Kamis, 05 Desember 2019

Survei Kualitas Pendidikan PISA 2018: RI Sepuluh Besar dari Bawah

Survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 baru saja dirilis. Survei PISA ini merupakan rujukan dalam menilai kualitas pendidikan di dunia. Berapa peringkat Indonesia?

Hasil laporan PISA 2018 ini baru saja dirilis pada Selasa (3/12/2019). Studi ini menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara setiap tiga tahun sekali. Studi ini membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains dari tiap anak.

Untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 6 dari bawah alias peringkat 74. Skor rata-rata Indonesia adalah 371, berada di bawah Panama yang memiliki skor rata-rata 377.

Sedangkan peringkat pertama diduduki oleh China dengan skor rata-rata 555. Posisi kedua ditempati oleh Singapura dengan skor rata-rata 549 dan Makau, China peringkat tiga dengan skor rata-rata 525. Sementara Finlandia yang kerap dijadikan percontohan sistem pendidikan, berada di peringkat 7 dengan skor rata-rata 520.

Lantas, untuk kategori matematika, Indonesia berada di peringkat 7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379. Indonesia berada di atas Arab Saudi yang memiliki skor rata-rata 373. Kemudian untuk peringkat satu, masih diduduki China dengan skor rata-rata 591.

Lalu untuk kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat 9 dari bawah (71), yakni dengan rata-rata skor 396. Berada di atas Arab Saudi yang memiliki rata-rata skor 386. Peringkat satu diduduki China dengan rata-rata skor 590.

Sebelumnya, dalam PISA 2015 Indonesia berada pada ranking 62 dari 70 negara yang disurvei (bukan 72 karena 2 negara lainnya yakni Malaysia dan Kazakhstan tak memenuhi kualifikasi penelitian). Indonesia masih mengungguli Brazil namun berada di bawah Yordania. Skor rata-rata untuk sains adalah 493, untuk membaca 493 juga, dan untuk matematika 490. Skor Indonesia untuk sains adalah 403, untuk membaca 397, dan untuk matematika 386.

Lebih Mudah Jadi Dokter Ketimbang Guru di Finlandia, Ini Alasannya

Hari Guru Nasional menjadi momentum untuk terus meningkatkan kualitas guru di Indonesia. Berkaca dari Finlandia, negara yang kerap jadi rujukan soal kebijakan pendidikan, di negara itu menjadi guru lebih sulit ketimbang menjadi dokter.

Sebagaimana diketahui, hari guru diperingati pada hari ini, 25 November 2019. Guru dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kendati demikian, guru di Indonesia masih kurang mendapat pendidikan kompetensi. Hal ini terbukti dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015, yang menunjukkan rata-rata nasional hanya 44,5 --jauh di bawah nilai standar 75.

Indonesia bisa berkaca pada Finlandia yang sering dianggap sebagai negara dengan kualitas pendidikan jempolan. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun 2000 yang menempatkan negara itu di posisi nomor satu di bidang pendidikan selama satu dekade sejak tahun 2000 awal. Sedangkan pada tahun 2015, Finlandia masih menempati posisi lima besar.

Profesi guru di Finlandia merupakan profesi yang sangat dihargai. Bahkan merujuk pada penelitian berjudul 'In Finland, it's easier to become a doctor or lawyer than a teacher - Here's why' karya Sari Muhonen yang terbit di jurnal Universitas Helsinki, menjadi guru lebih susah ketimbang menjadi dokter atau pengacara.

Survei Global PISA: Pendidikan Singapura Teratas, Indonesia di Papan Bawah

Singapura menempati urutan teratas dalam survei pendidikan di 72 negara yang dilakukan Program Penilaian Siswa Internasional (PISA), yang hasilnya diumumkan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).
Survei PISA yang sangat bergengsi ini menguji kemampuan siswa usia 15 tahun di bidang sains, matematika, dan membaca. Jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti survei ini mencapai lebih dari setengah juta orang.

Secara rata-rata, satu dari empat siswa di Singapura mencatat skor tertinggi di bidang sains.

Dari survei ini terlihat bahwa siswa-siswa Singapura memperoleh nilai tertinggi, disusul oleh siswa di Jepang, Estonia, Taiwan, Finlandia, Macao, Kanada, Vietnam, Hong Kong, China, dan Korea Selatan.

Mengapa praktik perempuan masih ada di Singapura?
Majalah remaja Singapura picu kemarahan karena 'salahkan' korban perkosaan
Singlish, bahasa yang ingin 'dihilangkan' oleh pemerintah Singapura
Negara-negara Eropa barat seperti Inggris, Jerman, Belanda, dan Swiss masing-masing berada di urutan 15, 16, 17, dan 18.

Keberhasilan Singapura menempati peringkat teratas tak lepas dari tingginya standar pengajaran di negara tersebut, kata Sing Kong Lee, guru besar dan wakil presiden di Nanyang Technological University.

"Singapura banyak melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas guru... ini untuk menaikkan prestise dan status sebagai guru," kata Profesor Lee. Dengan begitu para lulusan terbaik universitas tak malu untuk menjadi tenaga pengajar.

Perkembangan 'paling pesat'

Pendidikan di Singapura
(NTUSingapore) Salah satu kunci keberhasilan Singapura di bidang pendidikan adalah tingginya standar pengajaran oleh para guru.
Semua guru di Singapura mendaparkan pendidikan dan pelatihan di Institut Nasional Pendidikan, yang dikelola oleh Nanyang Technological University.

Ini untuk memastikan kualitas dan menjamin bahwa semua guru mendapatkan standar pendidikan yang sama sebelum menjadi tenaga pengajar.

Indonesia berada di papan bawah, di atas Brasil, Peru, Lebanon, Tunisia, Kosovo, Aljazair, dan Republik Dominika.

Keterangan yang dikeluarkan OECD dan PISA hari Selasa (06/12) menyebutkan bahwa sejak ambil bagian dalam survei tahun 2000, Indonesia telah mengalami kemajuan 'yang sangat luar biasa'.

"Pada periode 2012-2015, hasil tes untuk sains di kalangan siswa usia 15 tahun naik 21 poin. Ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan perkembangan paling pesat."

Jika laju ini dipertahankan, kemampuan siswa-siswa di Indonesia di bidang sains akan menyamai kemampuan siswa-siwa di negara-negara maju pada 2030.

Singlish, bahasa yang ingin ‘dihilangkan’ oleh pemerintah Singapura

Kebanyakan penduduk Singapura berbicara menggunakan bahasa tidak resmi atau dialek yang dikenal dengan sebutan Singlish. Tapi, mengapa pemerintah di sana lebih ingin menghilangkannya?

Jerlyne Ong, orang Singapura yang saat ini tinggal di Kanada, mengirim pesan kepada seorang temannya di Singapura, “Cannot imagine sia. In Singapore, you strike, you lose your job. But ya, the postal service stopped liao. Cannot agree, buay song, so liddat lor. No postal service for now. Also dunno how long some more. So pek chek.” Begitulah isi pesannya yang kira-kira diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi, “Tak bisa dibayangkan sia. Di Singapura, kita mogok kerja, kita kehilangan pekerjaan kita. Tapi ya, jasa pos berhenti liao. Tak bisa setuju, buay song, seperti itu lor. Tak ada jasa pos sementara ini. Juga tak tahu berapa lama lagi. So pek chek.”

Itu bahasa Inggris atau bukan? Mayoritas dari sebanyak enam juta orang Singapura berbicara dalam bahasa Inggris, tapi mereka tidak setuju juga kalau mereka berbicara dalam bahasa itu, yang mereka setujui adalah mereka berbahasa Singlish. Singlish adalah bahasa tidak resmi (dialekkah? Atau bahasa slangnya Singapura?) yang muncul karena adanya berbagai kultur yang membentuk negara tersebut. Ini adalah sebuah contoh nyata bagaimana bahasa-bahasa dapat berubah dan berkembang. Apakah hal ini merupakan ekspresi dari karakter dan kultur Singapura, sebuah khazanah nasional, ataukah ancaman terhadap bahasa di negara tersebut? Jawabannya tentu tergantung kepada siapa yang Anda tanya.