Begitu banyak kepanikan yang terjadi akibat wabah virus corona COVID-19, mulai dari memborong masker, hand sanitizer, sembako hingga tisu toilet. Tak hanya di Indonesia, kepanikan ini pun terjadi di berbagai negara lainnya.
Mengutip dari CNN, psikolog klinis dari University of British Columbia, Steven Taylor mengatakan ada 3 alasan mengapa seseorang bisa melakukan 'panic buying' saat menghadapi suatu ancaman global.
1. Merasa penanganan tak sebanding dengan ancaman
Dibandingkan dengan pandemi H1N1, respon global terhadap COVID-19 terlalu berlebihan sehingga menimbulkan kepanikan yang meluas di berbagai negara.
"Di satu sisi dapat dimengerti, tetapi di sisi lain itu berlebihan," kata Taylor.
Menurutnya COVID-19 merupakan penyakit jenis baru dan masih banyak yang belum diketahui tentang virus ini sehingga membuat orang menjadi takut. Ketika seseorang mendengar adanya suatu ancaman serius, tetapi bisa dicegah dengan hal yang biasa itu akan menimbulkan suatu konflik batin di dalam dirinya.
"Ketika orang diberitahu ada sesuatu yang berbahaya akan datang, tetapi yang perlu dilakukan hanyalah mencuci tangan, tentu itu tampak tidak sebanding dengan ancaman itu," ucap Taylor.
"Bahaya khusus membutuhkan tindakan pencegahan khusus," lanjutnya.
2. Panic buying bisa menular
Berbondong-bondong pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dan persediaan agar bisa bertahan hidup selama berhari-hari di dalam rumah, tentu akan menimbulkan efek panik kepada orang-orang di sekitarnya.
"Orang-orang itu adalah makhluk sosial. Kami saling mencari isyarat apa saja yang aman dan berbahaya, dan ketika kamu melihat seseorang di toko sedang melakukan panic buying, itu dapat menyebabkan efek seperti rasa takut yang menular," jelas Taylor.
3. Ingin mempersiapkan diri
Mantan Presiden American Psychological Association, Frank Farley mengatakan COVID-19 telah menciptakan suatu kecemasan berlebih sehingga setiap orang merasa perlu bertahan hidup di dalam rumah agar bisa selamat dari penyakit ini.
"COVID-19 sedang melahirkan semacam psikologi survivalist, di mana kita harus hidup sebanyak mungkin di rumah dan dengan begitu kita harus menyimpan berbagai macam persediaan," kata Farley.
Di Tengah Ancaman Corona, Boyolali Alami Peningkatan Kasus DBD
Kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Boyolali mengalami peningkatan. Data di Dinas Kesehatan Boyolali, terdapat 426 kasus laporan penyakit dugaan DBD, namun yang dinyatakan positif 28 kasus.
"Di bulan Januari (2020) 8 kasus, di bulan Februari sampai sekarang 20 kasus. Kalau laporan yang masuk ke kami ada 426 kasus," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Boyolali, Sherly Jeane Kilapong Senin (9/3/2020).
Dijelaskan dia, data sebanyak 426 kasus laporan dari rumah sakit-rumah sakit di Boyolali tentang pasien yang didiagnosa awal menderita DBD tersebut kemudian ke aplikasi e-DBD. Kemudian muncul yang positif DBD sebanyak 28 kasus.
"Laporan dari rumah sakit ini murni laporan dari mereka, masuk ke aplikasi sudah sesuai dengan petunjuk, bagaimana untuk mendiagnosa DBD, karena DBD menegakkan diagnosa itu harus berdasarkan gejala klinis dan laboratorium. Kalau tidak sesuai kemungkinan itu bukan DBD. Bisa saja virus yang lainnya atau penyakit yang lainnya yang gejala klinisnya hampir sama," terangnya.
Kasus DBD, menurut dia, paling banyak terjadi di Kecamatan Nogosari sebanyak 6 kasus. Kemudian Kecamatan Mojosongo juga 6 kasus, Kecamatan Simo 5 kasus, Kecamatan Gladagsari 3 kasus.
Diakui Sherly, kasus penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aigypti di Boyolali saat ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu. Di tahun 2019 lalu, terdapat 443 kasus, satu pasien meninggal dunia. Namun di tahun 2019 belum ada aplikasi e-DBD, sehingga masih berdasarkan laporan dari pihak rumah sakit.
Pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk. Membersihkan tempat-tempat yang bisa digunakan nyamuk bertelur dan hidup.
"Kami sudah membuat surat edaran ke Puskesmas dan Camat untuk melakukan kegiatan PSN plus," tandasnya.
Sementara terpisah Direktur RSUD Pandan Arang Boyolali, Siti Nur Rokhmah Hidayati, mengungkapkan pasien DBD yang dirawat di rumah sakit Pandan Arang juga mengalami peningkatan saat ini. Terdapat 42 pasien DBD.
"Iya, untuk jumlah pasien DBD mengalami peningkatan," katanya.
https://kamumovie28.com/cast/sugar-lyn-beard/