Diberlakukannya masa transisi PSBB menjadikan beberapa orang sudah mulai beraktivitas seperti biasanya. Mulai kegiatan perkantoran hingga penggunaan transportasi umum yang sudah ramai dipadati penumpang.
Meski begitu, protokol jaga jarak sepertinya tidak selalu diperhatikan sebagian warga, sebab seringkali terlihat penumpukan warga di tempat umum seperti saat kegiatan car free day (CFD) ataupun saat antre di stasiun KRL.
Pada hari Minggu (21/6/2020) lalu, viral video pesepeda di sekitar Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, penuhi jalanan saat diizinkan CFD pertama pada masa transisi PSBB.
Meskipun diperbolehkan berolahraga di luar ruangan atau outdoor, masyarakat diimbau tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker dan berjaga jarak.
Pantauan detikcom beberapa waktu lalu, petugas di kawasan Bundaran HI membubarkan warga yang berkerumun, selain itu menegur yang tidak memakai masker. Hal ini dilakukan demi mencegah penularan virus Corona.
"Tidak boleh untuk berkerumun, makanya anggota saya tadi saya suruh muter dulur" kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Jakarta Pusat, Bernard Tambunan, saat ditemui detikcom pada Minggu (7/6/2020) lalu.
"Takutnya nanti tidak disiplin, kita tidak terlalu euforia menganggap ini sudah bebas semua padahal belum, takutnya nanti melonjak terlau tinggi kasus COVID-19, kita balik lagi ke PSBB," lanjutnya.
Pun demikian, beberapa orang juga mengaku bukan mereka tak ingin jaga jarak. Ada beberapa kondisi di mana melakukan social distancing memang terlampau sulit, seperti di transportasi umum.
"Gimana mau jaga jarak. Kalau di busway meski udah penuh tetap aja masuk orang-orangnya. Petugas juga ngebiarin," tutur Nindy, seorang pengguna Transjakarta.
Hal ini juga dirasakan oleh penumpang KRL, Ardi, yang sehari-hari harus berangkat dari stasiun Rawa Buntu menuju Gondangdia. Meski saat berangkat masih sepi, di stasiun transit Tanah Abang, banyak orang memaksa untuk masuk meski petugas menghalau.
"Kita tuh anak KRL seperti dipaksa menerima semuanya. Sekedar tes suhu abal-abal aja kita terima. Susah juga jaga jarak, toh orang yang naik emang buru-buru makanya maksa. Udah nggak peduli," ucap Ardi.
Tak hanya di transportasi umum, ada juga yang mengaku sulit menerapkan social distancing saat berada di pasar tradisional. Diceritakan oleh Zahra, ia sampai tak mau lagi ke pasar karena banyaknya orang membuatnya takut.
"Pernah sekali (ke pasar), tapi nggak mau lagi karena astaga orang-orang tuh kayak masuk aja jadi penuh. Akhirnya aku pulang lagi. Takut," kenang Zahra.
Permintaan Meningkat, WHO Tegaskan Dexamethasone Bukan Pencegah Corona
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melihat adanya peningkatan permintaan dexamethasone di pasar. Hal ini menyusul berita studi awal menemukan bukti dexamethasone bisa mengurangi tingkat kematian pada pasien Corona COVID-19 dengan gejala parah atau kritis.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan bahwa dexamethasone bukan obat pencegah Corona. Selain itu tidak ada bukti bahwa dexamethasone bisa bermanfaat bila dikonsumsi oleh pasien dengan gejala ringan hingga sedang.
"WHO menekankan dexamethasone hanya diberikan dalam pengawasan ketat pada pasien COVID-19 dengan gejala parah atau kritis. Tidak ada bukti bahwa obat ini efektif bila diberikan pada pasien dengan gejala ringan atau sebagai upaya pencegahan, karena malah bisa menimbulkan efek samping berbahaya," ujar Tedros seperti dikutip dari halaman resmi WHO, Selasa (23/6/2020).
Meski permintaan meningkat, suplai dexamethasone seharusnya tidak menjadi masalah besar karena ini termasuk ke jenis obat murah yang sudah lama diproduksi massal. Hanya saja Tedros mengingatkan agar kualitas produksi tetap dijaga dan waspada terhadap oknum yang membuat produk palsu.
"Beruntung ini adalah obat murah dan di dunia ada banyak produsen dexamethasone, yang kami yakin dapat meningkatkan produksi," kata Tedros.
https://cinemamovie28.com/star/atsuhiro-inukai/