Hoax seputar virus corona yang beredar di Indonesia semakin meresahkan. Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat ada 179 jenis hoax seputar virus corona hingga 9 maret 2020.
Ratusan hoax yang tersebar di masyarakat Indonesia dianggap menggangu ketertiban umum dan meresahakan. Bahkan Kominfo telah menyeret lima kasus hoax seputar virus corona ke ranah hukum.
"Kasusnya karena kebangetan karena mendesain, ingin menciptakan suasana tidak kondusif, ya kita langsung proses," ujar Direktur Jendral Aplikasi dan Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
Menurutnya, banyak kasus hoax yang menyebar di Indonesia dikaitkan dengan berbagai hal, salah satunya mengenai hal mistik.
"Terkait disinformasi, ada juga beberapa dikaitan dengan hal-hal mistik, selain itu dikaitkan juga dengan illuminati," Ujar Samuel Abrijani, Senin (9/3/2020).
Psikolog dari Personal Growth, Ratih Ibrahim mengatakan ada banyak cara untuk tidak langsung percaya dengan hoax yang berhubungan virus corona salah satunya adalah cek kembali data yang didapat.
"Pertama, harus cek data, verify datanya, datanya harus dari sumber yang terpercaya. Sumber yang terpercaya adalah berasal dari otoritas dari Pemrpov minimal. Lalu untuk hotline-nya dari KSP (Kantor Staf Presiden) bisa hubungi 119," kata Ratih, Senin (9/3/2020).
Kenapa Virus Corona Memicu 'Panic Buying'? Ini Alasannya Menurut Psikolog
Begitu banyak kepanikan yang terjadi akibat wabah virus corona COVID-19, mulai dari memborong masker, hand sanitizer, sembako hingga tisu toilet. Tak hanya di Indonesia, kepanikan ini pun terjadi di berbagai negara lainnya.
Mengutip dari CNN, psikolog klinis dari University of British Columbia, Steven Taylor mengatakan ada 3 alasan mengapa seseorang bisa melakukan 'panic buying' saat menghadapi suatu ancaman global.
1. Merasa penanganan tak sebanding dengan ancaman
Dibandingkan dengan pandemi H1N1, respon global terhadap COVID-19 terlalu berlebihan sehingga menimbulkan kepanikan yang meluas di berbagai negara.
"Di satu sisi dapat dimengerti, tetapi di sisi lain itu berlebihan," kata Taylor.
Menurutnya COVID-19 merupakan penyakit jenis baru dan masih banyak yang belum diketahui tentang virus ini sehingga membuat orang menjadi takut. Ketika seseorang mendengar adanya suatu ancaman serius, tetapi bisa dicegah dengan hal yang biasa itu akan menimbulkan suatu konflik batin di dalam dirinya.
"Ketika orang diberitahu ada sesuatu yang berbahaya akan datang, tetapi yang perlu dilakukan hanyalah mencuci tangan, tentu itu tampak tidak sebanding dengan ancaman itu," ucap Taylor.
"Bahaya khusus membutuhkan tindakan pencegahan khusus," lanjutnya.
2. Panic buying bisa menular
Berbondong-bondong pergi ke supermarket untuk membeli berbagai macam kebutuhan dan persediaan agar bisa bertahan hidup selama berhari-hari di dalam rumah, tentu akan menimbulkan efek panik kepada orang-orang di sekitarnya.
"Orang-orang itu adalah makhluk sosial. Kami saling mencari isyarat apa saja yang aman dan berbahaya, dan ketika kamu melihat seseorang di toko sedang melakukan panic buying, itu dapat menyebabkan efek seperti rasa takut yang menular," jelas Taylor.
3. Ingin mempersiapkan diri
Mantan Presiden American Psychological Association, Frank Farley mengatakan COVID-19 telah menciptakan suatu kecemasan berlebih sehingga setiap orang merasa perlu bertahan hidup di dalam rumah agar bisa selamat dari penyakit ini.
"COVID-19 sedang melahirkan semacam psikologi survivalist, di mana kita harus hidup sebanyak mungkin di rumah dan dengan begitu kita harus menyimpan berbagai macam persediaan," kata Farley.
https://kamumovie28.com/cast/glenn-d-bridges/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar