Kota Denpasar di Bali baru saja dinobatkan menjadi kota termakmur se-Indonesia. Bagaimana sih rasanya kehidupan di sana?
Salah satu yang menjadi indikator kemakmuran itu yakni produktivitas dan pembangunan infrastruktur. Meski termasuk kota besar, masih banyak ditemukan ruang terbuka hijau, sawah maupun taman bermain untuk anak-anak.
Kawasan sempadan sungai pun banyak yang ditata menjadi tempat berinteraksi warga, seperti Taman Kumbasari yang dilewati Tukad Badung. Taman ini bahkan pernah dipuji Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kunjungannya ke Bali.
Sebagai salah satu destinasi wisata, jalanan di kota Denpasar juga tak terlalu padat dibandingkan kota besar lainnya. Kualitas udara di pusat kota Bali ini dinilai moderat versi airvisual, kemudian cuaca di siang hari panas terik, sedangkan di malam hari kadang terasa dingin.
"Perbandingan infrastruktur merasa lebih lengkap di Denpasar. Kalau jalan lebih bagus di Badung tapi untuk ruang publiknya, taman hijau, bagus di Denpasar," kata Febri, warga Legian, Badung, yang bekerja di Denpasar, Minggu (22/9/2019).
Sebelum dinilai sebagai kota makmur, Denpasar juga menjadi salah satu daerah tujuan bagi warga kabupaten lain di Bali maupun kota lain untuk mencari rejeki selain di Kabupaten Badung. Hal ini juga diamini oleh Febri.
"Karena saya nggak tertarik di pariwisata, dan dapat kerjanya ya di Denpasar," ucapnya.
Senada dengan Febri, Jumaiyah Saksono (44) juga pindah dari rumahnya di Jember, Jawa Timur ke Bali. Meski mengikuti suaminya, dia juga memenuhi kebutuhannya dengan membuka usaha di dekat pusat kota.
"Saya menikah 1998 karena ikut suami. Dagang di sini laris daripada di kampung, asal mau (dagang) apa aja laku," kata Jumaiyah saat berbincang di warungnya, Renon, Denpasar, Bali.
Jumaiyah mengaku baru dua tahun berjualan nasi di kawasan Renon, Denpasar, Bali. Sebelumnya dia kerap membantu suaminya berjualan rumput.
"Kalau lagi ramai stan rumput bisa sampai nolak-nolak kerjaan, kadang sehari bisa dapat Rp 5 juta, kadang juga bisa 3 bulan sekali," ujar ibu dua anak ini.
Kabag Humas Kota Denpasar Dewa Gede Rai mengaku bangga dengan penilaian yang diberikan kepada Denpasar. Penghargaan ini dinilainya menjadi pemicu semangat bagi Pemkot untuk terus berinovasi.
"Kami bangga dan ini tantangan karena diberikan predikat kota paling makmur se-Indonesia dari DPP REI dan ada 6 indikator terhadap kota besar di Indonesia. Jadi apa program dan kebijakan yang diambil jajaran bapak wali kota dan seluruh Pemkot Denpasar dinilai orang lain, tentu jadi semangat kami juga bagaimana untuk menata kota ini dan pelayanan dengan Sewaka Darma sehingga keinginan untuk mewujudkan kota sejahtera akan makin baik," ujar Dewa.
Dewa juga senang kebijakan publik yang dihasilkan Denpasar juga dinilai positif. Misalnya saja soal pembatasan kantong plastik hingga pelarangan iklan rokok.
"Legislasinya peraturan-peraturan yang kita buat seperti dengan pengurangan kantong plastik itu jadi menambah kredit poin bahwa kebijakan ini pro lingkungan juga produk lainnya. Pelarangan iklan rokok, kemudian kesetaraan, inklusivitas sosial, membangun beberapa sekolah autis, Rumah Berdaya itu program dan apa yang kita lakukan ternyata Denpasar yang paling bagus makanya beberapa ada penilaian seperti kota sehat dan kota nyaman, tapi tahu-tahu kita diberi penghargaan," paparnya.
Dari survei Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) ada enam indikator City Prosperity Index (CPI) yang diukur untuk menentukan kemakmuran suatu kota. Di antaranya produktivitas, pembangunan infrastruktur, kesetaraan dan inklusivitas sosial, kualitas hidup, keberlanjutan lingkungan, serta legislasi dan postur kelembagaan kota.
Denpasar sebagai kota paling makmur di Indonesia memperoleh skor 60,2% yang artinya masih masuk dalam kategori moderately solid. Belum ada kota-kota di Indonesia yang masuk pada kategori solid dan very solid.
Sementara Jakarta, menduduki peringkat ke-10. Skor yang didapat ibu kota Indonesia ini hanya 55%.