Sabtu, 30 November 2019

PPP Tunggu Respons Publik soal PBNU Usul Presiden Dipilih MPR

 PPP belum mau mengambil sikap apakah menyetujui atau tidak usul PBNU mengenai pemilihan presiden dikembalikan ke MPR. PPP memilih untuk menunggu respons masyarakat.

"Kalau ada aspirasi, apalagi dari organisasi besar seperti NU, ya biar ini ada di ruang publik, kemudian mendapatkan respons dari berbagai elemen publik lainnya, ya nanti kita lihat. Kita tunggu seperti apa," kata Sekjen PPP Arsul Sani di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Arsul juga menyarankan agar partai-partai seperti PPP tidak terburu-buru mengambil sikap. Menurut dia, hal itu untuk menunjukkan bahwa politik adalah mendengar apa yang menjadi aspirasi masyarakat.

"Lebih bagus saya kira fraksi-fraksi atau partai seperti PPP itu jangan buru-buru bersikap. Kita lihat dulu diskursus yang ada di masyarakat seperti apa. Itu sekaligus untuk menunjukkan bahwa kekuatan politik itu mendengar lebih dulu," papar Arsul.

"Baru setelah mendengar, dia menentukan sikap. Jangan kemudian menentukan sikap tanpa mendengar dari yang ada di masyarakat," imbuhnya.  http://nonton08.com/the-tarix-jabrix/

Arsul sendiri merupakan Wakil Ketua MPR dari PPP. Dia menegaskan bahwa MPR belum membicarakan perihal pemilihan presiden dikembalikan ke MPR.

"Sampai sekarang fraksi-fraksi di MPR itu ya, tidak ya, membicarakan soal sistem pemilihan presiden dari pilpres langsung menjadi kembali kepada pemilihan melalui MPR, itu tidak ada seperti itu," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj berbicara mengenai pemilihan presiden kembali ke MPR. Hal tersebut disampaikan setelah bertemu jajaran pimpinan MPR.

"Tentang pemilihan presiden kembali MPR, itu keputusan Munas NU di Kempek, Cirebon, 2012," ujar Said Aqil seusai pertemuan tertutup di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11).

Dia mengatakan usul itu muncul setelah ada pertimbangan antara manfaat dan dampak negatif pemilihan presiden secara langsung. Salah satunya persoalan biaya yang besar.

"Kiai sepuh, waktu ada Kiai Sahal pas masih hidup, Kiai Mustafa Bisri, menimbang mudarat dan manfaat, pilpres langsung itu high cost, terutama cost spesial. Kemarin baru saja betapa keadaan kita mendidih, panas, sangat mengkhawatirkan," jelasnya.

Video Mesum Camat di Wonogiri yang Viral dan Bikin Gempar

Camat Karangtengah Wonogiri, Sunarto (55) bikin geger usai mengunggah video mesum dirinya dengan selingkuhan sebagai status WhatsApp (WA). Kini Sunarto telah dipecat sebagai camat, ditetapkan jadi tersangka dan ditahan polisi.

"Yang bersangkutan sudah kami berhentikan dari jabatannya sebagai camat, sejak Selasa (26/11) malam. Hal itu kami lakukan setelah mendapatkan bukti dan pengakuan dari yang bersangkutan," tegas Bupati Wonogiri Joko Sutopo.

Hal ini disampaikan Joko kepada detikcom, di Pendopo Rumah Dinas Bupati Wonogiri, Jumat (29/11). Video tersebut terlanjur viral di media sosial dan aplikasi percakapan.

Menurut Bupati, tindakan Sunarto mengunggah rekaman video berisi adegan asusila melalui status WA sangat mencerminkan ketidakprofesionalan selalu pelayan publik.

"Jelas kami sangat prihatin, itu mencederai profesionalitas dalam bekerja," tandas dia.

Baca juga: Unggah Video Mesum Selingkuhnya, Camat Sunarto Ditahan Polda Jateng

Kasus ini ditangani oleh Polda Jateng. Sunarto dan seorang perempuan yang berada di dalam video itu telah diperiksa polisi sejak Kamis (28/11).

Sunarto kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan di Ditreskrimum Polda Jateng.  http://nonton08.com/hello-stranger/

Politikus NasDem Setuju Usul PBNU Presiden Kembali Dipilih oleh MPR

Partai NasDem mengaku memahami alasan PBNU melempar wacana agar presiden kembali ditunjuk oleh MPR. Sebab, menurut NasDem, pemilihan presiden langsung membawa banyak mudarat ketimbang manfaat.

"Sesungguhnya setiap usulan itu pasti memiliki alasan yang jelas. Dalam hal ini PBNU menilai pemilihan presiden secara langsung itu lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat nya. Saya bisa memahami pertimbangan tersebut," kata Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago kepada wartawan, Kamis (28/11/2019).

Irma mengungkapkan, selama ini pemilihan langsung membawa ekses negatif. Misalnya, kata dia, timbulnya konflik horisontal yang berpotensi menimbulkan perpecahan.

"Karena konflik horizontal yang ditimbulkan sangat luar biasa pada pemilu 2019 yang lalu, bahkan saking tajamnya hampir saja merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Saya berpandangan pemilihan presiden secara langsung bukan saja menghabiskan biaya tinggi, tetapi juga berisiko tinggi terhadap keutuhan bangsa dan negara," tuturnya.  http://nonton08.com/dilema/

Tak hanya Pilpres, kata Irma, pileg langsung pun juga lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Dia mengatakan, wakil rakyat yang dipilih langsung dengan melanggar regulasi yang ada kerap memunculkan politik dinasti.

"Lihat saja Pileg 2019, tidak ada calon yang bisa mengalahkan kerabat penguasa daerah (anak/Isteri/suami/adik kakak gubernur, bupati, wali kota) kenapa demikian? Karena syarat pemerataan suara tidak diberlakukan dengan tegas oleh KPU, sehingga isteri seorang bupati misalnya bisa memperoleh suara 60-70% di kabupaten tempat suaminya menjabat, sementara di kabupaten-kabupaten lain cuma dapat 5/10% misalnya. Jelas ini merugikan caleg yang memiliki suara rata di tiap kabupaten meski total suaranya berada di bawah istri bupati tersebut. Ini kan tidak fair. Sehingga tidak satupun caleg-caleg dengan kapasitas, kapabilitas dan accountabilitas bagus bisa lolos jika dihadapkan dengan kerabat penguasa daerah," papar Irma.

"Nah di sinilah letak mudarat nya. Keterpilihan berbasis kekuasaan wilayah dan money politik," imbuh dia.

Irma pun secara pribadi mengaku setuju usulan PBNU. Dia menilai alangkah lebih baik jika pemilihan umum dikembalikan seperti dulu, yakni tidak dipilih secara langsung.

"Secara pribadi saya setuju Pilpres dan Pileg kembali dilaksanakan seperti dulu dan tidak dipilih secara langsung. Saya kira melihat manfaat dan mudarat saya sih memilih kembali ke UUD 1945," kata Irma.

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj berbicara mengenai pemilihan presiden kembali ke MPR. Hal tersebut disampaikan setelah bertemu jajaran pimpinan MPR.

"Tentang pemilihan presiden kembali MPR, itu keputusan Munas NU di Kempek, Cirebon, 2012," ujar Said Aqil seusai pertemuan tertutup di kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/11).

Dia mengatakan usul itu muncul setelah ada pertimbangan antara manfaat dan dampak negatif pemilihan presiden secara langsung. Salah satunya persoalan biaya yang besar.

"Kiai sepuh, waktu ada Kiai Sahal pas masih hidup, Kiai Mustafa Bisri, menimbang mudarat dan manfaat, pilpres langsung itu high cost, terutama cost spesial. Kemarin baru saja betapa keadaan kita mendidih, panas, sangat mengkhawatirkan," jelasnya.  http://nonton08.com/atarasii-haha/