Sindrom langka mempengaruhi satu dari sekian juta orang di dunia. Akibat kejadiannya yang jarang, tidak sedikit sindrom langka yang berakibat fatal karena belum bisa diobati.
Seorang wanita berusia 39 tahun, Ally Hensley, menceritakan kondisinya yang mengidap sindrom langka Mayer Rokitansky Küster Hauser (MRKH). Sindrom langka ini membuatnya memiliki lubang vagina yang sangat kecil, bahkan bisa dikatakan ia lahir tanpa vagina karena ukurannya yang hanya seruas kuku.
MRKH, juga dikenal sebagai Agenesis Mullerian, mempengaruhi sekitar satu dari 5.000 wanita di seluruh dunia dan orang-orang dengan kondisi ini biasanya didiagnosa pada usia remaja akhir ketika mereka tidak mengalami menstruasi.
Kepada Mamamia, Hensley bercerita ia lahir tanpa rahim dan leher rahim. Ia pertama kali mengetahui kondisinya itu saat berumur 16 tahun.
"Dalam salah satu pertemuan medis pertama saya, dijelaskan bahwa panjang vagina saya kira-kira sepanjang kuku," ujarnya.
Jika ia ingin memiliki kehidupan seks yang 'normal', ia harus membuat vagina sendiri yang dibuat khusus. Pada saat itu ada dua pilihan, pembedahan atau pelebaran. Hensley memilih metode pelebaran dengan dilatasi menggunakan alat bantu dilator.
Hensley harus mendorong dilator ke organ intimnya selama 40 menit setiap hari, menggunakan dilator yang lebih besar seiring waktu. Setelah 9 bulan, vaginanya akhirnya 'terbentuk'.
"Secara eksternal, Anda tidak akan tahu," ujarnya.
MRKH adalah kelainan yang mempengaruhi sistem reproduksi wanita. Wanita yang memiliki kondisi tersebut biasanya tidak mengalami menstruasi karena rahim mereka tidak ada atau kurang berkembang.
Christine Greves, MD, ob-gyn di Winnie Palmer Hospital for Women and Babies di Orlando, Florida, mengatakan kepada Health bahwa seringkali tanda awal wanita mengidap sindrom MRKH adalah ketika ia tidak mengalami menstruasi pada usia 16 tahun.
"Tetapi wanita dengan MRKH biasanya masih memiliki ovarium yang berfungsi. Sama seperti perkembangan payudara dan bulu kemaluan. Dari luar, Anda tidak bisa mengetahui kondisi ini," kata Greves.
https://kamumovie28.com/movies/mercy-3/
Vaksin Nusantara Bukan Program TNI, Kenapa Ambil Darah di RSPAD?
Sejumlah anggota DPR RI mendatangi RSPAD Gatot Soebroto, Rabu (14/4/2021) untuk diambil darah sebagai rangkaian dari uji klinis fase II vaksin Nusantara.
Namun Direktur Pelayanan Kesehatan (Diryankes) RSPAD Gatot Soebroto Nyoto Widyoastoro, SpPD, KHOM menyebut, aktivitas tersebut sebenarnya bukanlah lanjutan uji klinis yang sebelumnya sempat diselenggarakan di RS Kariadi Semarang. RSPAD hanya melakukan penelitian sel dendritik sebagai basis vaksin basutan eks Menkes Terawan Agus Putranto tersebut.
"Ini adalah penelitian mengenai vaksin dendritik tapi tidak dilanjutkan, bukan dipindahkan (dari RS Kariadi Semarang). Tapi RSPAD memang melakukan penelitian tentang dendritik vaksin," ujarnya dalam konferensi pers di Mabes TNI, Senin (19/4/2021).
Menanggapi riuh polemik uji klinik vaksin Nusantara yang dilanjut tanpa izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Nyoto menegaskan, penelitian oleh RSPAD harus dilakukan sesuai kaidah ilmiah.
Meski metode dendritik disebut-sebut sudah digunakan untuk pengobatan kanker, penelitian wajib dilakukan sesuai kaidah dan di bawah persetujuan pengampu. Dalam hal ini, BPOM.
"Sebetulnya ini adalah suatu penelitian sel dendritik di RSPAD Gatot Soebroto ya, dan penelitian ini nanti harus mengikuti kaidah ilmiah. Memang secara teori, sel dendritik ini sudah dipakai untuk pengobatan kanker. Tetapi memang ini dicoba untu barangkali untuk membuat vaksin yang dari dendritik, terutama ditujukkan untuk vaksin. Diharapkan, untuk vaksin COVID tapi ini harus dengan penelitian yang baik," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mayjen TNI Achmad Riad, S.I.P selaku Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI menegaskan, vaksin Nusantara bukan program TNI. Aktivitas di RSPAD tempo hari adalah penelitian terkait penanganan pandemi COVID-19.
Meski pihaknya mendukung segala proses riset vaksin COVID-19 dalam negeri, persyaratan mencakup aspek keamanan, efikasi atau kemanjuran, dan kelayakan wajib dipenuhi. Tak lain, dengan mengandalkan persetujuan BPOM selaku lembaga pengampu.
"TNI akan selalu mendukungnya dengan catatan telah memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar Riad.