Minggu, 12 April 2020

Jumlah Kematian Akibat Virus Corona di Seluruh Dunia Tembus 100.000 Jiwa

Kematian pertama akibat virus corona COVID-19 terjadi di Kota Wuhan, China, pada 9 Januari lalu. Selang sekitar 91 hari setelahnya, angka kasus kematian akibat virus corona dari data yang dihimpun oleh Johns Hopkins University tembus 102.607 jiwa.
Mengutip Reuters korban meninggal meningkat dengan laju harian antara 6 persen hingga 10 persen selama sempekan terakhir dan hampir 7.300 kematian diseluruh dunia dilaporkan pada Kamis (9/4/2020). Korban tewas saat ini sebanding dengan wabah besar London pada pertengahan 1660-an yang merenggut nyawa sekitar 100 ribu orang, sekitar sepertiga populas kota pada zaman itu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sudah 100 hari berlalu sejak mereka diberitahu mengenai kasus pertama virus corona yang dikonfirmasi. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan jelas bahwa penyakit ini memiliki tingkat kefatalan 10 kali lebih besar dari flu.

"Pandemi ini lebih dari sekadar krisis kesehatan. Ini membutuhkan respons seluruh pemerintah dan seluruh masyarakat," tutur Tedros.

Sementara itu, total infeksi virus corona di seluruh dunia mencapai 1.694.954 jiwa dan sekitar 300.000 orang di antaranya telah sembuh.

Potensi Bahaya Sederet Obat Virus Corona, Salah Satunya Klorokuin

 Klorokuin, hidroksi klorokuin, dan azithromycin telah digunakan untuk mengobati virus Corona COVID-19. Meski belum ada bukti yang pasti terhadap keefektivitasan dan kelemahannya, dokter tetap harus waspada kemungkinan efek samping serius dari obat-obatan tersebut.
Sebuah ulasan yang dilakukan oleh Canadian Medical Association Journey, menuliskan beberapa potensi berbahaya dari obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan virus Corona.

"Dokter dan pasien harus mewaspadai beberapa efek samping yang jarang tetapi berpotensi mengancam jiwa dari klorokuin dan hidroksi klorokuin," kata Dr. David Juurlink, Divisi Farmakologi dan Toksikologi Klinis, Pusat Ilmu Kesehatan Sunnybrook, dan ilmuwan senior, dikutip dari Science Daily.

Ulasan yang dipublikasikan dalam jurnal Safety Considerations with Chloroquine, Hydroxychloroquine and Azithromycin in The Management of SARS-CoV-2 Infection pada 8 April lalu memberikan tinjauan umum tentang bahaya yang terkait dengan obat tersebut berdasarkan bukti-bukti yang dihimpun.

Efek samping potensial meliputi:

- Aritmia jantung
- Hipoglikemia
- Efek neuropsikiatri seperti agitasi, kebingungan, halusinasi dan paranoia
- Variabilitas metabolik
- Overdosis yang menyebabkan kejang, koma, dan henti jantung
- Kekurangan obat bagi pasien gangguan autoimun seperti rheumatoid arthritis dan lupus

Studi tersebut juga merangkum rendahnya bukti yang menunjukkan bahwa perawatan dengan obat-obatan di atas bermanfaat bagi pasien COVID-19 dan memperingatkan adanya kemungkinan pemberian obat dapat memperburuk penyakit.

"Inilah sebabnya kita membutuhkan basis bukti yang lebih luas sebelum secara rutin memberikan obat ini untuk mengobati pasien COVID-19," pungkas Dr Juurlink.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar