Selasa, 01 Juni 2021

Xiaomi Lebih Populer Dibanding Apple di Eropa

 Bisnis Xiaomi belakangan ini semakin moncer, dan riset terbaru menyebutkan kalau market share mereka di Eropa sudah menyalip Apple.

Berdasarkan data Q1 2021 dari Canalys, Xiaomi menyalip posisi Apple di Eropa, dan menduduki peringkat kedua di bawah Samsung. Market share Xiaomi mencapai 23% dibanding Apple yang hanya 19%.


Canalys pun menyebutkan pertumbuhan Xiaomi di Eropa mencapai 85% secara year on year, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan Apple yang hanya 22%, demikian dikutip detikINET dari Android Authority, Minggu (9/5/2021).


Xiaomi memang belum terlalu lama merambah Eropa, dan mereka memang banyak bermain di HP dengan harga menengah ke bawah. Sementara Apple yang sudah lebih dari satu dekade ada di Eropa hanya bermain di kelas premium, yang pasarnya tentu lebih kecil dibanding HP dengan harga murah.


Namun menurut Canalys jika datanya dipersempit, yaitu ke Eropa Barat, Xiaomi masih berada di bawah Apple, karena market sharenya hanya 17% sementara Apple 25%. Dari sini terlihat kalau pertumbuhan Xiaomi yang drastis terjadi di Eropa Timur.


Bagaimana dengan Huawei, yang sebelumnya memang menjadikan Eropa sebagai salah satu pasar utamanya? Pada Q1 2021 Huawei harus puas ada di posisi ke-5, dengan market share 3%, turun 80% dibanding setahun sebelumnya. Yaitu di bawah Samsung, Apple, Xiaomi, dan Oppo.


Nasib Huawei ini kurang lebih sama di negara asalnya, yaitu harus merelakan posisinya disalip Vivo dan Oppo, dan market sharenya dipepet Xiaomi. Padahal, di China sebelumnya daerah 'kekuasaan' Huawei.


Dampak dari berbagai pemblokiran terhadap Huawei dari pemerintah Amerika Serikat memang begitu besar. Huawei pun bahkan sampai harus merambah bisnis lain, seperti software dan layanan. Karena bisnis perangkat mobilenya bisa dibilang sulit berkembang dengan berbagai peraturan dari pemerintah Negeri Paman Sam tersebut.

https://tendabiru21.net/movies/wizards-curse/


Berapa Jumlah Minimum Orang yang Diperlukan untuk Selamat dari Kiamat?


 Perang nuklir, hantaman asteroid, hingga bencana alam yang tidak bisa kita prediksi, sewaktu-waktu bisa menyebabkan kiamat yang mengakhiri kehidupan Bumi, termasuk manusia. Para ilmuwan mencoba memperkirakan, dengan asumsi ada beberapa yang selamat, berapa banyak orang yang dibutuhkan untuk mempertahankan spesies kita?

Jawaban singkatnya adalah, tergantung. Bencana yang berbeda akan menciptakan kondisi hari kiamat yang berbeda pula untuk populasi manusia bertahan hidup. Namun hasil studi ini menyimpulkan populasi yang sangat kecil dapat menyelamatkan spesies kita.


Misalnya, perang nuklir dapat memicu musim dingin nuklir. Dampaknya, korban yang selamat akan menghadapi suhu musim panas yang beku dan kelaparan global, belum lagi terkena paparan radiasi.


Dengan mengesampingkan beberapa kondisi ini dan berfokus pada ukuran populasi, jumlah minimum orang yang tersisa kemungkinan besar sangat kecil dibandingkan dengan sekitar 7,8 miliar populasi manusia yang hidup saat ini.


"Dengan populasi di bawah ratusan, Anda mungkin bisa bertahan selama berabad-abad. Dan banyak populasi kecil semacam itu bertahan selama berabad-abad dan mungkin ribuan tahun," kata Cameron Smith, asisten profesor di Department of Anthropology, Portland State University, Oregon, AS, dikutip dari Live Science.


Penelitian Smith tentang peradaban manusia purba dan kolonisasi luar angkasa memberinya wawasan yang cukup bagus tentang hal ini. Dia memperkirakan kota-kota besar akan menjadi yang paling rentan jika peradaban global runtuh. Pasalnya, wilayah ini mengimpor hampir semua makanan dan sangat bergantung pada listrik. Oleh karena itu, populasi yang bertahan hidup kemungkinan besar akan menyebar untuk mencari sumber daya.

https://tendabiru21.net/movies/super-8-stories/

Prabowo Usul Anggaran Pertahanan Rp 1.700 Triliun, Wajar Nggak Sih?

 Pegiat anti korupsi Sudirman Said angkat bicara terkait rencana Menteri Pertahanan mengalokasikan anggaran pertahanan lebih dari Rp 1.700 triliun.

Menurutnya, penguatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia memang dibutuhkan. Namun, rencana anggaran dengan nominal luar biasa besar itu harus transparan dan dilakukan secara bijaksana serta penuh kehati-hatian (prudent).

https://tendabiru21.net/movies/force-2/


"Sangat wajar bila para pemerhati manajemen pertahanan memberi perhatian dan terus memantau kelanjutan dari rencana tersebut. Semua pasti sepakat bahwa tentara kita harus diperkuat, tetapi tetap harus melalui kajian dan prosedur pengadaan yang hati-hati," kata Sudirman.


Sudirman yang juga Mantan Direktur Utama PT Pindad itu menilai rencana Kementerian Pertahanan itu pasti akan mendapat perhatian publik karena nilainya luar biasa besar. Dia juga berpendapat rancangan proses pengadaannya tergolong tidak konvensional lantaran uang sebesar itu belanjanya direncanakan sampai 2024.


"Menarik untuk dikaji, bagaimana mungkin proses pengadaan berbasis rencana strategis 2020-2045 kok ditarik ke depan, seperti dipercepat harus selesai dalam empat tahun, menjadi 2024," ujarnya.


Dia menyatakan upaya memperkuat alutsista memang harus dilakukan terlebih setelah kejadian KRI Nanggala 402. Sebenarnya, imbuhnya, upaya penguatan alutsista terus menerus dilakukan pada setiap periode pemerintahan.

Namun, persoalan klasik yang sampai hari ini belum terpecahkan ialah keterbatasan anggaran dibandingkan kebutuhan yang ada. Untuk memenuhi kebutuhan minimal yang pokok saja (Minimum Essential Force/MEF), kata dia, Kementerian Pertahanan masih kesulitan.


"Tentu musibah KRI Nanggala 402 memberi dorongan semangat untuk mereview keadaan alutsista kita. Yang tidak boleh adalah berbelanja secara besar-besaran, dalam waktu sesingkat-singkatnya, apalagi bila dananya utang. Belanja besar dalam waktu singkat akan memberi peluang berkurangnya prudent practice dalam manajemen pengadaan," ucap Ketua Institut Harkat Negeri itu.


Sudirman meyampaikan anggaran sebesar itu harus mendapat pengawasan yang ekstra ketat. Pasalnya, pengadaan alutsista berbeda dengan jenis pengadaan lain. Alutsista tidak memiliki patokan harga pasar yang bisa diawasi publik.


"Harga senjata dan alat-alat untuk pertahanan tidak seperti harga beras atau gula untuk bansos. Beras dan gula ada patokan harga pasar yang bisa dilihat oleh publik. Sementara harga alutsista tidak ada patokan dan spesifikasinya tidak dipahami masyarakat luas," ucapnya.

"Kalau beras dan gula bansos yang harga dan kualitasnya dimengerti publik saja dikorupsi, bagaimana dengan alat-alat pertahanan. Apalagi sampai sekarang dapat dikatakan tidak ada akses memeriksa pengadaan alutsista," imbuhnya.


Menurut Sudirman, setiap ada uang dan kekuasaan maka risiko terjadinya penyimpangan dan korupsi selalu terbuka. Karena itu, rencana pengadaan besar-besaran itu harus diawasi dengan ketat dan terkontrol.


Terkait kabar yang menyebutkan rencana anggaran Rp1.700 triliun itu bersumber dari hutang, Sudirman berpendapat tidak ada salahnya dengan berhutang. Hanya saja, landasannya harus dipertimbangkan secara matang-matang dan penggunaanya juga dilakukan secara hati-hati (prudent).


"Yang berbahaya adalah hutang untuk memenuhi agenda politik saat ini dengan mengorbankan generasi mendatang,atau membebani pemerintah periode mendatang. Dengan demikian setiap langkah menambah utang harus melalu pertimbangan yang matang," ucapnya.


Ia menyarankan agar rencana pengadaan sebesar itu dikelola secara berkesinambungan dan tak mesti dikaitkan dengan periode pemerintahan seolah-olah harus selesai di 2024. Mengenai rumor rencana pengadaan itu dikait-kaitkan dengan kepentingan Pemilu di 2024 mengingat Menteri Pertahanan di jabat Prabowo Subianto, Sudirman enggan berspekulasi. Yang jelas, dia meminta semua pihak sungguh-sungguh dalam memperkuat pertahanan negara tetapi penggunaannya harus transparan.


"Sebaiknya jangan semua urusan dikaitkan dengan kalender Pemilu. Terlebih urusan pertahanan negara yang menjadi kepentingan semua pihak. Siapapun yang memerintah, partai apapun yang berkuasa, wajib membangun pertahanan negara sebaik-baiknya," tandasnya.

https://tendabiru21.net/movies/wwe-survivor-series-2020/