Angka penularan virus Corona masih meningkat setiap harinya. Saat ini lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia terinfeksi COVID-19. Meski tak dapat dipungkiri ratusan ribu nyawa melayang akibat penyakit ini, masih ada yang berhasil sembuh dari COVID-19.
Waktu pemulihan dari virus Corona akan bergantung pada seberapa parah infeksinya. Beberapa orang akan sembuh dengan cepat, tapi di beberapa kelompok lain gejalanya bisa bertambah parah.
Usia, jenis kelamin, dan riwayat atau kondisi masalah kesehatan dapat menjadi faktor yang menentukan jangka waktu sembuh dari virus Corona. Semakin banyak perawatan yang dibutuhkan maka semakin lama masa pemulihannya.
Pasien gejala ringan
Dikutip dari BBC, sebuah analisis dari pasien COVID-19 di China oleh Orgganisasi Kesehatan Dunia (WHO) kira-kira butuh 2 pekan bagi pasien dengan gejala ringan untuk pulih.
Gejala ringan yang dimaksud seperti demam, lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien juga mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan mulai secara bertahap.
Pasien gejala sedang-berat
Namun penyakit ini bisa menjadi serius bagi sebagian orang yang terjadi kira-kira 7-10 hari setelah infeksi. Bernapas jadi sulit dan merasa sesak.
Pada tahap ini, beberapa pasien akan mengalami gejala sedang ke berat. Bagi pasien dengan gejala tersebut, rentang waktu pemulihan sekitar 3-6 pekan.
Pasien kritis
Tapi ada juga pasien yang memerlukan bantuan oksigen hingga dirawat di unit perawatan intensif. Di fase ini, akan butuh waktu sedikit lebih lama bagi pasien untuk sembuh.
WHO memperkirakan satu dari 20 orang yang terinfeksi COVID-19 akan memerlukan perawatan intensif seperti memakai ventilator.
Dr Alison Pittard, Dekan Fakultas Kedokteran Perawatan Intensif, mengatakan perlu waktu 12 hingga 18 bulan untuk kembali normal setelah menjalani perawatan kritis.
Hal ini dikarenakan berbaring di ranjang rumah sakit dalam waktu yang cukup lama akan membuat seseorang kehilangan massa otot sehingga beberapa pasien membutuhkan penanganan fisioterapis agar bisa berjalan lagi.
Tapi tentunya hal ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa pasien menghabiskan waktu yang relatif singkat di ICU dan lainnya bisa berminggu-minggu.
Peringatan BPOM RI: Dexamethasone Bukan untuk Cegah COVID-19!
Obat 'dewa' dexamethasone tengah jadi buah bibir setelah terbukti efektif menurunkan angka kematian pada pasien virus Corona COVID-19 yang menggunakan ventilator. Namun diingatkan, obat ini bukan untuk pencegahan.
Peringatan tersebut disampaikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Ditegaskan, dexamethasone adalah obat golongan steroid dan merupakan obat keras, sehingga hanya bisa digunakan dengan resep dan dalam pengawasan dokter.
"Deksametason tidak dapat digunakan untuk pencegahan COVID-19," tulis BPOM RI dalam keterangan tertulisnya.
Beberapa efek samping dexamethasone jika digunakan tanpa indikasi medis antara lain:
Menurunkan daya tahan tubuh
Meningkatkan tekanan darah
Diabetes
Moon face (wajah membulat)
Masking effect
Dan efek samping lainnya yang berbahaya.
Ditegaskan pula, hingga saat ini belum ada obat yang secara spesifik digunakan untuk COVID-19, walaupun ebberapa obat telah digunakan untuk penanganan penyakit ini sebagai obat uji.
Dalam penelitian di Oxford University, penggunaan dexamethasone menunjukkan penurunan angka kematian pada pasien COVID-19 berat yang menggunakan ventilator. Obat ini tidak bermanfaat pada kasus ringan dan tidak dirawat di rumah sakit.
https://indomovie28.net/breaker/