Sabtu, 04 Januari 2020

Fashion Show Anak-anak Papua Sambut Festival Lembah Baliem 2019

Momen sehari menyongsong Festival Budaya Lembah Baliem (FBLB) 2019, dimanfaatkan Pemkab Jayawijaya untuk menyambut para tamu undangan dalam sebuah Gala Dinner, Selasa (6/8).

Acara yang berlangsung di Gedung Aithousa Bethelem, Wamena ini sekaligus untuk memperkenalkan kuliner khas daerah setempat. Serta menampilkan tarian budaya dan fashion show dengan pakaian berbahan Noken.

Pada Gala Dinner ini, tamu undangan bisa menikmati sajian kuliner tradisional Wamena. Seperti keladi, ubi ungu, kukus belanga, daun bingga, dan buah merah.

Bupati Jayawijaya Jhon Richard Banua mengatakan, FBLB adalah festival tertua di tanah Papua. Kegiatan ini secara terus menerus memberikan perhatian kepada pelestarian seni budaya lokal, khususnya di Kabupaten Jayawijaya.

FBLB 2019 juga dilaksanakan dalam rangka menyambut HUT RI ke-74 yang dirangkai dengan berbagai kegiatan. Baik festival seni budaya, parade budaya maupun upacara bendera pada tanggal 17 Agustus mendatang.

"Festival Budaya Lembah Baliem sudah memasuki tahun ke-30. Dalam kegiatannya, akan dihadirkan cerita tentang kehidupan masyarakat Jayawijaya di masa lampau. Khususnya saat perang suku yang disebabkan masalah-masalah sosial antara anggota masyarakat," ujarnya.

Kehadiran FBLB secara perlahan telah membentuk pola pikir dan pola tindak masyarakat pribumi, untuk hidup dalam kehidupan sosial saat ini. Masyarakat semakin beradab dan berusaha meninggalkan budaya perang suku karena memiliki dampat buruk terhadap kehidupan sosial.

"Untuk tetap dapat menjaga nilai-nilai kebudayaan tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Jayawijaya menyelenggarakan Festival Budaya Lembah Baliem setiap tahun. Tujuannya, agar generasi muda dapat menjadikan event ini sebagai wahana belajar seni budaya di tanah Papua," bebernya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani mengatakan, FBLB 2019 akan berlangsung tanggal 7-10 Agustus. Saat ini, festival tersebut telah menjadi ikon pariwisata Papua di mata dunia. Beragam pertunjukan yang ditampilkan dijamin akan membuat wisatawan terpukau, sekaligus terhibur dengan kekuatan seni budaya yang mengakar kuat di tengah masyarakat.

"Pada FBLB 2019, wisatawan bisa menikmati atraksi kolosal perang-perangan, tari-tarian tradisional, dan seni merias tubuh dengan aksesoris. Ada pula pertunjukan alat musik tradisional seperti pikon dan witawo, atraksi memasak tradisional yakni bakar batu, dan lain-lain," urainya.

Selain atraksi pertempuran antarsuku, puncak FBLB 2019 juga akan dimeriahkan dengan pesta babi yang dimasak di bawah tanah, diiringi musik dan tarian tradisional khas Papua. Seperti tahun sebelumnya, FBLB 2019 diprediksi bakal menyedot banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, Indonesia memang kaya dengan seni budaya. Sebab, negara ini didiami banyak sekali etnis atau suku bangsa. Khusus Papua, sejak dulu sangat menarik karena memiliki tradisi unik yang tidak ditemukan di daerah lain. Keindahan alam Papua juga masih terjaga, sehingga banyak wisman yang berkunjung ke sini.

"Atraksi budaya selalu menarik untuk disimak. Bahkan, budaya menjadi salah satu magnet terkuat dalam mendatangkan wisatawan ke Indonesia. Melalui festival semacam ini, kita bisa belajar banyak tentang seni budaya nusantara," ungkapnya.

Aruh Garau, Upacara Adat Suku Dayak Meratus Sebelum Panen

Suku Dayak Meratus menggelar upacara adat Aruh Garau sebelum panen. Upacara ini digelar 3 kali dalam setahun.

Saat berkunjung ke Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya wisatawan akan mengunjungi pasar terapung di Lok Baintan. Ini tidaklah mengherankan karena sebagai kota 1.000 sungai, pasar terapung adalah budaya berumur ratusan tahun yang tetap eksis sampai saat ini dan telah menjadi tujuan utama wisata.

Namun sebenarnya masih banyak hal yang bisa kita lihat di Kalimantan Selatan, masyarakat Dayak contohnya di kawasan pegunungan Meratus yang berjarak sekitar 200 kilometer lebih atau 6 jam lebih perjalanan melalui darat tinggalah masyarakat Dayak Meratus yang memiliki budaya yang menarik.

Saat berkunjung ke Kalimanta Selatan Kami bertemu rekan seorang fotogafer dan traveller bernama mas nasrudin Ansori menurutnya malam nanti akan ada upacara Aruh Ganau yaitu upacara adat dayak meratus untuk memohon kepada Penguasa Alam agar hasil panen padi berhasil, upacara ini dilangsungkan 3 kali dalam setahun dan waktunya berubah mengikuti awal penanaman padi.

Untuk itu sejak pagi hari kami meninggalkan kota Banjarmasin menuju ke daerah Loksado tempat masyarakat Dayak meratus tinggal. Sama seperti suku Dayak lainnya mereka penganut ajaran Kaharingan yang merupakan agama asli masyarakat Dayak.

Dalam perjalanan menuju Loksado kami melewati Kota kecil bernama Kandangan yang terkenal dengan kulinernya bernama ketupat Kandangan, bahan baku ketupat kandangan adalah ketupat, ikan haruan( (gabus) disiram kuah santan sehingga menghasilkan rasa yang gurih dan lezat.

Menjelang maghrib akhirnya kami tiba di loksado ternyata seluruh kamar di wisma Loksado dan penginapan lainnya telah terisi sempat bingung juga mau tidur dimana malam ini untungnya disaat itu Pak Nasrudin ansori berbicara dengan Pimpinan hasser Indonesia Bapak Eddy Tramanto apakah kami dapat bergabung dengan rekan Hasser yang lain malam ini Beliau mempersilahkan dan jadilah kami bergabung dengan Pak Nasrudin Ansori dan 2 rekan dari Hasser Indonesia

Setelah makan malam kami bersiap melihat upacara adat Aruh Ganau yang diadakan di rumah adat Manutoi dari Dayak Meratus dengan menggunakan 4 motor dan 4 driver kami berlima berangkat.jalan menuju ke tempat acara menanjak, bergelombang, berbatu dan aspal mengelupas dan melewati jembatan kayu sehingga beberapa kali kami harus turun dulu dari motor saat mendaki dan menurun baru naik lagi bahkan beberapa kali nyaris slip.akhirnya kami tiba di Rumah Adat Manutoi tempat berlangsungnya upacara.

Rumah Adat manutoi berbentuk panggung dan panjang dan luas sehingga bisa ditempati beberapa keluarga ketika kami tiba seluruh persiapan telah selesai dilakukan dimana di tengah-tengah ruangan dibangun balai dan sesaji diletakkan di sana tapi upacara belum dimulai Warga Dayak Meratus segala usia berkumpul di sana. Sambil menunggu acara dimulai kami berbicara dengan warga Dayak Meratus.

Perbincangan kami meliputi adat, budaya, kepercayaan, pendidikan dan hubungan mereka dengan alam kami mendapat kesan positif dimana Masyarakat dayak Meratus adalah masyarakat yang terbuka, menghormati tamu dan pendatang dan selaras dengan alam.

Inilah saat yang ditunggu mulainya upacara para pemuka adat dan orang yang dituakan dimana seluruhnya laki-laki mengucapkan mantera dan mengelilingi balai diiringi tabuhan musik. Upacara aruh Ganau berlangsung pagi hari karena paginya kami hendak bamboo rafting dan trekking jam 24.00 WITA kami mohon diri dan kembali ke penginapan.