Senin, 19 April 2021

RSPAD Tanggapi Data BPOM Soal 71 Persen Relawan Vaksin Nusantara Alami KTD

 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan, sebanyak 71,4 persen relawan uji klinis fase I vaksin nusantara mengalami gejala berupa kejadian tidak diinginkan (KTD). Data ini menjadi pertimbangan untuk tidak meloloskan uji klinis fase II vaksin dendritik besutan dr Terawan Agus Putranto tersebut.

Dilaporkan, gejala KTD tersebut berupa nyeri, kemerahan, gatal, ruam, lemas, mual, demam, hipernatremi, peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN), dan peningkatan kolesterol.


Menanggapi hal tersebut, Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto, Nyoto Widyoastoro, SpPD, KHOM menyebut, gejala KTD tersebut masih tergolong umum terjadi pasca vaksinasi. Keluhan tersebut, menurutnya banyak muncul pula pasca suntikan vaksin COVID-19 jenis lain.


"Untuk gejala vaksin itu pasti kalau disuntikkan menyebabkan gejala. Kemudian suntikannya sendiri, itu juga bisa menyebabkan sakit. Itu kan gejala-gejala yang bisa diatasi," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021).


Menurutnya, gejala-gejala yang timbul memang dicatat untuk dilaporkan pada BPOM. Nantinya, BPOM yang akan menilai apakah penelitian vaksin layak diteruskan.


"Itulah yang akan dicatat. Efek samping itu akan dicatat kemudian dilaporkan pada pengampu jabatan. Dalam hal ini BPOM," ujarnya.


Aktivitas di RSPAD Bukan 'Pindahan' dari RS Kariadi

Sebelumnya, RSPAD Gatot Soebroto disebut-sebut menyelenggarakan uji klinik Fase 2 vaksin nusantara. Informasi tersebut disampaikan antara lain oleh sejumlah anggota DPR RI yang melakukan pengambilan darah sebagai prosedur uji klinik vaksin Nusantara, Rabu (14/4/2021).


Namun ditegaskan, aktivitas di RSPAD tersebut bukanlah rangkaian uji klinis Fase 2 vaksin Nusantara. Melainkan, hanya penelitian tentang sel dendritik sebagai basis vaksin Nusantara.


"Ini adalah penelitian mengenai vaksin dendritik tapi tidak dilanjutkan, bukan dipindahkan (dari RS Kariadi Semarang). Tapi RSPAD memang melakukan penelitian tentang dendritik vaksin," pungkasnya.


Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P menegaskan uji klinis vaksin nusantara bukan merupakan program TNI. Digunakannya RSPAD Gatot Soebroto sebagai lokasi penelitian hanya bersifat kerja sama.

https://kamumovie28.com/movies/the-6-000-000-dollar-man/


Rebutan Vaksin di Dunia Makin Keras, Stok di RI Aman Sampai Kapan?


 Sejumlah negara di dunia tengah menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Kondisi ini membuat persaingan untuk mendapatkan vaksin Corona menjadi makin ketat.

"Memang sekarang di seluruh dunia rebutan vaksin itu makin keras," ucap Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (19/4/2021).


Terlebih negara produsen vaksin Corona seperti India juga menahan vaksin hasil produksinya untuk diberikan ke negara lain.


Lantas bagaimana persediaan vaksin Corona di Indonesia?

Untuk saat ini, Menkes Budi meyakinkan bahwa persediaan vaksin Corona di Indonesia masih aman setidaknya sampai bulan Mei 2021.


"Alhamdulillah Indonesia itu sumber vaksinnya ada empat. Jadi ada yang dari China, London, Amerika, dan Jerman-Amerika, sehingga kalau ada satu yang terganggu yang lainnya insyaallah masih lancar," jelasnya.


"Nah yang salah satu masih lancar ini yang dari China. Jadi rutin mereka setiap dua minggu itu ada pengiriman. Pengiriman yang datang kemarin itu 6 juta bahan baku, itu akan jadi sekitar 80 persennya atau 4,8 juta satu bulan kemudian di bulan Mei," lanjutnya.


Menkes Budi juga mengatakan meski saat ini ada hambatan untuk pasokan vaksin AstraZeneca, tetapi persediaan vaksin masih bisa 'ditambal' dengan masuknya vaksin Sinovac dari China.


"Alhamdulillah yang China masih masuk, sehingga April ini insyaallah terpenuhi dan kita sudah menyiapkan juga untuk Mei," tuturnya.

https://kamumovie28.com/movies/exposed-3/

Waduh! Pria Ini Tak Sengaja Terima Dua Jenis Vaksin COVID-19 Berbeda

 Seorang pria di New Hampshire, Amerika Serikat (AS), tidak sengaja menerima dua dosis vaksin COVID-19 dengan merek berbeda.

Pria bernama Craig Richards tersebut mendapatkan vaksin produksi Moderna di suntikan pertama, dan Pfizer pada suntikan kedua.


Dikutip dari laman New York Post, Richards mendapatkan suntikan pertama dari Moderna pada 16 Maret 2021 lalu.


Kemudian, Richards diberi vaksin COVID-19 buatan Pfizer sebagai dosis kedua secara tidak sengaja pada 13 April 2021.


Tenaga medis yang menyuntik Richards sadar atas kesalahannya yang memberikan dosis berbeda setelah obatnya masuk ke laporan.


Richards hanya bisa terdiam ketika nakes setempat memberi tahu bahwa ia sudah mendapatkan dua jenis vaksin berbeda.


Tak lama kemudian, supervisor nakes yang menyuntikkan mendekati Richards untuk membahas apa yang telah terjadi dan meyakinkannya bahwa, terlepas dari kesalahannya, semuanya akan baik-baik saja.


Meski begitu, Richards sangat cemas karena dia mendengar satu vaksin saja sudah menimbulkan efek samping. Apalagi, dia kini mendapat dua.


Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menerangkan, idealnya vaksinasi harus dengan merek yang sama ketika mendapatkan vaksin dosis pertama.


Namun, jika dua vaksin yang tidak sengaja dipakai, maka penerima tidak perlu suntik ulang. Kebetulan, kedua vaksin yang dipakai menggunakan platform yang sama yakni mRNA.

https://kamumovie28.com/movies/maju-kena-mundur-kena/


RSPAD Tanggapi Data BPOM Soal 71 Persen Relawan Vaksin Nusantara Alami KTD


Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkapkan, sebanyak 71,4 persen relawan uji klinis fase I vaksin nusantara mengalami gejala berupa kejadian tidak diinginkan (KTD). Data ini menjadi pertimbangan untuk tidak meloloskan uji klinis fase II vaksin dendritik besutan dr Terawan Agus Putranto tersebut.

Dilaporkan, gejala KTD tersebut berupa nyeri, kemerahan, gatal, ruam, lemas, mual, demam, hipernatremi, peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN), dan peningkatan kolesterol.


Menanggapi hal tersebut, Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Soebroto, Nyoto Widyoastoro, SpPD, KHOM menyebut, gejala KTD tersebut masih tergolong umum terjadi pasca vaksinasi. Keluhan tersebut, menurutnya banyak muncul pula pasca suntikan vaksin COVID-19 jenis lain.


"Untuk gejala vaksin itu pasti kalau disuntikkan menyebabkan gejala. Kemudian suntikannya sendiri, itu juga bisa menyebabkan sakit. Itu kan gejala-gejala yang bisa diatasi," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (19/4/2021).


Menurutnya, gejala-gejala yang timbul memang dicatat untuk dilaporkan pada BPOM. Nantinya, BPOM yang akan menilai apakah penelitian vaksin layak diteruskan.


"Itulah yang akan dicatat. Efek samping itu akan dicatat kemudian dilaporkan pada pengampu jabatan. Dalam hal ini BPOM," ujarnya.


Aktivitas di RSPAD Bukan 'Pindahan' dari RS Kariadi

Sebelumnya, RSPAD Gatot Soebroto disebut-sebut menyelenggarakan uji klinik Fase 2 vaksin nusantara. Informasi tersebut disampaikan antara lain oleh sejumlah anggota DPR RI yang melakukan pengambilan darah sebagai prosedur uji klinik vaksin Nusantara, Rabu (14/4/2021).


Namun ditegaskan, aktivitas di RSPAD tersebut bukanlah rangkaian uji klinis Fase 2 vaksin Nusantara. Melainkan, hanya penelitian tentang sel dendritik sebagai basis vaksin Nusantara.


"Ini adalah penelitian mengenai vaksin dendritik tapi tidak dilanjutkan, bukan dipindahkan (dari RS Kariadi Semarang). Tapi RSPAD memang melakukan penelitian tentang dendritik vaksin," pungkasnya.


Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P menegaskan uji klinis vaksin nusantara bukan merupakan program TNI. Digunakannya RSPAD Gatot Soebroto sebagai lokasi penelitian hanya bersifat kerja sama.

https://kamumovie28.com/movies/flora-4/