Senin, 29 Juni 2020

Kasus Meninggal Akibat Infeksi Virus Corona Capai 500 Ribu Jiwa

Jumlah kasus meninggal karena virus Corona COVID-19 terus bertambah setiap harinya. Kini tercatat pasien meninggal telah mencapai angka 500 ribu orang di seluruh dunia.
Dikutip dari Reuters, disebutkan bahwa Amerika Serikat (AS), India, dan Brasil menjadi negara dengan kasus kematian Corona terbanyak. Ditambah dengan adanya wabah baru di beberapa bagian di Asia.

Tercatat jumlah kematian di AS akibat Corona sebanyak 125.763 orang dan di Brasil ada 57.070 kasus kematian. Sementara berdasarkan hitungan rata-rata sejak 1 hingga 27 Juni, sebanyak 4.700 orang di dunia meninggal akibat COVID-19.

Artinya, kasus kematian setara dengan 196 orang meninggal tiap jam atau satu orang meninggal tiap 18 detik.

Usia tua berisiko tinggi
Pakar kesehatan masyarakat melihat bagaimana usia mempengaruhi angka kematian di berbagai wilayah. Beberapa negara Eropa dengan populasi yang lebih tua melaporkan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Laporan pada April oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengamati ada lebih dari 300.000 kasus di 20 negara dan menemukan bahwa sekitar 46 persen dari semua kematian adalah di atas usia 80 tahun.

Parah ahli kesehatan memperingatkan bahwa data resmi yang didapat kemungkinan tidak melaporkan data secara lengkap. Beberapa negara bahkan tidak melaporkan angka kematian.

Studi Temukan Anak-anak Lebih 'Kuat' Melawan Infeksi Virus Corona

 Mayoritas anak-anak yang terinfeksi virus Corona di 26 negara disebut memiliki kondisi klinis yang baik dibandingkan dengan orang dewasa, menurut tinjauan studi yang menilai penelitian yang diterbitkan selama empat bulan pertama pandemi.
Peneliti di Long School of Medicine di Pusat Ilmu Kesehatan Universitas Texas, San Antonio, melakukan tinjauan sistematis terbesar hingga saat ini terhadap anak-anak dan remaja dengan COVID-19, menilai data klinis lebih dari 7.500 pasien.

Dalam temuan yang diterbitkan dalam EClinicalMedicine, jurnal The Lancet, mereka mengatakan hampir seperlima dari populasi anak dengan COVID-19 tidak menunjukkan gejala apa pun, dan 21 persen anak-anak menunjukkan tanda-tanda kerusakan jaringan pada paru-paru.

Temuan lain di antaranya:

- 19 persen dari populasi anak dengan COVID-19 tidak menunjukkan gejala
- 21 persen menunjukkan adanya lesi bercak pada rontgen paru
- 5,6 persen mengidap koinfeksi, seperti flu
- 3,3 persen dirawat di ICU
- 7 kematian

"Data ini kami kompilasi dari 131 penelitian danmencakup 7.780 pasien usia anak," kata penulis senior studi Alvaro Moreira, MD, MSc, asisten profesor pediatri di UT Health San Antonio, dikutip dari Science Daily.

Gejala Virus Corona pada Anak
Menurut studi tersebut, gejala virus Corona pada anak yang paling mirip dengan orang dewasa adalah demam dan batuk yang ditemukan dari 59 persen pasien ana.

Dari 233 partisipan, terdapat catatan medis dengan 152 anak di antaranya mengidap sistem kekebalan tubuh lemah, autoimun atau punya penyakit jantung dan pernapasan.

"Meski kami mendengar adanya komplikas parah tentang penyakit ini pada anak-anak, hal tersebut sangat langka," sebut Moreira.

Berdasarkan hasil laboratorium yang dicatat dalam studi yang ditinjau, para ilmuwan menyebut terdapat beberapa pasien COVID-19 memiliki tingkat molekul abnormal yang menandakan peradangan pada tubuh.

Untungnya hanya sebagian kecil pasien yang memiliki inklusi sindrom inflamasi multisistem. Kondisi ini seperti gejala parah virus Corona yang terlihat pada orang dewasa.
https://kamumovie28.com/cast/javier-camara/

Waspada, Ini Akibat Penurunan Massa Otot pada Lansia

Memasuki usia di atas 60 tahun biasanya orang mengalami penurunan fisik yang signifikan sehingga cenderung tidak bisa bergerak leluasa layaknya saat masih muda. Terjadinya penurunan fungsi otot karena penuaan disebut sarcopenia. Hal ini menyebabkan lansia sulit melakukan aktivitas sehari-hari, bahkan seperti menaiki tangga.
Medical Marketing Manager Kalbe Nutritionals dr Adeline Devita mengatakan penurunan massa otot paling sering terjadi pada orang yang tidak aktif secara fisik disertai kurang nya asupan nutrisi yang dapat mempertahankan massa otot.

"Orang yang tidak aktif bergerak dapat kehilangan massa otot sebanyak 3-5% setiap 10 tahun setelah usia 30 tahun," ujarnya kepada detikcom baru-baru ini.

Sarkopenia pada lansia ternyata juga dapat berdampak serius jika dibiarkan apalagi jika lansia juga memiliki penyakit lain seperti osteoporosis. Dikutip dari Study Finds, ketika dikombinasikan dengan osteoporosis, sarcopenia membuat pria dan wanita yang lebih tua lebih rentan jatuh, patah tulang, dan mengalami cedera fisik yang serius.

Untuk meminimalisir proses degeneratif khususnya untuk sendi dan tulang, kebutuhan kalsium sangatlah diperlukan untuk memperkuat tulang sejak dini. Selain itu, memenuhi asupan tinggi protein juga sangat penting untuk membantu memperbaiki jaringan tubuh dan menambah massa otot.

"Selain pemenuhan nutrisi untuk massa otot, lansia juga perlu memperhatikan nutrisi untuk kekuatan tulang agar tetap dapat bergerak aktif, yaitu memerlukan asupan kalsium agar tulang tetap kuat menopang tubuh untuk beraktivitas," kata dr Adeline.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, selain kalsium lansia juga dapat mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin D, magnesium, dan protein untuk menjaga kesehatan tulang. Bahkan, protein juga disebut mampu memperbaiki jaringan tubuh.

"Selain itu, penuhi asupan tinggi protein untuk membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh serta menambah massa otot," katanya.

Asupan protein, kalsium dan vitamin harian semuanya dapat Anda dapatkan dapatkan dalam susu Entrasol Senior. Meskipun memiliki kandungan tinggi protein 12gr/ saji, Entrasol Senior memiliki kandungan yang rendah laktosa sehingga aman bagi lansia yang biasanya mengalami intoleransi laktosa.

"Entrasol Senior juga dilengkapi dengan serat, tinggi vitamin C, D , E, serta mineral dapat membantu lansia tetap aktif seiring bertambahnya usia," pungkasnya.

Kasus Meninggal Akibat Infeksi Virus Corona Capai 500 Ribu Jiwa

Jumlah kasus meninggal karena virus Corona COVID-19 terus bertambah setiap harinya. Kini tercatat pasien meninggal telah mencapai angka 500 ribu orang di seluruh dunia.
Dikutip dari Reuters, disebutkan bahwa Amerika Serikat (AS), India, dan Brasil menjadi negara dengan kasus kematian Corona terbanyak. Ditambah dengan adanya wabah baru di beberapa bagian di Asia.

Tercatat jumlah kematian di AS akibat Corona sebanyak 125.763 orang dan di Brasil ada 57.070 kasus kematian. Sementara berdasarkan hitungan rata-rata sejak 1 hingga 27 Juni, sebanyak 4.700 orang di dunia meninggal akibat COVID-19.

Artinya, kasus kematian setara dengan 196 orang meninggal tiap jam atau satu orang meninggal tiap 18 detik.

Usia tua berisiko tinggi
Pakar kesehatan masyarakat melihat bagaimana usia mempengaruhi angka kematian di berbagai wilayah. Beberapa negara Eropa dengan populasi yang lebih tua melaporkan tingkat kematian yang lebih tinggi.

Laporan pada April oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengamati ada lebih dari 300.000 kasus di 20 negara dan menemukan bahwa sekitar 46 persen dari semua kematian adalah di atas usia 80 tahun.

Parah ahli kesehatan memperingatkan bahwa data resmi yang didapat kemungkinan tidak melaporkan data secara lengkap. Beberapa negara bahkan tidak melaporkan angka kematian.