID-19, membantu lansia sekitar kita silahkan," beber dr Nadia dalam webinar FMB9ID_IKP, Selasa (6/4/2021).


Namun, dr Nadia mengingatkan pendamping vaksinasi lansia tak lupa untuk kembali mendampingi mereka di penyuntikan vaksin Corona dosis kedua. Adakah perbedaan persyaratan bagi pendamping vaksinasi lansia?


Persyaratan pendamping vaksinasi di proses registrasi setiap sentra vaksinasi disebut dr Nadia tak jauh berbeda. Namun, pendamping vaksinasi disebutnya harus memiliki KTP sesuai dengan tempat domisili saat ini.


"Harus melalui proses registrasi, jadi silahkan untuk registrasi lansia. sementara untuk pengantar akan diregistrasi pada saat kedatangan. Kalau untuk pengantar KTP-nya harus ada sesuai dengan KTP domisili," kata dr Nadia.

https://maymovie98.com/movies/the-human-comedy/