- Bercinta tidak selalu harus buka-bukaan. Pasangan biasanya akan lebih menikmati keintiman melalui sentuhan langsung saat sesi bercinta yang membuatnya merasa saling terhubung, tetapi sesekali mencoba yang beda boleh kan?
Berhubungan seks saat masih memakai pakaian juga sama nikmatnya, lho. Bagian tubuh yang akan terbuka hanya zona erotis tertentu yang akan membuat kamu dan pasangan lebih fokus dan percaya diri selama bercinta.
Selain itu, menurut Stephen Snyder, MD pakar seks asal New York, Amerika Serikat, bercinta dengan masih tetap mengenakan pakaian juga tidak kalah intens dengan bercinta tanpa busana.
Dikutip dari laman Health, berikut 3 variasi bercinta yang bisa dilakukan tanpa harus melepaskan pakaian.
1. Saddle straddle
Saddle straddle merupakan variasi woman on top atau face to face di mana wanita bisa duduk di pangkuan pria dengan posisi berhadapan. Variasi ini menawarkan wanita untuk mengontrol kecepatan dan intensitas saat bercinta. Pasangan tak perlu repot membuka seluruh pakaian. Sebaliknya, pasangan bisa tetap mengenakan baju dan hanya membuka bagian ritsleting celana bagi pria, dan menurunkan celana serta membuka celana dalam bagi wanita.
2. Up against the wall
Variasi yang satu ini cocok bagi pasangan dengan tinggi badan yang tidak berbeda jauh. Wanita bisa berdiri dan bersandar pada tembok. Sementara itu, pria bisa membuka ritsleting celananya untuk penetrasi, kemudian wanita yang bersandar bisa menaikkan pakaiannya dan menurunkan celana dalamnya.
Apabila sudah siap, wanita bisa menaikkan satu kakinya dan melingkarkannya pada pinggang pasangannya, sedangkan tangan wanita bisa dimanfaatkan untuk menahan dirinya dengan berpegangan pada lengan pria.
3. From behind flip-up
Sebenarnya, variasi ini merupakan variasi doggy style. Hanya saja, dilakukan tanpa melepas pakaian. Sama seperti variasi lainnya, pria bisa melepaskan ritsleting celananya dan wanita bisa menurunkan celana dalamnya. Oleh sebab pria masih menggunakan celana, dorongan yang dilakukan selama penetrasi nantinya tidak akan seintens seperti biasanya.
Akan tetapi, hal itu lah yang membuat variasi tersebut menjadi lebih menyenangkan. Sebab, pasangan bisa merasakan sesuatu yang berbeda, yaitu gaya bercinta doggy style yang dilakukan dengan perlahan agar bisa lebih mudah menyentuh G-spot dan mencapai orgasme.
https://tendabiru21.net/movies/wild-city/
Saran Psikolog Agar Bocil Tak Keracunan Tren Sujud 'Freestyle' yang Viral
Aksi viral bocah-bocah melakukan sujud 'freestyle', diduga saat salat tarawih, sungguh meresahkan. Tren yang membahayakan ini disebut-sebut terinspirasi emoji game online Free Fire.
Tak bisa dipungkiri, anak memang peniru yang andal, cepat sekali menangkap dan mencontoh apa yang ditontonnya. Namun jika aksi tersebut berbahaya bagi tubuhnya sendiri, apa yang harus dilakukan orang tua?
"Anak-anak itu meniru apa yang dia lihat. Apa lagi kalau yang dia lihat juga ditonton oleh teman-temannya. Anggapan lagi in, dianggap lagi terkenal itu otomatis anak-anak kecenderungannya untuk meniru menjadi lebih besar," terang psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd pada detikcom, Selasa (20/4/2021).
Menurutnya, fenomena viral ini tidak terlepas dari potensi minimnya pengawasan orang tua. Terlebih, aksi ini kebanyakan dilakukan oleh anak-anak kecil.
"Biasanya kalau medsos saja seperti IG (instagram), itu kan baru boleh 13 tahun. Kenapa? Karena di usia itu harusnya cara berpikir anak, perkembangan otak sudah mampu berpikir sebab-akibat secara hipotetikal," imbuh Rosdiana.
Pendapat senada juga disampaikan psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi. Vera menyebut, penting untuk orang tua memperhatikan batasan usia yang tertera pada game. Orang tua perlu tahu benar apa yang ditonton dan dimainkan anak agar aksi meniru berbahaya semacam sujud 'freestyle' bisa dicegah.
"Terutama untuk anak-anak yang masih di bawah 12 tahun, mereka juga masih kesulitan menyadari bahwa yang dilihat bisa saja berbahaya di dunia realita jika ditiru," jelas Vera.
Menanggapi viralnya fenomena sujud 'freestyle' tersebut di media sosial, Rosdiana dan Vera sama-sama tak membenarkan sikap atau omongan apa pun yang mengolok dan membully anak yang melakukan aksi tersebut. Alih-alih mengedukasi, sikap tersebut tidak akan berdampak baik pada anak.
"Anak-anak itu melakukan karena mereka tidak tahu kalau itu berbahaya, karena tidak ada yang kasih tahu. Sedangkan yang mem-bully tahu, jadi yang bully yang salah dong? Nggak pernah ada cara ngomong ke anak-anak dengan bully. Itu pasti salah," tegas Rosdiana.