Senin, 23 Desember 2019

Bulan Oktober, ke Festival Bahari Raja Ampat Cuma Rp 5 Juta

Pasca kerusuhan di Papua Barat, kini wilayah tersebut mulai bangkit kembali. Traveler pun bisa datang ke festival bahari Raja Ampat dengan biaya cuma Rp 5 Juta.

Kementerian Pariwisata baru saja meluncurkan 2 acara yang masuk dalam Calendar of Events Papua Barat. Yakni Festival Seni Budaya Raja Ampat yang akan digelar pada 7-11 Oktober 2019 mendatang di Manokwari dan Festival Pesona Bahari Raja Ampat yang berlangsung pada 18-22 Oktober 2019 mendatang di Pantai Waisai Torang Cinta (WTC).

Bagi para traveler yang ingin menjelajah Papua Barat khususnya Raja Ampat, ada penawaran menarik dari Ethnic Journey by G Tour. Dalam rangka acara Festival Bahari Raja Ampat, ada penawaran menarik untuk perjalanan tanggal 18-23 Oktober 2019 mendatang.

Selama 6 hari 5 malam, traveler akan memulai perjalanan dari Sorong menuju Waisai. Kemudian akan melihat opening ceremony Festival Bahari Raja Ampat, Mayalibit Trip, ke Piaynemo dan berbagai pulau lain di sekitarnya.

Traveler juga bisa melihat wild life activities, water activites dan island hopping. Untuk harganya dimulai dari Rp 5,3 jutaan per pax dengan maksimal grup 10 orang. Untuk informasi lebih lanjut, traveler bisa menuju ke website resmi G-Tour.

Selain itu, Raja Ampat juga memiliki sejumlah spot wisata menarik. Seperti Wayag yang ikonik atau Piaynemo tempat yang pernah dikunjung Jokowi. Traveler juga bisa pergi ke Arborek, desa wisata yang dihuni warga lokal.

Bahkan, di Sorong pun traveler bisa menikmati kuliner lezat. Yakni berbagai seafood segar yang beragam. Yuk, coba jelajahi Papua Barat khususnya Raja Ampat!

Mengenal Nondoi, Tradisi Adat Berbalut Mistis di Ibu Kota Baru

Meski nanti akan jadi ibu kota baru, Penajam Paser Utara masih memegang tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Salah satunya Nondoi yang berbau mistis.

Penajam Paser Utara bersama dengan Kutai Kartanegara sudah ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebagai ibu kota baru menggantikan Jakarta. Nantinya kedua kota ini akan jadi pusat pemerintahan yang modern.

Meski modernitas sebentar lagi akan menghampiri, Penajam Paser Utara masih melestarikan tradisi yang sudah diwariskan selama turun temurun. Salah satunya adalah Nondoi, yang setiap tahun sebagai festival adat.

Tim Jelajah Ibu Kota Baru detikcom bertemu dengan Helena, Kepala Seksi Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Penajam Paser Utara (PPU). Helena yang juga Kepala Adat Dayak menceritakan kepada kami soal tradisi Nondoi yang digelar setiap tahun ini.

"Nondoi adalah ritual adat tertua suku Paser. Setiap tahun digelar, sudah jadi acara tahunan. Tahun ini digelar bulan Oktober besok, rencananya akan digelar 12 hari 12 malam," terang Helena.

Dilihat dari sisi sejarah, upacara Nondoi pertama kali dilaksanakan oleh Nalau Raja Tondoi, salah satu raja di Kesultanan Paser tempo dulu. Dalam acara Nondoi akan ada ritual yang disebut Belian.

"Belian itu sendiri dalam kosa kata kami, berasal dari kata Beli artinya dalam bahasa Paser itu taring. Kemudian kosa kata kedua itu Kelian. Kelian itu bahasa kami untuk sembuh, mampu bangkit. Nah kalau diterjemahkan, Beli dan Kelian jadi Belian artinya Taring yang bisa menyembuhkan," imbuh Paidah Riansyah, Ketua Laskar Pertahanan Adat Penajam Paser Utara.

Ritual Belian dipimpin oleh Mulang alias dukun adat. Dalam rangkaian prosesi Belian, sang Mulung (Dukun Belian) akan mengenakan taring, sabang sambit namanya. Selain taring, Mulung juga mengenakan gelang kuningan bernama gitang.

Gitang kuningan ini berat sekali, lebih dari 2 kg per gelangnya. Masing-masing di tangan Mulang, ada 2 gelang kuningan tadi. Gelang ini harus masuk seluruhnya ke tangan Mulang, jika tidak masuk maka ritual tersebut tidak direstui oleh leluhur.

Banyak Kecelakaan di Nusa Penida & Nusa Lembongan, Harus Bagaimana?

Maraknya turis asing yang mengalami kecelakaan hingga tewas di Nusa Penida dan Nusa Lembongan jadi sorotan himpunan pramuwisata Indonesia (HPI). Apa katanya?

Ketua HPI I Nyoman Nuarta mengusulkan adanya moratorium alias penutupan sementara ke kawasan wisata itu sampai infrastruktur penunjang selesai dibangun.

"Terkait dengan persoalan matinya warga negara asing di kawasan pantai memang harus segera dilakukan moratorium terkait dengan persoalan yang ada di Nusa Penida, Ceningan, dan Lembongan. Kami mengusulkan agar ada satu badan atau otoritas yang punya kewenangan mengendalikan tata kelola pariwisata yang ada di laut Nusa Penida," kata Nuarta saat dihubungi wartawan, Rabu (8/9/2019).

Nuarta mengusulkan perlu adanya pengawasan zona darat dan laut di tiga nusa tersebut. Dia berharap pemda Klungkung membentuk suatu badan untuk menata kedua zonasi tersebut.

"Jadi agar zona laut ini bisa berjalan efektif dalam sisi pengawasan terhadap masyarakat yang bergerak di bidang pariwisata di sana.Juga membangun kesadaran bagi SDM yang ada di tiga nusa tersebut. Kemudian, dibentuk oleh Pemda Klungkung yang memberikan kewenangan atau diskresi kepada badan ini untuk mengendalikan tata kelola di zonasi laut," urainya.

Nuarta mengatakan saat ini obyek wisata Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan memang populer di kalangan wisatawan mancanegara. Hanya saja menurutnya infrastruktur hingga penegakan hukum masih belum siap menampung kunjungan wisatawan yang ada.

"Saya melihat seakan-akan tiga nusa ini ada kekagetan ketika didatangi wisatawan berbondong-bondong ke sana. SDM belum siap, infrastruktur ikutannya belum ada, pengawasan belum efektif, law enforcement nggak jelas, semua dijalankan secara konvensional," paparnya.

"Misal persoalan yang kemarin (speedboat tenggelam) bagaimana ansuransinya, tercover nggak?," lanjut Nuarta.

"Artinya banyak hal yang harus dibenahi. Persiapan zonasi di tiga nusa ini tak terencana dari awal, saya juga berharap ada satu blue print yang jelas di mana perusahaan bisa bergerak, hotel didirikan. Zonasi ini harus disesuaikan dengan yang ada di Klungkung," sambung Nuarta.

Dia juga menyoroti perbedaan antara balawista (badan penyelamat wisata tirta) di Klungkung dengan balawista di Pantai Kuta. Menurutnya balawista di Klungkung masih kurang sigap.

"Di sana tak seperti di Kuta, di tiga nusa ini tak berjalan efektif. Kalaupun ada pemahaman juga belum punya pengalaman mahir, bagaimana tata cara penyelamatan manakala ada persoalan di laut. Ini keterlambatan bantuan misalnya balawista ini harus jadi garda terdepan. Harus ada zonasi mana yang dilarang dan mana yang boleh," cetusnya.

Nuarta pun meminta Pemda Klungkung untuk mulai membuat zonasi bagi wisatawan, dan memasang rambu-rambu peringatan atau bendera sebagai penanda. Dia berharap usulan ini bisa dipertimbangkan demi keselawatan wisatawan.

"Tolong inventaris dulu tempat-tempat yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, buat sign atau peringatan/pengumuman atau bendera merah-kuning sebagai tanda. Ini kecil tapi pubya arti luar biasa, contohnya di Nusa Dua ada bendera-benera," paparnya.

"PR ini buat Pemda Klungkung, kalau dibiarkan terus nanti citra Bali tak hanya Klungkung saja, implikasinya kepada pariwisata Bali secara menyuluruh soal safety dianggap serampangan," pesan Nuarta.

Kecelakaan di kawasan obyek wisata tersebut di antaranya turis jatuh karena terlalu asyik selfie hingga tenggelam di kawasan Devil's Tear, Nusa Penida, Nusa Lembongan. Dalam pekan ini ada tiga turis asing yang meninggal karena kecelakaan saat liburan di obyek tersebut yakni wanita asal Brasil Caval Heir O Biron (48), pria asal Afrika Selatan Victor Johannes Allers (43), dan terakhir turis asal Malaysia Shahfulnizam bin Jamaludin (40).

Biron dan Allers tewas dalam setelah kapal yang ditumpanginya dihantam ombak di perairan Devil's Tears, Senin (16/9). Kemudian Shahfulnizam tewas tenggelam saat berenang di Pantai Diamond, siang tadi.