Kamis, 29 April 2021

Antigen di Bandara Kualanamu Diduga Bekas Pakai, Dokter Jelaskan Bahayanya

  Menanggapi temuan alat rapid test antigen bekas pakai di Bandara Kualanamu, (KNIA) Deliserdang, dokter memaparkan sederet bahayanya. Bukan hanya penyakit akibat alat tidak steril, melainkan pula risiko penyebaran COVID-19 dan kesalahan deteksi pada orang yang akan melakukan perjalanan luar kota.

"Penggunaan ulang tangkai bekas swab nasofaring tentu tidak dapat dibenarkan. Tangkai swab adalah barang yang peruntukannya sekali pakai lalu dibuang (disposable)," terang dokter spesialis mikrobiologi dari RS Royal Taruma Jakarta, dr Enty, SpMK(K) pada detikcom, Rabu (28/4/2021).


Menurutnya, alat tes COVID-19 ini memang tidak untuk disterilisasi sehingga penggunaannya bukan untuk daur ulang atau dipakai kembali. Ia menegaskan, kejadian ini bisa menjadi peluang penyebaran COVID-19.


"Penggunaan ulang tangkai bekas tersebut dapat berisiko menyebabkan korbannya terpapar COVID-19. Selain itu, hal ini pun akan memberikan hasil yang palsu, yakni hasil yang tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya dari orang yang diperiksa," imbuhnya.


Diduga, staf laboratorium mencuci swab stick (tangkai swab) yang sudah dipakai, kemudian digunakan lagi untuk calon penumpang lainnya.Temuan tersebut terjadi di Lantai Mezzanine, Bandara Kualanamu, Sumatera Utara pada Selasa (27/4/2021). Polisi menggerebek laboratorium rapid test antigen Kimia Farma sekitar pukul 15.45 WIB dan mengamankan ratusan perangkat swab antigen. Alat ini digunakan dengan cara dimasukan ke hidung untuk memeriksa COVID-19 pada calon penumpang pesawat.


"Iya itu dugaan-dugaan ke arah situ semuanya didalami oleh penyidik. Makanya nanti penyidik secara komprehensif pendalaman baru nanti disampaikan," ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi di Polda Sumut, Medan, Rabu (28/4/2021).

https://kamumovie28.com/movies/suddenly-seventeen/


WHO: Varian Baru Bukan Penyebab Utama Tsunami COVID-19 di India


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan gelombang kedua tsunami COVID-19 di India menyebabkan 'badai sempurna' yang disebabkan oleh pertemuan massal, vaksinasi yang rendah, dan varian yang disebut lebih menular.

Juru bicara WHO Tarik Jasarevic memperingatkan agar tidak menyalahkan mutasi virus sebagai satu-satunya penyebab tsunami COVID-19 yang melanda India dalam beberapa pekan terakhir, yang mendorong sistem kesehatan di negara itu ke ambang kehancuran.


"Sejauh mana perubahan virus ini bertanggung jawab atas peningkatan pesat kasus di negara itu masih belum jelas, karena ada faktor lain seperti pertemuan besar baru-baru ini yang mungkin telah berkontribusi pada peningkatan itu," kata Jasarevic.


Ia juga menyampaikan, ada tekanan yang tidak perlu diberikan pada sistem perawatan kesehatan di India, yaitu oleh orang-orang yang pergi ke rumah sakit dalam keadaan panik, padahal mereka bisa pulih dari COVID-19 jika di rumah.


Jasarevic menekankan bahwa hanya sekitar 15 persen pasien COVID-19 di India yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.


"Saat ini, sebagian masalahnya adalah banyak orang yang bergegas ke rumah sakit padahal pemantauan perawatan berbasis di rumah dapat dikelola dengan sangat aman," tambahnya dikutip dari Aljazeera.


Situasi 'menghancurkan'


Seorang dokter di ibu kota India, New Delhi, mengatakan situasi di rumah sakit India "sangat menghancurkan", dengan ventilator dan tempat tidur ICU terisi penuh.


"Tidak ada tempat tidur di bangsal, ruang gawat darurat kami penuh dengan pasien, mereka tidak punya tempat tujuan,{ kata Sumit Ray kepada Al Jazeera.


"Para dokter dan perawat muda kami benar-benar trauma. Mereka bekerja sangat keras tetapi mereka hancur secara emosional," tambahnya.


Pemerintah India telah meminta angkatan bersenjatanya untuk membantu mengatasi situasi tersebut, yang digambarkan oleh banyak orang sebagai krisis perawatan kesehatan terburuk dalam sejarah India modern.

https://kamumovie28.com/movies/he-aint-heavy-hes-my-father/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar