Senin, 19 April 2021

Rebutan Vaksin di Dunia Makin Keras, Stok di RI Aman Sampai Kapan?

 Sejumlah negara di dunia tengah menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Kondisi ini membuat persaingan untuk mendapatkan vaksin Corona menjadi makin ketat.

"Memang sekarang di seluruh dunia rebutan vaksin itu makin keras," ucap Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (19/4/2021).


Terlebih negara produsen vaksin Corona seperti India juga menahan vaksin hasil produksinya untuk diberikan ke negara lain.


Lantas bagaimana persediaan vaksin Corona di Indonesia?

Untuk saat ini, Menkes Budi meyakinkan bahwa persediaan vaksin Corona di Indonesia masih aman setidaknya sampai bulan Mei 2021.


"Alhamdulillah Indonesia itu sumber vaksinnya ada empat. Jadi ada yang dari China, London, Amerika, dan Jerman-Amerika, sehingga kalau ada satu yang terganggu yang lainnya insyaallah masih lancar," jelasnya.


"Nah yang salah satu masih lancar ini yang dari China. Jadi rutin mereka setiap dua minggu itu ada pengiriman. Pengiriman yang datang kemarin itu 6 juta bahan baku, itu akan jadi sekitar 80 persennya atau 4,8 juta satu bulan kemudian di bulan Mei," lanjutnya.


Menkes Budi juga mengatakan meski saat ini ada hambatan untuk pasokan vaksin AstraZeneca, tetapi persediaan vaksin masih bisa 'ditambal' dengan masuknya vaksin Sinovac dari China.


"Alhamdulillah yang China masih masuk, sehingga April ini insyaallah terpenuhi dan kita sudah menyiapkan juga untuk Mei," tuturnya.

https://kamumovie28.com/movies/mercy/


Sindrom Langka, Vagina Wanita Ini Hanya Sepanjang Ruas Kuku


Sindrom langka mempengaruhi satu dari sekian juta orang di dunia. Akibat kejadiannya yang jarang, tidak sedikit sindrom langka yang berakibat fatal karena belum bisa diobati.

Seorang wanita berusia 39 tahun, Ally Hensley, menceritakan kondisinya yang mengidap sindrom langka Mayer Rokitansky Küster Hauser (MRKH). Sindrom langka ini membuatnya memiliki lubang vagina yang sangat kecil, bahkan bisa dikatakan ia lahir tanpa vagina karena ukurannya yang hanya seruas kuku.


MRKH, juga dikenal sebagai Agenesis Mullerian, mempengaruhi sekitar satu dari 5.000 wanita di seluruh dunia dan orang-orang dengan kondisi ini biasanya didiagnosa pada usia remaja akhir ketika mereka tidak mengalami menstruasi.


Kepada Mamamia, Hensley bercerita ia lahir tanpa rahim dan leher rahim. Ia pertama kali mengetahui kondisinya itu saat berumur 16 tahun.


"Dalam salah satu pertemuan medis pertama saya, dijelaskan bahwa panjang vagina saya kira-kira sepanjang kuku," ujarnya.


Jika ia ingin memiliki kehidupan seks yang 'normal', ia harus membuat vagina sendiri yang dibuat khusus. Pada saat itu ada dua pilihan, pembedahan atau pelebaran. Hensley memilih metode pelebaran dengan dilatasi menggunakan alat bantu dilator.


Hensley harus mendorong dilator ke organ intimnya selama 40 menit setiap hari, menggunakan dilator yang lebih besar seiring waktu. Setelah 9 bulan, vaginanya akhirnya 'terbentuk'.


"Secara eksternal, Anda tidak akan tahu," ujarnya.


MRKH adalah kelainan yang mempengaruhi sistem reproduksi wanita. Wanita yang memiliki kondisi tersebut biasanya tidak mengalami menstruasi karena rahim mereka tidak ada atau kurang berkembang.


Christine Greves, MD, ob-gyn di Winnie Palmer Hospital for Women and Babies di Orlando, Florida, mengatakan kepada Health bahwa seringkali tanda awal wanita mengidap sindrom MRKH adalah ketika ia tidak mengalami menstruasi pada usia 16 tahun.


"Tetapi wanita dengan MRKH biasanya masih memiliki ovarium yang berfungsi. Sama seperti perkembangan payudara dan bulu kemaluan. Dari luar, Anda tidak bisa mengetahui kondisi ini," kata Greves.

https://kamumovie28.com/movies/exposed-4/

RSPAD Tanggapi Data BPOM Soal 71 Persen Relawan Vaksin Nusantara Alami KTD

 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan, sebanyak 71,4 persen relawan uji klinis fase I vaksin nusantara mengalami gejala berupa kejadian tidak diinginkan (KTD). Data ini menjadi pertimbangan untuk tidak meloloskan uji klinis fase II vaksin dendritik besutan dr Terawan Agus Putranto tersebut.

Dilaporkan, gejala KTD tersebut berupa nyeri, kemerahan, gatal, ruam, lemas, mual, demam, hipernatremi, peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN), dan peningkatan kolesterol.


Menanggapi hal tersebut, Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto, Nyoto Widyoastoro, SpPD, KHOM menyebut, gejala KTD tersebut masih tergolong umum terjadi pasca vaksinasi. Keluhan tersebut, menurutnya banyak muncul pula pasca suntikan vaksin COVID-19 jenis lain.


"Untuk gejala vaksin itu pasti kalau disuntikkan menyebabkan gejala. Kemudian suntikannya sendiri, itu juga bisa menyebabkan sakit. Itu kan gejala-gejala yang bisa diatasi," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021).


Menurutnya, gejala-gejala yang timbul memang dicatat untuk dilaporkan pada BPOM. Nantinya, BPOM yang akan menilai apakah penelitian vaksin layak diteruskan.


"Itulah yang akan dicatat. Efek samping itu akan dicatat kemudian dilaporkan pada pengampu jabatan. Dalam hal ini BPOM," ujarnya.


Aktivitas di RSPAD Bukan 'Pindahan' dari RS Kariadi

Sebelumnya, RSPAD Gatot Soebroto disebut-sebut menyelenggarakan uji klinik Fase 2 vaksin nusantara. Informasi tersebut disampaikan antara lain oleh sejumlah anggota DPR RI yang melakukan pengambilan darah sebagai prosedur uji klinik vaksin Nusantara, Rabu (14/4/2021).


Namun ditegaskan, aktivitas di RSPAD tersebut bukanlah rangkaian uji klinis Fase 2 vaksin Nusantara. Melainkan, hanya penelitian tentang sel dendritik sebagai basis vaksin Nusantara.


"Ini adalah penelitian mengenai vaksin dendritik tapi tidak dilanjutkan, bukan dipindahkan (dari RS Kariadi Semarang). Tapi RSPAD memang melakukan penelitian tentang dendritik vaksin," pungkasnya.


Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P menegaskan uji klinis vaksin nusantara bukan merupakan program TNI. Digunakannya RSPAD Gatot Soebroto sebagai lokasi penelitian hanya bersifat kerja sama.

https://kamumovie28.com/movies/the-6-000-000-dollar-man/


Rebutan Vaksin di Dunia Makin Keras, Stok di RI Aman Sampai Kapan?


 Sejumlah negara di dunia tengah menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Kondisi ini membuat persaingan untuk mendapatkan vaksin Corona menjadi makin ketat.

"Memang sekarang di seluruh dunia rebutan vaksin itu makin keras," ucap Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (19/4/2021).


Terlebih negara produsen vaksin Corona seperti India juga menahan vaksin hasil produksinya untuk diberikan ke negara lain.


Lantas bagaimana persediaan vaksin Corona di Indonesia?

Untuk saat ini, Menkes Budi meyakinkan bahwa persediaan vaksin Corona di Indonesia masih aman setidaknya sampai bulan Mei 2021.


"Alhamdulillah Indonesia itu sumber vaksinnya ada empat. Jadi ada yang dari China, London, Amerika, dan Jerman-Amerika, sehingga kalau ada satu yang terganggu yang lainnya insyaallah masih lancar," jelasnya.


"Nah yang salah satu masih lancar ini yang dari China. Jadi rutin mereka setiap dua minggu itu ada pengiriman. Pengiriman yang datang kemarin itu 6 juta bahan baku, itu akan jadi sekitar 80 persennya atau 4,8 juta satu bulan kemudian di bulan Mei," lanjutnya.


Menkes Budi juga mengatakan meski saat ini ada hambatan untuk pasokan vaksin AstraZeneca, tetapi persediaan vaksin masih bisa 'ditambal' dengan masuknya vaksin Sinovac dari China.


"Alhamdulillah yang China masih masuk, sehingga April ini insyaallah terpenuhi dan kita sudah menyiapkan juga untuk Mei," tuturnya.

https://kamumovie28.com/movies/exposed-3/