Satgas COVID-19 tengah melakukan tracing di kalangan massa Habib Rizieq Shihab. Serangkaian tes akan dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan penularan virus Corona.
Tes dan tracing bisa dilakukan dengan berbagai metode. Bisa menggunakan RT PCR, rapid test, hingga swab antigen, masing-masing memiliki tingkat akurasi masing-masing. Namun, hingga saat ini RT PCR menjadi satu-satunya tes COVID-19 yang diyakini memiliki akurasi tinggi dibanding tes lainnya.
Seperti yang dijelaskan dr Thyrza Laudamy Darmadi SpPK, spesialis patologi klinik dari RS Pondok Indah (RSPI) Bintaro Jaya, RT PCR mendeteksi materi genetik virus. Hal itulah yang membuat RT PCR memiliki akurasi tinggi mendeteksi COVID-19.
"Kalo dibandingkan PCR dan antigen, itu yang lebih baik adalah PCR, karena kenapa, karena si PCR itu mendeteksi dari materi genetiknya virus itu sedangkan kalo antigen nya ini hanya protein nya aja," ujar dr Thyrza saat ditemui detikcom di RSPI Bintaro Jaya, Jumat (20/11/2020).
Berikut jenis tes virus Corona dengan tingkat akurasinya.
1. RT PCR
RT PCR merupakan singkatan dari Real Time Polymerase Chain Reaction. Tes ini dilakukan dengan mengambil lendir hidung dan tenggorokan atau biasa disebut tes swab.
Menurut dr Thyrza, RT-PCR memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi. Hal ini disebabkan RT-PCR mendeteksi dari materi genetik virus.
2. Swab Antigen atau Rapid Swab
Antigen adalah jenis tes virus Corona dengan metode pengambilan sampel swab. Cara kerja antigen dengan mendeteksi protein nukleokapsid virus SARS CoV 2 penyebab COVID-19. Untuk jenis tes ini, lebih baik diperiksa pada minggu pertama (< 7 hari) dari gejala.
3. CLIA (Chemi Luminescent Immuno Assay)
CLIA atau biasa disebut dengan tes serologi, merupakan tes virus Corona dengan menggunakan mesin imunologi. Tes ini dinilai lebih akurat dibandingkan dengan rapid test antibodi.
"Nah berdasarkan British Medical Journal itu akurasinya lebih tepat yang CLIA dibandingkan yang rapid, ini yang rapid ini false result nya bisa sekitar sampe 30-35 persen sedangkan kalau yang CLIA ini false resultnya 2 persen gitu, seperti itu," ujar dr Thyrza.
4. Rapid test antibodi
Jenis tes menggunakan teknik pengambilan darah untuk mendeteksi virus. Hasil tes ini tidak memerlukan waktu lama yaitu sekitar 15-30 menit. Namun rapid test antibodi memiliki tingkat akurasi yang rendah.
"Karena saya sering menemukan banyak, ya adalah itu, yang sesuai dengan British Medical Journal itu, jadi ketika dia di rapid ini hasilnya positif, dikonfirmasi ke CLIA, di sini reaktif di sini non reaktif, jadi memang banyak perancunya sih menurut saya kalau rapid," tambahnya.
https://kamumovie28.com/movies/black-and-blue/
Seberapa Sering Laki-laki Harus Ejakulasi?
Ejakulasi atau keluarnya sperma dari penis diklaim punya manfaat bagi kesehatan pria. Ejakulasi dapat terjadi ketika melakukan seks maupun melakukan masturbasi.
Proses dari ejakulasi juga tak sederhana, ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama, diperlukan adanya rangsangan seksual. Rangsangan ini yang kemudian mengirim sinyal ke sumsum tulang belakang dan otak melalui saraf.
Respons tersebut akan di membuat testis mengeluarkan sperma yang dialirkan ke uretra di bagian bahwa penis. Setelah itu, kelenjar prostat akan memproduksi semen atau air mani agar sperma lebih mudah bergerak dan terdorong keluar. Otot-otot penis yang mendorong sperma tersebut dan terjadilah ejakulasi.
Seberapa sering seharusnya sperma dikeluarkan dari tubuh?
Pria biasanya menghasilkan 1.500 sperma tiap detiknya. Maka dalam sehari, pria dapat menghasilkan hingga jutaan sel sperma. Dikutip dari survei yang dilakukan oleh Mera Family Doctor dengan menanyakan kepada dokter mengenai berapa kali idealnya sperma dikeluarkan dari tubuh, ditemukan bahwa dokter menganjurkan untuk mengeluarkan sperma paling baik 1 kali dalam 3 hari. Beberapa dokter lainnya menyarankan untuk melakukan ejakulasi sebanyak 2-3 kali seminggu dan 12 sampai 15 kali perbulan.
Hal ini dianjurkan karena ejakulasi memiliki manfaat yang banyak bagi tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa kadar testosteron meningkat pada saat ejakulasi. Selain meningkatkan libido seks, tingkat testosteron yang tinggi dalam tubuh berdampak pada penguatan otot dan anti-penuaan.
Namun para dokter lebih menyarankan untuk melakukan ejakulasi ketika melakukan seks dibandingkan masturbasi. Masturbasi menyebabkan gesekan pada pori-pori dan kulit penis yang dapat memicu iritasi dan cedera pada penis.
Lama tak ejakulasi ternyata dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi tubuh. Dikutip dari Healthline, sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2016 menemukan bahwa lama atau jarang ejakulasi pada usia 20 sampai 40 tahun, berisiko terkena kanker prostat.