Senin, 16 Maret 2020

Menikmati Sup Kaledo Khas Palu di Jakarta

Sup Kaledo adalah kuliner khas Kota Palu yang unik karena makannya pakai sedotan untuk menyeruput sumsumnya. Kalau mau, di Jakarta juga ada kok.

Rasa penasaran kami dengan Sup Kaledo berawal dari gagalnya menikmati Kaledo di kota asalnya Palu, saat menjadi relawan gempa di Palu, Sigi dan Donggala. Sampai berakhirnya tugas kami di Palu, Sigi dan Donggala kami belum kesampaian mencicipi bagaimana lezatnya Kaledo. Apalagi teman saya dr Adi seperti ada rasa yang tertinggal di Palu. Ada sedikit rasa kecewa kembali ke Jakarta belum dapat mencicip kuliner khas Palu.

Pada akhirnya, dengan bantuan internet, saya dan dr.Adi berselancar mencari rumah makan yg menjual Kaledo di Jakarta. Kami pun mendapatkan rumah makan yang dimaksud. Berada di bilangan Jakarta Selatan, tidak jauh dari kantor. Di Jl. Pengadegan Barat Raya No 26, RT 12/RW 7, Pengadegan, Pancoran, Kota Jakarta Selatan. Tidak perlu berpikir lama saya dan dr Adi dengan jasa taksi online segera menuju lokasi.

Kami pun sampai di lokasi, tempatnya sederhana dan cukup bersih. Ada beberapa pengunjung yang sedang menikmati Kaledo. Saya dan dr Adi memilih meja di pojok. Tidak perlu menunggu lama, ibu penjual langsung mendatangi kami. Menanyakan menu apa yang kami pilih. Sudah jelas kami datang ke sini untuk makan apa. Jadi nggak pusing lagi pilih menu apa. Langsung saja dua porsi Kaledo dan es pisang ijo jadi pilihan kami.

Beberapa menit menunggu, pesanan kami pun datang. Langsung kami santap. Hmmm...laziz! Nggak salah Kaledo jadi salah satu kuliner khasnya Palu. Sup sumsum kaki, supnya tidak terlalu kental karena tidak pakai santan. Jadi rasa supnya ringan, dagingnya benar-benar terasa.

Ada yang unik cara menikmati sup ini, kami harus menggunakan sedotan untuk menyeruput sumsum tulangnya. Sruput.... mak nyusss!

Selesai menikmati supnya, es pisang ijo jadi menu penutup yang pas, segar. Tapi untuk es kacang ijonya ini, sepertinya sirupnya sedikit kurang kental tapi tetap maknyuss.

Tentang penjual, ternyata pemiliknya ini memang asli orang Palu lho, namanya pak Hamid Lamando. istrinya Ibu Widarti yang asli orang Jawa. Harga per porsi, lumayan terjangkau. Rp 28.000 untuk Kaledo dan Rp 17.000 untuk es pisang ijo.

Sangat direkomendasikanlah dan bisa jadi pilihan bagi yang penasaran kuliner khas Palu di Jakarta. Terima kasih sudah mengobati rasa penasaran saya dan teman saya dr Adi.

1 Speed Boat Hilang di Raja Ampat Ditemukan, Mesin Raib

Kasus speed boat wisata Raja Ampat yang hilang menemukan titik terang. Speed boat ditemukan, tapi mesinnya hilang.

Yayu Yuniar, co-founder dan pemilik Pearl of Papua mengatakan bahwa 1 speed boatnya telah ditemukan di Kabupaten Sorong. Tepatnya, pada Jumat minggu lalu.

"Saya mendapat laporan dari staf bahwa badan speed ditemukan pada tanggal 4 Januari, tanpa mesin, sudah dipreteli, tanpa peralatan lain seperti tangga atau alat komunikasi, sedangkan 1 speed boat lain belum ditemukan," ujarnya saat dihubungi detikTravel, Selasa (8/1/2019).

Yayu menjelaskan, kapal tersebut ditemukan di Sebelah Utara Pulau Soop, kemudian dibawa oleh Polisi Air Sorong untuk penyelidikan lebih lanjut.

"Speed boat yang ditemukan dibawa Polisi Air Sorong sebagai barang bukti untuk proses penyelidikan," tambahnya.

Namun Yayu menjelaskan, ia berniat untuk mengambil speed boat tersebut. Ini untuk mengakomodir kebutuhan wisatawan saat high season.

"Ingin menemui Polair, karena operasional kita membutuhkan keberadaan speed boat tersebut. Kita ada tamu non-stop di Raja Ampat. Bulan Januari-April high season buat kami," paparnya.

Kini, Yayu sedang menemui polisi dan asosiasi operator kapal. Sebelumnya, hal tersebut juga dialami oleh operator lain, Ocean Rover di dekat Pulau Mioskon, Raja Ampat. Operator tersebut kehilangan 2 speed boat yang berhasil ditemukan, namun mesin dan isinya juga sudah raib diduga dicuri.

Angin Segar Bagi Bandara Banyuwangi dari Sektor Pariwisata

Sektor pariwisata nyatanya mengingkatkan jumlah kunjungan penumpang di Bandara Banyuwangi. Itu pun diapresiari oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya.

Aksesibilitas udara Kabupaten Banyuwangi semakin mumpuni. Hal ini dibuktikan dengan tingginya pergerakan penumpang di Bandara Internasional Banyuwangi (BWX). Selama 2018 lalu, penumpang bandara yang berada di Desa dan Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi, meningkat 92%.

Di balik peningkatan tersebut, sektor pariwisata yang menunjang semakin ramainya bandara berkonsep hijau pertama di Indonesia itu.

"Selain bisnis, sektor pariwisata yang menunjang banyaknya okupansi penumpang di Bandara Internasional Banyuwangi," ujar Anton Marthalius, Eksekutif General Manager Bandara Internasional Banyuwangi kepada detikTravel, Selasa (8/1/2019).

Pertumbuhan signifikan BWX tak pelak membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya pun bahagia. Kerja kerasnya yang ikut mendorong BWX berkembang pesat terbayar sudah. Sedari awal Menpar Arief memang memprediksikan BWX akan menjadi tourism hub airport bagi wilayah sekitar Banyuwangi.

"Pengembang pariwisata itu tak lepas dari integritas antar daerah. Kelancaran aksesibilitas menjadi kuncinya. Ini yang terus kita dorong untuk mengembangkan pariwisata di daerah sekitar Banyuwangi," ujar Menpar Arief Yahya dalam siaran pers yang diterima detikTravel.

Potensi Bandara Internasional Banyuwangi untuk mendulang banyak penumpang memang sangat besar. Terlebih, bandara ini telah memiliki rute internasional.

"Bandara Internasional Banyuwangi telah melayani penerbangan langsung ke Malaysia. Dan inilah momen untuk memaksimalkan potensi pariwisata Banyuwangi. Momen untuk menonjolkan keramahan Banyuwangi," jelasnya.

Mantan Dirut PT Telkom itu menilai, Banyuwangi memiliki banyak destinasi yang bisa dijual untuk mendatangkan wisatawna mancanegara.

"Ada Kawah Ijen, Taman Nasional Baluran, Pulau Merah, dan masoh banyak lagi. Itu semua potensi yang harus dimaksimalkan," paparnya.

Sementara itu Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyambut antusias dengan peningkatan signifikan Bandara Internasional Banyuwangi. Ini menjadi pemicu semangat bagi Banyuwangi menyediakan destinasi dan atraksi wisata.

"Kami semakin semangat. Ini ikhtiar kami dalam mewujudkan bandara sebagai hub dan akses masuk ke Banyuwangi. Wisatawan semakin meningkat," ujarnya kepada detikTravel.

Selain itu, hadirnya BWX menjadi berkah bukan saja bagi Banyuwangi tetapi juga wilayah sekitarnya. Manfaat keberadaannya tidak hanya dirasakan oleh warga Banyuwangi saja. Melainkan warga Jember, Bondowoso, Situbondo dan Bali Barat.

"Bandaranya telah menjadi hub bagi wilayah sekitar. Keberadaannya memberikan manfaat secara luas. Sekaligus mengangkat sektor pariwisata. Ini merupakan kerja keras seluruh stakeholder yang ada," ujarnya.

PT Angkasa Pura II (Persero) mencatat jumlah pergerakan penumpang di bandara paling ujung Timur Pulau Jawa ini mencapai 366.155 penumpang di tahun 2018. Padahal di tahun 2017 bandara ini hanya melayani 190.369 penumpang.

Torehan positif tidak hanya dibukukan oleh peningkatan jumlah penumpang. Jumlah aktivitas pesawat di BIB juga terkatrol naik. Pada tahun 2017 bandara ini tercatat melayani 2967 pergerakan pesawat. Sementara di tahun 2018, naik menjadi 4782 pergerakan pesawat. Maskapai yang hadir pun kini semakin banyak. Mulai dari Batik Air, Citilink, Nam Air, Garuda Indonesia hingga Wings Air.

Bukan itu saja, berbagai fasilitas tambahan membuat BIB semakin mumpuni. Apalagi BIB kini telah dilabeli sebagai bandara internasional. Mulai dari perluasan Appron dari 3 Parking Stand (PS) atau parkir pesawat menjadi 9 PS. Selain itu ada juga penguatan PCN (Pavement Clasification Number) RunWay dari 37 ke 56. Sehingga secara otomatis dapat didarati pesawat A-320.