Sabtu, 20 Maret 2021

COVID-19 Diprediksi Jadi Penyakit Musiman, Ini Kata PBB

  Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan Corona akan berkembang menjadi penyakit musiman. Namun, mereka memperingatkan bahwa pelonggaran tindakan terhadap pandemi tidak bisa hanya berdasarkan pada faktor meteorologi semata.

Setelah lebih dari setahun virus Corona pertama kali muncul di China, banyak misteri yang masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.


Dalam laporan pertamanya, tim ahli mencoba menjelaskan salah satu misteri tersebut dengan memeriksa potensi pengaruh meteorologi dan kualitas udara pada penyebaran virus Corona. Mereka menemukan beberapa indikasi penyakit tersebut akan berkembang menjadi ancaman musiman.


Tim Organisasi Meteorologi PBB yang beranggotakan 16 orang menunjukkan bahwa infeksi virus pernapasan seringkali bersifat musiman. Khususnya pada puncak musim gugur-dingin untuk influenza dan musim dingin untuk virus Corona di daerah iklim sedang.


"Ini memicu prediksi bahwa, jika terus berlanjut selama bertahun-tahun, COVID-19 akan terbukti menjadi penyakit musiman yang kuat," tulis dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari The Straits Times, Jumat (19/3/2021).


Selain itu, studi pemodelan mengantisipasi bahwa penularan virus SARS-CoV-2 bisa menjadi musiman seiring waktu. Tetapi, dinamika penularan COVID-19 sejauh ini lebih banyak dipengaruhi intervensi pemerintah, seperti wajib menggunakan masker dan pembatasan perjalanan daripada cuaca.


Hal ini membuat tim tugas bersikeras bahwa cuaca dan kondisi iklim saja tidak boleh menjadi rujukan untuk melonggarkan pembatasan COVID-19.


"Pada tahap ini, bukti tidak mendukung penggunaan faktor meteorologi dan kualitas udara sebagai dasar bagi pemerintah untuk melonggarkan tindakan untuk mengurangi transmisi," jelas ketua tim tugas Ben Zaitzchik dari departemen ilmu bumi dan planet di Universitas John Hopkins, Amerika Serikat.


Zaitzchik menunjukkan bahwa selama tahun pertama pandemi, infeksi di beberapa tempat meningkat pada musim panas. Dan sampai saat ini belum ada bukti bahwa kondisi seperti itu tidak bisa terjadi lagi di tahun mendatang.


Menurut para ahli yang berfokus pada meteorologi luar ruangan dan kondisi kualitas udara, penelitian laboratorium telah memberikan beberapa bukti bahwa virus bisa bertahan lebih lama pada cuaca dingin dan kering, serta saat ada radiasi ultraviolet yang rendah.


Namun, masih belum jelas apakah pengaruh meteorologi bisa berdampak pada tingkat penularan dalam kondisi dunia nyata. Mereka juga menyoroti bahwa bukti soal dampak kualitas udara pada virus tetap 'tidak meyakinkan'.


Ada beberapa bukti awal yang menyatakan bahwa kualitas udara yang buruk bisa meningkatkan tingkat kematian COVID-19. Tetapi, polusi tidak secara langsung berdampak pada penurunan SARS-CoV-2 melalui udara.

https://trimay98.com/movies/say-i-love-you-2/


Kemenkes Perkirakan Vaksinasi COVID-19 untuk Umum Mulai Mei-Juni


 Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia sudah dimulai sejak Januari 2021 untuk kelompok prioritas, seperti tenaga kesehatan, pemberi layanan publik, hingga lansia. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memprediksi vaksinasi COVID-19 untuk masyarakat umum paling cepat dimulai bulan Mei-Juni 2021.

Juru bicara program vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa setidaknya sudah ada sekitar 12 juta dosis vaksin yang didistribusikan ke seluruh daerah di Indonesia. Vaksin-vaksin tersebut sampai saat ini masih diperuntukkan kelompok prioritas.


"Untuk masyarakat umum kita tahu vaksinasi ini kemungkinan paling cepat bulan Mei dan Juni. Setelah kita menyelesaikan vaksinasi untuk seluruh lansia di atas 60 tahun dan seluruh pemberi layanan publik," kata dr Nadia dalam dialog virtual Forum Merdeka Barat 9 di YouTube, Jumat (19/3/2021).


"Karena di sini ada target kurang lebih 38 juta untuk sasaran tahap kedua," lanjutnya.


Data dari Kementerian Kesehatan menyebut saat ini baru sekitar 6.900 orang dari kelompok lansia yang sudah mendapat dosis lengkap vaksin COVID-19. Sementara untuk pemberi layanan publik ada sekitar 720.000 yang sudah mendapat dosis lengkap vaksin.


dr Nadia mengimbau agar anggota keluarga turut membantu para lansia mendaftarkan diri agar segera mendapat vaksin.


"Kami mengharapkan karena ini ada proses registrasi yang harus ditempuh, untuk usia di atas 60 tahun bisa dibantu keluarga terdekat. Kedua RT/RW setempat juga bisa membantu proses vaksinasi terutama saat registrasi," pungkasnya.

https://trimay98.com/movies/say-i-love-you/

Orang Indonesia Disebut Jarang Gosok Gigi Selama Pandemi, Ini Bahayanya

 Selama pandemi COVID-19, orang Indonesia disebut malah semakin malas menyikat gigi. Sistem Work from Home membuat banyak orang menyepelekan pentingnya sikat gigi. Tak lain, karena tak banyak berinteraksi tatap muka dengan orang lain.

Menurut Head of Sustainable Living Beauty & Personal Care and Home Care Unilever Indonesia Foundation, drg Ratu Mirah Afifah, GCClindent, MDSc, setahun pandemi membuat masyarakat semakin melek soal pentingnya kesehatan fisik dan mental.


Namun ia menyayangkan, 50 persen responden survei mengaku malas menyikat gigi. Padahal, mulut adalah "pintu gerbang" masuknya kuman dan virus penyebab penyakit.


"Sebelum pandemi, orang kurang memperhatikan. Tapi ketika pandemi, lebih berat lagi. Sudah 1 tahun pandemi menyebabkan permasalahan di kesehatan gigi dan mulut. Hasil di Indonesia menunjukkan, 73 persen mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut," ujarnya, Jumat (19/3/2021).


Menurut dr Mirah, masalah yang paling sering muncul setahun terakhir ini adalah mulut kering, bau mulut (halitosis), gusi berdarah saat sikat gigi, dan nyeri pada gigi dan gusi.


Dipaparkannya, 30 persen responden mengaku pernah melewati 1 hari penuh tanpa menyikat gigi.


Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) Dr drg R.M Sri Hananto Seno, SpBM(K). MM menambahkan, jika gigi tidak disikat selama 24 jam, akan terjadi fermentasi mikroorganisme di plak gigi. Hal inilah yang menyebabkan peradangan pada gusi.


"Peradangan akan tinggi jika COVID-19 masuk ke dalam peradangan ini. Lebih ganas 3 kali lipat penyebaran, lebih cepat ke pembuluh darah. Gigi dan mulut kalau tidak bersih, akan mempercepat perkembangbiakan mikroorganisme," ujar dr Seno.

https://trimay98.com/movies/the-house-of-red-and-white/


COVID-19 Diprediksi Jadi Penyakit Musiman, Ini Kata PBB


 Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memperkirakan Corona akan berkembang menjadi penyakit musiman. Namun, mereka memperingatkan bahwa pelonggaran tindakan terhadap pandemi tidak bisa hanya berdasarkan pada faktor meteorologi semata.

Setelah lebih dari setahun virus Corona pertama kali muncul di China, banyak misteri yang masih menyelimuti penyebaran penyakit yang telah menewaskan hampir 2,7 juta orang di seluruh dunia itu.


Dalam laporan pertamanya, tim ahli mencoba menjelaskan salah satu misteri tersebut dengan memeriksa potensi pengaruh meteorologi dan kualitas udara pada penyebaran virus Corona. Mereka menemukan beberapa indikasi penyakit tersebut akan berkembang menjadi ancaman musiman.


Tim Organisasi Meteorologi PBB yang beranggotakan 16 orang menunjukkan bahwa infeksi virus pernapasan seringkali bersifat musiman. Khususnya pada puncak musim gugur-dingin untuk influenza dan musim dingin untuk virus Corona di daerah iklim sedang.


"Ini memicu prediksi bahwa, jika terus berlanjut selama bertahun-tahun, COVID-19 akan terbukti menjadi penyakit musiman yang kuat," tulis dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari The Straits Times, Jumat (19/3/2021).


Selain itu, studi pemodelan mengantisipasi bahwa penularan virus SARS-CoV-2 bisa menjadi musiman seiring waktu. Tetapi, dinamika penularan COVID-19 sejauh ini lebih banyak dipengaruhi intervensi pemerintah, seperti wajib menggunakan masker dan pembatasan perjalanan daripada cuaca.


Hal ini membuat tim tugas bersikeras bahwa cuaca dan kondisi iklim saja tidak boleh menjadi rujukan untuk melonggarkan pembatasan COVID-19.


"Pada tahap ini, bukti tidak mendukung penggunaan faktor meteorologi dan kualitas udara sebagai dasar bagi pemerintah untuk melonggarkan tindakan untuk mengurangi transmisi," jelas ketua tim tugas Ben Zaitzchik dari departemen ilmu bumi dan planet di Universitas John Hopkins, Amerika Serikat.


Zaitzchik menunjukkan bahwa selama tahun pertama pandemi, infeksi di beberapa tempat meningkat pada musim panas. Dan sampai saat ini belum ada bukti bahwa kondisi seperti itu tidak bisa terjadi lagi di tahun mendatang.

https://trimay98.com/movies/hit-and-run-2/