Sabtu, 30 November 2019

Grab Jadi Decacorn Pertama di Asia Tenggara, Apa Itu?

Grab mengumumkan diri telah menjadi startup berstatus decacorn. Sebelumnya Grab diketahui menjadi salah satu unicorn di Asia Tenggara dengan valuasi atau nilai perusahaan di atas US$ 1 miliar yakni setara Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Lantas apa maksud dari status decacorn yang kini disandang Grab?

Sebelum mengenal lebih jauh apa itu decacorn, dalam dunia startup atau perusahaan rintisan dikenal tiga status yang menggambarkan nilai dari perusahaan.

Baru-baru ini juga yang ramai dibahas pasca debat pilpres adalah unicorn. Unicorn adalah startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar. Di Indonesia, Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka adalah unicorn.

Di atas unicorn adalah decacorn, yang mana kini Grab menyandang status tersebut. Decacorn adalah startup dengan valuasi di atas US$ 10 miliar. Di Indonesia, Go-Jek digadang-gadang siap menjadi decacorn. Dengan pendanaan terbarunya dari Google, Tencent dan JD.com, valuasi Go-Jek saat ini mencapai US$ 9,5 miliar.

Tidak sampai di situ, di atas decacorn masih ada hectocorn. Hectocorn atau yang disebut juga super unicorn dengan valuasi di atas US$ 100 miliar. Tampaknya masih sulit bagi startup mendapatkan status hectocorn.

Saat Fintech Bikin Ribuan Driver Ojol Antre Buka Rekening di Bank

 Kehadiran layanan financial technology (fintech) tak melulu menjadi ancaman bagi bank. Hal ini dibuktikan lewat kehadiran layanan ojek online seperti Go-Jek dan Grab yang masing-masing memiliki layanan uang elektronik.

Wadirut BCA Armand Hartono mengaku kantor cabangnya pernah diserbu oleh para pengemudi ojek online dari kedua aplikator tersebut. Hal ini menjadi salah satu bukti hadirnya teknologi tak melulu menjadi disrupsi bagi perbankan.

"Saya ambil contoh Go-Jek dan Grab. Sejak adanya mereka, tiba-tiba sopir-sopir buka akun di BCA. Mereka mengantre ribuan orang di cabang kita," katanya dalam diskusi CNBC VIP Forum, di Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Tak hanya pengemudi ojek online, para pelaku usaha kecil menengah (UKM) juga banyak yang membuka rekening bank karena hadirnya fintech yang diusung oleh kedua aplikator transportasi online tersebut. Dia bilang banyak penjual bakso yang telah memiliki rekening bank dengan hadirnya layanan Go-Food.

"Sekarang (penjual bakso) transfer-transferan pakai BCA juga," katanya. https://nonton08.com/you-and-forgive-two-people-only-secret/

Menurutnya, selama bisnis yang dilakukan disukai oleh masyarakat, hal tersebut sifatnya baik.

"Kita cukup sederhana berpikir untuk bank. Kalau memang ada teknologi yang membantu, ya bagus. Saya yakin teknologi itu malah membantu bisnis," ungkapnya.

Banyak Fintech Bisnis 'Bakar Duit', BCA Mau Ikutan?

Model bisnis startup kebanyakan saat ini didominasi dengan cara 'membakar' dana investor demi bertahan hidup. Dana investor yang 'dibakar' berfungsi untuk mendanai pengembangan yang sedang dijalankan startup atau fintech.

Agresifnya perusahaan teknologi keuangan (fintech) menciptakan disrupsi digital dan membuatnya selangkah lebih maju dalam sistem pembayaran. Contoh paling dekat yang bisa dilihat adalah GoPay dan OVO sebagai produk yang paling banyak digunakan konsumen.

Lalu, bagaimana tanggapan perbankan mengenai model bisnis 'bakar duit' tersebut?

Wadirut BCA Armand Hartono tak bisa memprediksi masa depan model bisnis yang dimaksud. Maksudnya, apa pun model bisnis yang dilakukan sebuah perusahaan yang paling penting adalah bagaimana perusahaan tersebut bisa tetap eksis di masa depan.

"Bisnis apa pun yang akhirnya tidak profitable, dia tidak akan sustainable. Tapi soal waktunya berapa lama, tidak ada yang tahu. Tapi kan belum tahu yang sekarang tidak profitable, di masa depan dia akan profitable. Yang sekarang profitable juga belum tahu di masa depan akan profitable," katanya dalam diskusi CNBC VIP Forum di Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (9/5/2019).

Untuk itu, dia mengaku tak tahu apakah model bisnis 'membakar duit' seperti yang dilakukan fintech atau startup kebanyakan menjanjikan.

"Jadi kita enjoy saja, kita kerja keras saja," katanya.

Menurutnya, selama bisnis yang dilakukan disukai oleh masyarakat, hal tersebut sifatnya baik. Namun lagi-lagi, dia tak berani menyebut bisnis burning money apakah menjanjikan atau tidak.

"Jawaban saya tidak tahu, belum ada yang tahu. Investor belum tahu. Sebenarnya investasi apapun juga pasti dimulai dengan rugi dulu di awal. Tapi mengenai apakah akan sustainable apa tidak, saya tidak bisa menjawab. Nggak ada yang tahu jawabannya. Investor juga belum tahu," katanya.  http://nonton08.com/the-big-boys-affair/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar