Senin, 18 Mei 2020

Apa Sih Herd Immunity Corona?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tak merekomendasikan setiap negara yang menerapkan herd immunity dan melonggarkan lockdown . Sebab menurut WHO herd immunity dan melonggarkan lockdown bukanl cara yang tepat untuk memutus penyebaran COVID-19 atau corona.
Dikutip dalam Euronews, herd immunity adalah konsep dalam epidemiologi yang menggambarkan bagaimana orang secara kolektif dapat mencegah infeksi jika beberapa persen populasi memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.

WHO menilai cara mendapat herd immunity dengan pembiaran masyarakat tertular oleh virus corona sebagai hal yang berbahaya.

Berikut seputar herd immunity corona yang dilansir dalam Business Insider (16/05/2020):
1. Puluhan Ribu Meninggal, 5 Persen yang Kebal
Penelitian di Spanyol dan Perancis menunjukkan bahwa tidak lebih dari 5 persen dari populasi tersebut telah mengembangkan antibodi COVID-19.

William Hanage, seorang ahli epidemiologi di Harvard mengatakan,"Wabah besar dan kematian yang berlebihan tidak menghasilkan herd immunity yang bermakna."

Di Amerika Serikat, hampir 85.000 orang yang meninggal, prospek kekebalan massal tidak lebih baik. Pada bulan April, sebuah peneliti di Santa Clara Country, California memperkirakan bahwa antara 2,5 persen dan 4,2 persen penduduk di sana memiliki antibodi.

Sebuah penelitian di Los Angeles Country membuat perkiraan serupa yaitu 2,8 persen menjadi 5,6 persen "seroprevalensi" yang merupakan istilah untuk presentase orang yang memiliki antibodi di dalam darah mereka.

Sebuah studi antibodi New York menemukan bahwa 13,9 persen dari penduduk negara bagian New York telah terinfeksi dengan virus Corona. Di New York City, seroprevalensi setinggi 21,2 persen tetapi itu diantara orang yang mencari tes (berarti mereka mungkin mengira tubuhnya memiliki gejala). Ini masih jauh dari angka 50-70.

Hal ini bukan pertanda baik bagi bagian lain Amerika Serikat, yang belum menghadapi gelombang infeksi yang menghancurkan seperti menewaskan 27.500 orang di New York.

2. Manusia Bukan Ternak (Herd)
Bahkan Swedia yang tidak melakukan lockdown dan membiarkan hidup normal, tampaknya tidak memiliki kekebalan tubuh.

Badan Kesehatan Publik Swedia sendiri memperkirakan paling tidak sekitar seperempat populasi Stockholm mungkin kontak dengan COVID-19. Lebih dari 3500 orang telah meninggal di negara itu dan lebih dari 12 persen kasus yang dikonfirmasi.

"Manusia bukanlah ternak (herds), dan lagi pula konsep herd immunity biasanya digunakan untuk menghitung berapa banyak orang yang perlu divaksinasi dan populasi untuk menghasilkan efek itu," ujar Mike Ryan, direktur eksekutif WHO.

3. Vaksin, Cara Terbaik untuk Herd Immunity

Sebuah komunitas atau negara dapat mencapai kekebalan imunitas melalui vaksinasi. Sampai vaksin tersedia secara luas, para ahli merekomendasikan untuk memonitor virus melalui pengujian luas dan pelacakan kontak, kemudian mengisolasi orang yang terinfeksi dan siapa saja yang berhubungan dengan mereka.

Pemerintah mungkin juga perlu menutup kembali bisnis dan memberlakukan kembali pembatasan jika infeksi virus terjadi dan jumlahnya melampaui kapasitas rumah sakit.

"Proporsi yang sangat rendah dari orang yang telah diuji memiliki bukti antibodi," ujar Maria Van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO.

"Kami masih harus menempuh jalan panjang dengan virus ini, karena virus karena virus ini sangat mungkin dapat menginfeksi lebih banyak orang lagi," pungkas Kerkhove.

Herd immunity coronavirus diyakini sebagian besar ilmuwan, dapat terjadi bila sekitar 65 persen hingga 75 persen dari populasi telah terinfeksi.


Achmad Yurianto (Yuri), selaku juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 mengisyaratkan Indonesia tidak akan menerapkan Herd Immunity. "Herd immunity itu kalau di text book ada, tapi di kita siapa yang memakai? Kalau herd immunity maka kenapa harus ada PSBB?."

Yuri menambahkan Herd Immunity itu hanya hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang akan hidup dan yang tidak kuat akan mati. " Kalau seperti itu ngapain pemerintah dari awal capek-capek mengurus ini semua? Biarkan saja kalau yang masih hidup maka itu nanti yang akan melanjutkan. Itu namanya herd immunity. Kalau kita mau membiarkan herd immunity, ngapain kita berlelah-lelah membikin gugus tugas dan segala macamnya?" tutur Yurianto kepada detikNews (14/05/2020) lalu.

Lewat Hamster, Ilmuwan Buktikan Efektivitas Masker Cegah Virus Corona

Anjuran memakai masker kini hampir diterapkan di seluruh dunia untuk mencegah penularan virus Corona COVID-19. Terkait hal tersebut, sekelompok ilmuwan Hong Kong berusaha membuktikan efektivitas masker lewat eksperimen dengan hamster.
Dr Yuen Kwok-yung dari Hong Kong University menyebut masker bedah dapat membantu mengurangi risiko penularan sampai 50 persen.

Peneliti mengetahuinya setelah bereksperimen dengan 52 hamster dalam tiga skenario. Tiap skenario memiliki hamster yang telah disuntikkan virus Corona COVID-19 lalu kandangnya ditempatkan bersebelahan dengan kandang hamster sehat di ruangan bersirkulasi udara.

Skenario pertama kandang hamster yang terinfeksi diberi partisi berbahan sama seperti masker bedah, skenario kedua kandang hamster sehat yang diberi partisi, dan skenario ketiga kandang ditempatkan tanpa partisi sama sekali. Menurut Dr Yuen skenario ini bisa mewakili kondisi di populasi manusia.

Hasilnya 10 dari 15 hamster sehat dalam skenario kandang yang sama sekali tak memakai partisi masker bedah terbukti positif terinfeksi dalam waktu seminggu. Sementara pada skenario kandang hamster sakit diberi partisi hanya ada dua dari 12 hamster yang akhirnya jatuh sakit.

Angka hewan yang jatuh sakit meningkat menjadi empat dari 12 ketika partisi masker bedah dipakai di kandang hamster sehat.

"Dalam eksperimen yang kami lakukan, sangat jelas menunjukkan ketika hamster atau manusia yang terinfeksi memakai masker, mereka bisa melindungi orang lain. Ini hasil terkuat yang bisa kami peroleh," kata Dr Yuen seperti dikutip dari SCMP, Senin (18/5/2020).

"Transmisi virus bisa berkurang sampai 50 persen ketika masker bedah digunakan, terutama pada individu yang terinfeksi," lanjutnya.

Peneliti juga menemukan hamster yang disuntik virus langsung memiliki gejala lebih parah daripada hamster yang terinfeksi lewat jalur udara.

Apa Sih Herd Immunity Corona?

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tak merekomendasikan setiap negara yang menerapkan herd immunity dan melonggarkan lockdown . Sebab menurut WHO herd immunity dan melonggarkan lockdown bukanl cara yang tepat untuk memutus penyebaran COVID-19 atau corona.
Dikutip dalam Euronews, herd immunity adalah konsep dalam epidemiologi yang menggambarkan bagaimana orang secara kolektif dapat mencegah infeksi jika beberapa persen populasi memiliki kekebalan terhadap suatu penyakit.

WHO menilai cara mendapat herd immunity dengan pembiaran masyarakat tertular oleh virus corona sebagai hal yang berbahaya.

Berikut seputar herd immunity corona yang dilansir dalam Business Insider (16/05/2020):
1. Puluhan Ribu Meninggal, 5 Persen yang Kebal
Penelitian di Spanyol dan Perancis menunjukkan bahwa tidak lebih dari 5 persen dari populasi tersebut telah mengembangkan antibodi COVID-19.

William Hanage, seorang ahli epidemiologi di Harvard mengatakan,"Wabah besar dan kematian yang berlebihan tidak menghasilkan herd immunity yang bermakna."

Di Amerika Serikat, hampir 85.000 orang yang meninggal, prospek kekebalan massal tidak lebih baik. Pada bulan April, sebuah peneliti di Santa Clara Country, California memperkirakan bahwa antara 2,5 persen dan 4,2 persen penduduk di sana memiliki antibodi.

Sebuah penelitian di Los Angeles Country membuat perkiraan serupa yaitu 2,8 persen menjadi 5,6 persen "seroprevalensi" yang merupakan istilah untuk presentase orang yang memiliki antibodi di dalam darah mereka.

Sebuah studi antibodi New York menemukan bahwa 13,9 persen dari penduduk negara bagian New York telah terinfeksi dengan virus Corona. Di New York City, seroprevalensi setinggi 21,2 persen tetapi itu diantara orang yang mencari tes (berarti mereka mungkin mengira tubuhnya memiliki gejala). Ini masih jauh dari angka 50-70.

Hal ini bukan pertanda baik bagi bagian lain Amerika Serikat, yang belum menghadapi gelombang infeksi yang menghancurkan seperti menewaskan 27.500 orang di New York.