Sabtu, 18 April 2020

Ahli Ungkap Makna di Balik Seringnya Mimpi Buruk Selama Pandemi Corona

Munculnya wabah virus Corona COVID-19 menjadi hal buruk yang dirasakan oleh sebagian orang. Bahkan saat tidur, tak sedikit orang yang mengalami mimpi buruk.
Menurut para ahli, mimpi buruk adalah hal normal yang bisa terjadi pada setiap orang. Ini adalah cara otak memahami informasi yang membuat kita stres di siang hari dan dapat berubah ke dalam mimpi buruk saat tidur.

Pakar tidur Profesor Jason Ellis dari Northumbria University mengatakan, para peneliti masih tidak mengetahui mengapa hal tersebut terjadi. Namun ia menyebutkan ada beberapa teori.

"Ada teori evolusi yang mengatakan kita menggunakan mimpi untuk mencoba berbagai skenario di lingkungan yang aman, hal yang mungkin menantang atau mengancam dalam kehidupan nyata," kata Jason, dikutip dari CNN.

Teori lain menyebut, mimpi buruk muncul karena otak menerima informasi yang stres sepanjang hari sehingga mengolahnya menjadi bentuk mimpi buruk. Aktivitas otak ikut berubah saat bermimpi.

Adapula teori yang menyebut mimpi merupakan bentuk dari pengaturan suasana hati. Teori ini menyebut mimpi bisa menjadi usaha pemecahan masalah emosional yang dialami oleh seseorang.

Teori-teori ini menjadi alasan mengapa seseorang dapat mengalami mimpi buruk saat pandemi virus corona. Tekanan selama terus menerus yang dialami di rumah bukannya tidak mungkin dapat memicu seseorang mimpi buruk di malam hari.

Menurut Ellis, mimpi buruk selama pandemi seharusnya adalah reaksi yang normal. Ellis menyarankan setiap orang untuk tidak terlalu memikirkan mimpi buruk tersebut karena umumnya mimpi dapat dengan segera dilupakan.

Sebaliknya, fokuslah untuk membuat tidur yang cukup dan berkualitas untuk mencegah munculnya berbagai penyakit fisik maupun mental.

Sejarah Klorokuin, Obat Malaria yang Kini Diuji untuk Pasien Corona

 Klorokuin jadi salah satu senyawa yang kini diteliti untuk mengobati pasien yang terinfeksi virus Corona COVID-19. Pemberiannya tidak bisa sembarangan dan bukan untuk dikonsumsi masyarakat umum karena berisiko menimbulkan efek samping.
Terkait hal tersebut, klorokuin sebetulnya sudah lama dikenal sebagai obat untuk parasit malaria. Guru Besar Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal Universitas Padjajaran, Profesor Muchtaridi, menjelaskan klorokuin merupakan merupakan pengembangan dari senyawa kinin sulfat.

Kinin sulfat pertama kali diekstrak dari batang pohon kina pada tahun 1800-an. Perlahan penggunaan kinin ditinggalkan karena parasit malaria membangun resistensi terhadapnya dan memiliki toksisitas tinggi.

"Sejarahnya kinin sulfat dulu abad 18 yang dipakai. Tahun 1934, Bayer dari Jerman mencari alternatif baru namanya klorokui. Senyawa ini lebih polar dan lebih tidak toksik," kata Prof Muchtaridi pada detikcom, Sabtu (18/4/2020).

Kini klorokuin dan variannya, hydroxychloroquine, diteliti untuk jadi obat Corona. Prof Muchtaridi menjelaskan lebih jauh bahwa dikatakan klorokuin bukan untuk spesifik menarget virus, melainkan untuk meringankan gejala peradangan pada paru-paru.

"Bukan sebagai antivirus, tapi sebagai antiradang paru atau pneumonia," pungkas Prof Muchtaridi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar