Kamis, 06 Mei 2021

'Tsunami' COVID-19 di India Belum Usai, Ahli Sudah Bersiap Hadapi Gelombang Baru

 Gelombang tsunami COVID-19 membuat warga India berebut kamar ICU, tabung oksigen, hingga obat remdesivir. Tak sedikit pasien COVID-19 meninggal dalam mobil lantaran tak kunjung kedapatan bantuan oksigen.

Jenazah-jenazah pun harus mengantre berjam-jam untuk bisa dikremasi. Krematorium dipenuhi jenazah pasien COVID-19 yang terus berdatangan.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan mingguan menyatakan, India kini menyumbang hampir setengah dari total kasus COVID-19 di dunia pada minggu lalu. Sedangkan angka kematian mencapai seperempatnya.


"Fase 3 tidak akan bisa dihindari, melihat tingginya kasus COVID-19 yang kini beredar. Tapi tidak jelas pada skala waktu apa ini akan terjadi. Tapi kita harus bersiap untuk gelombang baru," ujar penasihat ilmiah utama pemerintah, K VijayRaghavan, dikutip dari Reuters, Kamis (6/5/2021).


Para praktisi medis memprediksi, angka ini masih jauh dari puncak. Angka sebenarnya kematian akibat COVID-19 di India bisa mencapai 10 kali lipat dari laporan resmi oleh pemerintah.Tercatat, peningkatan angka kematian mencetak rekor pada 24 jam terakhir. Menurut data Kementerian Kesehatan India, kasus COVID-19 bertambah 382.315 pada Rabu (5/6/2021).


Pasalnya hanya dalam 4 bulan terakhir, negara ini melaporkan 10 juta kasus COVID-19. Awalnya, total kasus 10 juta membutuhkan waktu lebih dari 10 bulan.


Perdana Menteri Narendra Modi kini dikritik keras oleh masyarakat lantaran tak bertindak tegas setelah festival keagamaan dan kampanye politik berlangsung. Diduga, kerumunan di acara inilah yang memicu ledakan kasus COVID-19. Padahal, vaksinasi COVID-19 berlangsung 'ngebut'.


"Kami sudah kehabisan udara. Kami sekarat," kritik Arundhati Roy, penulis yang memenangkan Booker Prize. Dalam tulisannya, ia tegas meminta Modi untuk mundur.


"Anda tidak bisa menyelesaikannya. Anda hanya bisa membuat kondisi ini semakin buruk. Jadi silakan pergi (mundur)," lanjutnya.

https://nonton08.com/movies/the-wandering-earth-special-edition-beyond-2020/


Soal Rapid Test Antigen Ilegal Beromzet Miliaran, Begini Kata Kemenkes


Usai heboh petugas laboratorium mendaur ulang alat tes swab di Bandara Kualanamu, kini publik dihebohkan oleh distributor alat rapid test antigen ilegal di Jawa Tengah. Pasalnya, alat test ini dijual langsung oleh pelaku pada masyarakat, klinik, hingga rumah sakit.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Siti Nadia Tarmizi mendesak perlunya mengetahui izin distributor atau produsen tersebut. Sebab, menurut Nadia, selama ini monitoring alat kesehatan seharusnya terpantau di Dinas Kesehatan.


"Terkait izin sebagai distributor atau produsen ini harus dicek," ungkap Nadia saat dihubungi detikcom Kamis (6/5/2021).


"Mekanisme yang ada memang melakukan monitoring dan sampling terhadap berbagai produk alat kesehatan yang dilakukan Dinas Kesehatan," lanjutnya.


Namun, Nadia enggan mengomentari lebih lanjut perihal distributor ilegal tersebut. Hal ini dikarenakan menurutnya sudah dalam kasus penipuan yang perlu ditindak hukum.


Dijelaskan sebelumnya, peredaran rapid test antigen ilegal ini belakangan terungkap usai ada informasi di kawasan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, dan Kota Semarang Januari lalu.


"Kalau tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan. Palsu dan tidak perlu penyelidikan lebih dalam. Jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Lutfi saat rilis kasus di Ditkrimsus Polda Jateng, Semarang, Rabu (5/5/2021).


Terkait kasus ini, warga sebenarnya bisa mengatakan langsung kepada fasilitas kesehatan saat dites Corona, baik mengenai merek, nomor izin edar hingga tanggal kedaluwarsa alat yang digunakan, demikian menurut ahli patologi klinis dr Hadian Widyatmojo SpPK.

https://nonton08.com/movies/a-street-cat-named-bob/

Fenomena Langka, Wanita Ini Lahirkan Bayi Kembar 9

 Seorang wanita menjadi ibu sembilan anak dengan melahirkan kembar nonuplet. Dua di antaranya sempat terlewat dalam pemindaian USG.

Halima Cisse (25) dari Mali, menarik perhatian negara Afrika Barat ketika dia melahirkan sembilan bayi melalui operasi caesar pada Selasa (4/5/2021) kemarin.


Awalnya, dokter mengira jika Halima akan melahirkan tujuh bayi setelah dia menjalani USG. Lalu, ia diterbangkan ke Maroko untuk perawatan spesialis pada Maret. Akhirnya ia melahirkan di rumah sakit di negara Afrika Utara itu.


"Bayi yang baru lahir (lima perempuan dan empat laki-laki) dan ibunya semuanya dalam keadaan baik-baik saja," jelas Menteri Kesehatan Mali Fanta Siby dikutip dari laman Mirror.


Dokter melewatkan dua anak Cisse dalam pemindaian USG. Bayi nonuplet sangat jarang terjadi. Komplikasi medis yang terkait dengan kelahiran berlipat seperti itu juga sering kali menyebabkan beberapa bayi tidak mencapai bulan pertumbuhan janin yang cukup.


Cisse menghabiskan dua minggu di Rumah Sakit Point G di ibu kota Mali Bamako. Dia kemudian dipindahkan ke Maroko atas intervensi dari Presiden Transisi Mali Bah N'Daw.


Dia dirawat di klinik Maroko pada 20 Maret dan akhirnya melahirkan pada Selasa (4/5/2021).


Hingga saat ini tidak jelas apakah kehamilannya disebabkan oleh perawatan bayi tabung (IVF). Cara itu disebut merupakan salah satu penyebab paling umum dari kelahiran kembar.


Belum jelas juga berapa berat bayi. Namun menurut The Nation, ia melahirkan pada saat kandungannya berusia 30 minggu.


Kelompok nonuplet pertama yang tercatat berada di Sydney pada 1971. Tapi dua bayi lahir kemudian meninggal, dan tidak ada bayi yang bertahan hidup lebih dari seminggu.


Serupa dengan kasus lain di Malaysia, pada 1999, kesembilan bayi meninggal tak lama setelah lahir.

https://nonton08.com/movies/mr-vampire/


'Tsunami' COVID-19 di India Belum Usai, Ahli Sudah Bersiap Hadapi Gelombang Baru


Gelombang tsunami COVID-19 membuat warga India berebut kamar ICU, tabung oksigen, hingga obat remdesivir. Tak sedikit pasien COVID-19 meninggal dalam mobil lantaran tak kunjung kedapatan bantuan oksigen.

Jenazah-jenazah pun harus mengantre berjam-jam untuk bisa dikremasi. Krematorium dipenuhi jenazah pasien COVID-19 yang terus berdatangan.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan mingguan menyatakan, India kini menyumbang hampir setengah dari total kasus COVID-19 di dunia pada minggu lalu. Sedangkan angka kematian mencapai seperempatnya.


"Fase 3 tidak akan bisa dihindari, melihat tingginya kasus COVID-19 yang kini beredar. Tapi tidak jelas pada skala waktu apa ini akan terjadi. Tapi kita harus bersiap untuk gelombang baru," ujar penasihat ilmiah utama pemerintah, K VijayRaghavan, dikutip dari Reuters, Kamis (6/5/2021).


Para praktisi medis memprediksi, angka ini masih jauh dari puncak. Angka sebenarnya kematian akibat COVID-19 di India bisa mencapai 10 kali lipat dari laporan resmi oleh pemerintah.Tercatat, peningkatan angka kematian mencetak rekor pada 24 jam terakhir. Menurut data Kementerian Kesehatan India, kasus COVID-19 bertambah 382.315 pada Rabu (5/6/2021).


Pasalnya hanya dalam 4 bulan terakhir, negara ini melaporkan 10 juta kasus COVID-19. Awalnya, total kasus 10 juta membutuhkan waktu lebih dari 10 bulan.


Perdana Menteri Narendra Modi kini dikritik keras oleh masyarakat lantaran tak bertindak tegas setelah festival keagamaan dan kampanye politik berlangsung. Diduga, kerumunan di acara inilah yang memicu ledakan kasus COVID-19. Padahal, vaksinasi COVID-19 berlangsung 'ngebut'.


"Kami sudah kehabisan udara. Kami sekarat," kritik Arundhati Roy, penulis yang memenangkan Booker Prize. Dalam tulisannya, ia tegas meminta Modi untuk mundur.


"Anda tidak bisa menyelesaikannya. Anda hanya bisa membuat kondisi ini semakin buruk. Jadi silakan pergi (mundur)," lanjutnya.

https://nonton08.com/movies/orgasm-lecture/