Pusat dan Pengendalian Pencegahan Penyakit AS (CDC) pastikan virus COVID-19 bisa menular lewat udara usai menemukan beberapa bukti kasus beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, CDC sempat memperbaharui pedomannya terkait penularan virus COVID-19 lewat udara namun disebut salah posting. Kini panduan terbaru menyebut bahwa virus COVID-19 bisa bertahan di udara bahkan hingga beberapa jam.
"Beberapa infeksi bisa menyebar lewat paparan virus dalam droplet dan partikel kecil yang bisa bertahan di udara selama beberapa menit hingga beberapa jam," tulis CDC dalam unggahan bertanggal 5 Oktober 2020 lalu.
"Virus tersebut bisa menginfeksi orang dalam jarak lebih dari 6 kaki (1,8 meter) dari orang yang terinfeksi setelah orang tersebut meninggalkan ruangan," lanjutnya.
CDC pun menyebut ada sejumlah bukti penularan terjadi pada jarak lebih dari enam kaki. Penularan ini pun terjadi pada ruangan yang tertutup dengan ventilasi yang tidak baik. Droplet terbentuk ketika seseorang yang terinfeksi bernyanyi atau saat olahraga.
Sementara itu, untuk penularan virus yang menempel di permukaan benda ini disebut lebih jarang terjadi. Meski demikian, tetap dimungkinkan seseorang terinfeksi virus COVID-19 lewat menyentuh benda-benda yang terkontaminasi virus lalu memegang hidung, mulut, atau mata.
https://cinemamovie28.com/criminal-activities/
Malaysia Masuk Gelombang Ketiga COVID-19, Apa yang Terjadi?
Malaysia mengumumkan negaranya tengah memasuki gelombang ketiga COVID-19. Ada 354 kasus baru COVID-19 yang tercatat di Malaysia pada Jumat (9/10/2020).
"Kami sekarang telah memasuki gelombang ketiga COVID-19," sebut Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan Noor Hisham Abdullah mengatakan dalam sebuah postingan Facebook pada hari Kamis, dikutip dari Channel News Asia.
Dari lebih 300 kasus baru COVID-19 yang dilaporkan, dua di antaranya merupakan kasus impor. Sementara itu kasus baru lain adalah penularan lokal, demikian keterangan Kemenkes Malaysia.
Umumnya kasus baru COVID-19 terkait dengan wilayah Sabah yaitu sebanyak 274 kasus. Kasus baru COVID-19 lainnya dilaporkan terjadi di Selangor, Kedah, Sarawak, Kuala Lumpur, Pulau Pinang, Johor, Terengganu, Negeri Sembilan, Putrajaya, Perak dan Labuan.
Apa yang terjadi di Malaysia?
Dikutip dari South China Morning Post, pihak Malaysia menyebut lonjakan kasus COVID-19 kembali terjadi karena adanya klaster migran yang tertahan di Sabah. Pada 7 September lalu, Kementerian Kesehatan mencatat 62 kasus yang dilaporkan, tertinggi sejak 4 Juni dari klaster migran Sabah.
Namun, pemilu di Sabah pada 26 September, dan kampanye pemilu sebelumnya, juga dinilai sebagai pemicu gelombang baru COVID-19.
Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin mengakui bahwa pemungutan suara di Sabah adalah faktor lonjakan virus Corona terbaru, tetapi dia juga menilai kegiatan ini tidak dapat dihindari. Namun, tetap saja hal ini menuai banyak komentar dari para kritikus.
Kegiatan kampanye yang dilakukan dinilai telah menyebabkan lonjakan infeksi COVID-19. Salah satunya terlihat dari sebaran gambar di media sosial yang menunjukkan kandidat dan pejabat kampanye terkadang memakai masker di bawah dagu.
Selain itu, 6 kasus kematian COVID-19 baru tercatat di Sabah. Total kematian akibat COVID-19 dilaporkan sebanyak 152 kasus.
Berdasarkan laporan worldometers pada Sabtu (10/20/2020), Malaysia mencatat 14.722 kasus COVID-19. Malaysia berada di peringkat ke 31 di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak.