Minggu, 12 Januari 2020

Siapa yang Tak Kangen Naik Gunung Papandayan?

Jawa Barat punya banyak bentangan alam yang indah. Salah satunya Gunung Papandayan, yang selalu bikin rindu.

Minggu lalu, rasa penat sudah menyelimuti saya, istri dan teman kerja. Seperti biasa, rencana matang disiapkan untuk traveling singkat ini. Hari yang dinanti pun tiba.

Berangkat dari Pasar Rebo Jakarta pukul 22.00, kami naik bus Karunia Bakti jurusan Singaparna. Tidak perlu khawatir, bus ini akan singgah masuk ke terminal Garut yang menjadi tujuan kami. Dengan biaya Rp 52 ribu, bus ini sangat saya rekomendasikan. Perjalanan dirasa cukup panjang, namun ada fasilitas film dan AC yang membuat kami cukup nyaman dan sesekali terlelap dari macetnya jalur tersebut.

Tiba di Garut pukul 04.00 WIB, kami tidak terburu-buru. Segelas teh hangat dan beberapa gorengan kami pilih sebagai isi waktu dan perut. Selepas Subuh, kami langsung ditawari angkutan umum jurusan Cisurupan dengan harga Rp 25 ribu. Sepakat, dan pukul 05.30 WIB kami berangkat. 1 Jam perjalanan dengan kondisi jalan yang cukup terbilang bagus.

Sesampainya di Cisurupan, beberapa orang langsung berlari menghampiri kami, mereka sangat mengerti jika Weekend adalah waktu pendaki banyak datang ke daerah tersebut. Tawar-menawar pun terjadi, dengan harga Rp 25 ribu kami naik ojek untuk ke pintu pendakian Gunung Papandayan. Hanya butuh 25 menit, jalan menanjak dan berliku sangat seru, ketimbang menunggu losbak dan beberapa pendaki lain hingga penuh.

Membayar biaya masuk untuk datang ke kawasan wisata ini per orang 30 ribu. Jika hendak bermalam, tambahan biaya harus kalian keluarkan sebesar Rp 35 ribu. Ini harga untuk wisatawan lokal, jangan tanya harga mancanegara, berkali lipat.

Lanjut untuk registrasi pendakian dan lapor jumlah pendaki, setelahnya kami kembali menikmati teh hangat sambil memastikan tidak ada yang kurang sebelum trekking.

Pukul 08.30 WIB kami bergegas, pagi itu terbilang sepi untuk sebuah kawasan wisata. Langkah demi langkah santai sambil sesekali bercengkerama untuk menutupi napas yang mulai tak beraturan iramanya. Tapi tenang, jalur Papandayan terbilang landai. Beberapa pos kami lewati sambil mengambil sejumlah jepretan untuk kami abadikan.

Selama trekking kalian akan banyak menemukan ojek ataupun grup motor trail ke arah atas. Mungkin ada pro dan kontra pastinya dari hal tersebut, ya anggap saja sebagai pembeda dari gunung lainnya. Tak terasa 2,5 jam kami berjalan santai, tiba juga di Pos pendakian Ghober Hoet. Setelah lapor dan banyak mendapatkan informasi, kami memilih untuk bertendaan disini.

Selain pos lapor pendakian, mushola, toilet, dan warung di Ghober Hoet. Kami agak bergeser sedikit untuk mendapatkan spot terbaik saat matahari terbit esok. Buka tenda, masak omelette ala pendaki dan menyesap coklat hangat kami jadikan acara siang itu. Hingga tak terasa terlelap dalam kantuk yang menghinggapi kami.

Malam tiba, suasana ternyata menjadi lebih ramai. Beberapa tenda berdampingan dengan tenda kami. Beberapa lainnya pun sudah membuat api unggun. Sudah lama rasanya dingin ini tak kami rasakan.

Pukul 19.00 kami membuat shabu sebagai makan malam. Sesekali lepas dari kata "gembel" pendaki boleh lah. Beberapa bahan makanan yang sudah tak beku dan beberapa bumbu kami masukkan. Wah hangat dan lezat terasa sambil ditemani jutaan bintang karena langit sangat cerah.

Obrolan santai dan serius tentang kehidupan sebagai isi dalam tenda malam itu. Semakin larut, badan ini butuh rebahan walau alas semakin dingin kami rasakan. Terlelap.

Pukul 04.00 sudah ramai suara diluar tenda yang hendak melihat guratan warna oranye dari langit timur. Indah memang, terbayar peluh yang menetes kemarin siang berjalan. Semua tumpah dalam keceriaan.

Pukul 08.00 kami membuat sandwich sebagai menu sarapan, dan pukul 09.30 WIB kami sudah bersiap turun dengan melewati Pondok Saladah serta Hutan Mati. Sesekali mengambil foto, sayang drone yang saya mainkan kemarin baterainya habis duluan. Terus turun, tak terasa kami sudah tiba di pintu pendakian dengan waktu 2 jam.

Berbeda saat naik, kondisi kawasan parkir di hari minggu sangat penuh. Beberapa plat dari luar daerah justru yang menjadi pengisi tempat tersebut. Singkat memang, namun cukup membuat kami bugar sebelum memulai hari dengan rutinitas Jakarta.

Apakah kalian tertarik?

Indahnya Negeri Para Dewa, dari Athena Sampai Santorini

- Yunani, si Negeri Para Dewa sungguh memesona. Dari Athena sampai Santorini, bikin jatuh cinta!

Siapa yang belum pernah mendengar nama negara Yunani atau Greece dalam bahasa Inggrisnya? Really? Jika kalian percaya kalian adalah traveler sejati yang belum sempat menginjakkan kaki di sana, Yunani seharusnya ada di dalam bucket list kalian. Trust me!

Secara geografis, negara Yunani terletak di Eropa Selatan dan berbatasan dengan Albania, Republik Makedonia dan Bulgaria di bagian utara dan di bagian timur, berbatasan dengan Turki. Karena Yunani adalah salah satu anggota negara-negara Uni Eropa dan termasuk dalam daftar negara negara-negara visa Schengen, traveler yang sudah memiliki visa tersebut tidak perlu repot-repot lagi mengurus visa ekstra.

Beberapa maskapai penerbangan memiliki rute Jakarta - Athena atau Denpasar - Athena. Seandainya kalian sudah berada di Eropa, perjalanan menuju Athena juga bisa ditempuh dari kota-kota besar di Eropa. Harga tiket pesawat antar kota di Eropa tidak begitu mahal, khususnya jika memakai jasa low cost airlines seperti saya.

Saya menghabiskan waktu selama sepuluh hari untuk melakukan perjalanan yang dulunya saya pikir tidak akan mungkin terjadi ini. Perjalanan dimulai dengan 3 hari di kota Athena dan sisanya saya habiskan di gugusan pulau Cyclades yang berada di bagian selatan Yunani.

Salah satu obyek wisata yang tidak boleh dilewatkan selama di Athena adalah Acropolis, bagian kota Athena yang paling tinggi dimana situs bersejarah kuil Parthenon berada. Kuil Parthenon itu sendiri selesai dibangun pada tahun 438 SM dan dipersembahkan untuk Dewi Athena. Mungkin kebanyakan dari kalian sudah pernah menonton film Hollywood yang berlatar belakang kuil tersebut.

Berhubung saya tidak memiliki banyak waktu dan dana juga pas-pasan, saya hanya bisa mengunjungi tiga pulau di gugusan pulau Cyclades yang terdiri dari 220 pulau besar dan kecil. Dua pulau yang paling terkenal adalah Mykonos dan Santorini. Saya lebih menyukai tempat yang sepi dan yang masih alami. Karena itu saya memilih pulau Paros dan Sifnos.

Namun saya tidak sanggup menghapus Santorini dari daftar 'belanjaan' saya karena pulau ini terlalu indah untuk dilewatkan begitu saja meskipun banyak turis berseliweran di mana-mana, terutama turis-turis manca negara yang traveling dengan kapal pesiar. Perjalanan menuju ke gugusan pulau Cyclades bisa ditempuh dengan pesawat dari Athena ke Santorini atau ke Mykonos.

Dari sana pelancong bisa naik ferry kalau masih mau mengunjungi pulau-pulau yang lain. Saya memilih opsi lain, yang lebih ekonomis tentunya. Saya naik ferry dari pelabuhan Piraeus yang masih merupakan bagian dari kota Athena. Tergantung tujuannya, perjalanan dengan ferry memakan waktu 3 jam ke atas. Sekedar perbandingan, ferry dari Piraeus sampai Santorini = 8 jam karena posisi pulau Santorini yang berada jauh di selatan.

Saya sangat menikmati pemandangan alam di pulau Paros dan Sifnos. Jika kalian hobi berenang di laut lepas seperti saya, laut Aegea adalah tempatnya. Airnya berwarna biru turquoise dan lumayan hangat selama bulan Juni sampai Oktober.

Setiap pulau memiliki pesona tersendiri dan Santorini adalah 'the best of the best'. Yang pasti ada begitu banyak lokasi yang sangat instagramable. Oh ya gaes, selama di Yunani, jangan lupa mencicipi masakan khasnya, terutama moussaka yang terbuat dari terung. Grilled octopus juga menjadi menu utama di banyak restoran. Sekarang saya akan baca mantra-mantra supaya semua yang membaca artikel ini bisa ikut kecipratan rejeki jalan-jalan ke Yunani.