Kebutuhan asupan nutrisi menjadi bagian penting dalam menjaga imunitas dan mempercepat penyembuhan pasien COVID-19, termasuk untuk pasien yang baru sembuh dari COVID-19.
Namun, apakah pola makan pasien yang baru sembuh dari virus COVID-19 akan tetap sama atau ada sumber makanan yang mungkin harus ditingkatkan?
Spesialis gizi klinik dr Diana F Suganda, SpGK mengatakan untuk pola makanan pasien yang baru sembuh dari COVID-19 atau tengah mengalami post COVID, pola makannya harus ditambah. Gimana sih maksudnya?
"Jadi untuk pasien-pasien atau orang-orang yang masih struggling atau recovery, itu justru polanya ditambah, jadi jumlah kalori akan lebih," jelas dr Diana, dalam diskusi online "Refleksi Setahun Pandemi: Masyarakat Semakin Abai atau Peduli" melalui Zoom, Senin (22/3/2021).
"Sebagai contoh, pasien COVID-19 itu ada tambahan 600 atau 700 kalori perhari, hampir sama kayak porsinya ibu menyusui, jadi untuk jumlahnya harus ditambah," tambahnya.
dr Diana menjelaskan, protein yang dimaksud berfungsi sebagai pusat penyembuh. Dan asupan protein justru membantu.
"Tambah 700 kalori itu dari protein, bisa kayak porsi lauknya ditambah seperti makan ayamnya ditambah, ikannya bisa dua, dan tambahin nabati lagi, terus kita akalain lagi seperti makanan 2 hewani dan 1 nabati," tambah dr Diana.
Selain itu dr Diana menambahkan, pada jam selingan, kamu disarankan untuk ngemil tahu, kacang hijau, atau ditambah dengan susu 2 gelas.
https://nonton08.com/movies/the-real-doctor-zhivago/
Mirip-mirip, Ini Bedanya Gejala COVID-19 dan TBC
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PML) dr Siti Nadia Tarmizi menyebut per tahun 2020, hanya ada 30 persen penemuan kasus tuberkulosis (TBC) dari yang diperkirakan. Jauh menurun, dibandingkan dua tahun lalu.
"2020 malah kebalikannya, hanya 30 persen kasus yang ditemukan. Sementara 2 tahun yg lalu 30 persen yang belum ditemukan," jelas dr Nadia dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 Kementerian Kesehatan RI, Selasa (23/3/2021).
"Ternyata hanya 3.459 ribu kasus TBC biasa yang ditemukan dari perkiraan kasus 845 ribu. TBC resisten dari perkiraan 24 ribu, hanya 8.060 kasus tbc resisten yang ditemukan," lanjut dr Nadia.
Penemuan kasus TBC diakui terhambat lantaran sejumlah fasilitas kesehatan dan strategi tracing lebih fokus dilakukan pada COVID-19. Vaksinasi TBC juga cakupannya mengalami penurunan.
Seperti diketahui, COVID-19 dan TBC memiliki gejala yang mirip seperti demam dan batuk. Bagaimana membedakan keduanya?
"Gejala batuk lebih dari 2 minggu, atau yang tak kunjung sembuh untuk segera memeriksakan ke faskes atau ke RS," jelas dr Nadia.
Gejala TBC
Batuk lebih dari 2 minggu
Demam
Keringat pada malam hari
Berat badan turun
Gejala COVID-19
Batuk
Demam
Hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa
Kelelahan
Sesak napas
Sementara menurut dokter paru yang juga Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, gejala yang paling umum ditemui pada TB dan COVID-19 adalah demam dan batuk. Ia menyebut penemuan perbedaan kasus TB dan COVID-19 bisa dilakukan saat tracing.
"Gejala keluhan batuk itu sekian persen terjadi pada COVID-19 dan TBC begitu juga dengan demam. Jadi ada keluhan demam batuk maka jangan dilepas begitu saja, itu diperiksa untuk ke arah TBC," jelas Prof Tjandra dalam kesempatan yang sama.