Senin, 03 Mei 2021

Diidap Guru Susan, Ini Jejak Guillain-Barre Syndrome dalam Uji Vaksin Corona

 Ketua Komnas KIPI Prof Hindra Irawan Satari angkat bicara soal kelumpuhan yang dialami guru Susan usai menerima dosis kedua vaksin COVID-19. Hasil investigasi menunjukkan guru Susan mengalami kondisi langka Guillain-Barre Syndrome (GBS) namun tak terkait dengan vaksin COVID-19.

"Diagnosis dari DPJP RSHS: guillain barre syndrome," katanya.


Akhir Desember tahun lalu, sindrom GBS ini pernah membuat uji klinis fase 3 vaksin Sinopharm yang dilakukan di Peru dihentikan sementara. Kepala peneliti uji coba vaksin German Malaga, mengatakan ada relawan vaksin yang mengalami kejadian serius dan masalah pada sarafnya.


"Beberapa hari lalu kami memberikan sinyal, sebagaimana tugas kami seharusnya, kepada pejabat yang berwenang bahwa salah satu peserta uji klinis menampilkan gejala neurologis, yang bisa terkait Guillain-Barre Syndrome (GBS)," kata Malaga.

Setelah melakukan diskusi dengan pengembang vaksin Sinopharm, pejabat kesehatan Peru meyakini tak ada hubungan antara keduanya dan kembali melanjutkan uji klinis vaksin.


Sementara itu, dua relawan vaksin COVID-19 Johnson & Johnson, satu penerima vaksin dan lainnya plasebo juga mengalami sindrom Guillain-Barré. Kejadian ini dilaporkan dalam jurnal Neurology oleh peneliti di American Academy of Neurology.


Dalam laporan kasus, seorang wanita berusia 60 tahun diberi vaksin COVID-19 J&J pada Desember 2020. Sepuluh hari kemudian, ia mengalami nyeri yang menyakitkan di punggungnya dan kakinya tidak bisa digerakkan.


Ia kemudian dirawat di rumah sakit selama 10 hari dan menjalani pemulihan setelahnya.


Meski ada jejak sindrom GBS pada uji klinis vaksin, para peneliti menekankan bahwa hal itu tidak membuktikan vaksin menjadi pemicu utama penyakit tersebut. Hal ini karena bukan hanya penerima vaksin yang mengalami GBS tetapi juga penerima plasebo.

https://maymovie98.com/movies/noraebang-hot-women-2/


5 Kisah di Balik Ledakan COVID-19 India, Rebutan Oksigen hingga Praktik Dukun


Gelombang tsunami COVID-19 membuat India mencatat lebih dari 400 ribu kasus baru COVID-19 per harinya. Pasien kritis terpaksa berebut kamar ICU, obat remdesivir, hingga tabung oksigen.

Di tengah langkanya fasilitas perawatan, jumlah kematian juga mengalami lonjakan. Rekor baru sebanyak 3.689 kasus kematian dalam 24 jam dicatatkan pada Minggu (2/5/2021).


Berbagai kisah pilu di balik ledakan tsunami COVID-19 di India terangkum sebagai berikut:


1. Bikin oksigen sendiri

Warga India berbondong-bondong mencari cara untuk menyediakan oksigen tanpa layanan rumah sakit. Dikutip dari Reuters, data Google Trends menunjukan pencarian "how to make oxygen at home" melonjak pada 25 April.


Padahal menurut pakar, membuat oksigen sendiri justru berbahaya karena berisiko menimbulkan racun dan ledakan.


2. Masjid-bajaj jadi tempat perawatan

Warga India terpaksa menyediakan ruang perawatan 'buatan' lantaran rumah sakit sudah tak mampu menyediakan kamar. Misalnya masjid di Jahangirpuri, negara bagian barat kota Vadodara Gujarat kini telah berubah menjadi bangsal Corona, menampung pasien kritis dengan kapasitas 50 tempat tidur.


Terbatasnya ambulans juga memaksa pemerintah menggunakan angkutan umum seperti bajaj sebagai tempat penampungan pasien COVID-19. Sementara menunggu layanan yang lebih layak di rumah sakit, pasien ditampung dulu di bajaj.

https://maymovie98.com/movies/bosomy-elder-sister-in-law/

Minggu, 02 Mei 2021

Latar Belakang Google Meet Nanti Bisa Bergerak

 Aplikasi konferensi video bukanlah baru terlebih di saat pandemi banyak orang menggunakannya. Para pengembang pun berlomba-lomba untuk meningkat fitur mereka. Salah satunya Google yang baru-baru telah mengumumkan beberapa perubahan dan fitur baru yang dihadirkan ke Google Meet, salah satunya video pengganti latar belakang.

Beberapa aplikasi lain memang sudah memberikan opsi ke pengguna untuk membuat latar belakang video mereka. Namun ini berbeda di mana biasanya statis dalam hal desain yang hanya berupa gambar yang tidak bergerak, tetapi Google latar belakang dapat bergerak bisa jadi lebih menarik.


"Dalam beberapa minggu mendatang, kami menambahkan kemampuan untuk mengganti latar belakang Anda dengan video. Penggantian latar belakang video dapat membantu Anda menjaga privasi untuk apa yang ada di belakang Anda sekaligus membuat video call Anda lebih menyenangkan," kata Google seperti dilansir detiKINET dari Ubergizmo, Jumat (23/4/2021).


"Awalnya akan ada tiga opsi untuk dipilih: ruang kelas, pesta, dan hutan, dengan lebih banyak lagi yang akan segera hadir," tambahnya.


Meski fitur Google Meet ini terdengar menarik namun yang menjadi pertanyaan apakah dengan latar belakang yang bisa bergerak ini justru malah mengganggu peserta lain dalam rapat. Mungkin jika dalam panggilan satu lawan satu bisa baik-baik saja, tapi jika sedang diadakan pertemuan besar di mana semua orang menggunakan latar belakang bergerak tampaknya jadi mengganggu. Namun hal ini tentu kembali lagi ke pengguna itu sendiri.

https://cinemamovie28.com/movies/harry-potter-and-the-deathly-hallows-part-1/


Apple Akan Punya Tambang Uang dengan AirTag


- Apple dipandang cerdik meluncurkan perangkat AirTag. Meskipun tidak terlalu mahal, apalagi dibandingkan iPhone misalnya, AirTag berpotensi menjadi tambang uang besar bagi perusahaan yang berbasis di Cupertino ini. Apa alasannya?

Seperti diberitakan, AirTag bermanfaat untuk membantu melacak dan menemukan item dengan aplikasi Find My Apple. AirTag dijual Apple mulai Jumat (23/4/2021) seharga USD 29 atau kisaran Rp 421 ribu. Bila ingin hemat, Apple menyediakan paket empat AirTag seharga USD 99 atau Rp 1,4 juta.


AirTag berpotensi sukses besar karena pada saat ini, ada lebih dari 1 miliar perangkat Apple yang memiliki aplikasi Find My. Jadi ketika mereka membeli AirTag, tinggal dihubungkan dengan aplikasi itu dan siap digunakan.


"Jika Apple menjual 35 juta AirTag dalam tahun pertama, maka akan membawa pendapatan lebih dari USD 1 miliar," sebut kolumnis Forbes, Tim Bajarin yang dikutip detikINET.


"Karena Apple punya lebih dari semiliar perangkat yang ada aplikasi Find My, maka sangat mungkin menjual sebanyak 35 juta AirTag dalam tahun pertama dapat tercapai," tambah dia.


Ia menyebut Apple memang punya sentuhan emas ala Midas dalam menciptakan bisnis baru karena sudah punya ekosistem yang sangat besar. Hal itu sudah berkali-kali mereka buktikan, misalnya dengan iPod dan Apple Watch.


"Saya tidak meragukan bahwa jika mereka membawa kacamata Augmented Reality, itu juga akan menjadi bisnis miliaran dolar lainnya dalam tahun pertama ketersediaannya," sebutnya lagi.


AirTag berbentuk bulat menyerupai pin dengan bobot sangat ringan. Karenanya, perangkat ini dapat dipasang di dompet, kunci, ransel, atau barang lainnya. Untuk memudahkan pemasangan, Apple menyediakan aksesori penyimpanan yang dijual terpisah.

https://cinemamovie28.com/movies/fatal-chase/