Sabtu, 10 April 2021

BPOM Sebut Komponen Uji Vaksin Nusantara Tak Sesuai Standar, Ini Risikonya

 Uji Vaksin Nusantara yang diprakarsai eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dihentikan sementara. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelumnya menemukan uji vaksin Corona berbasis sel dendritik ini tak memenuhi kaidah klinis.

Dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021), kelanjutan uji klinis vaksin Nusantara juga tak kunjung mendapat lampu hijau BPOM. Fakta baru yang ditemukan dari hasil hearing bersama para peneliti, komponen vaksin Nusantara bahkan tak memenuhi standar farmasi.


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengungkap ada risiko yang sangat besar jika antigen yang digunakan vaksin Nusantara tidak memiliki mutu yang baik untuk diberikan kepada peserta atau relawan uji klinis.


"Pada saat pendalaman ditemukan bahwa antigen yang digunakan tersebut juga tidak dalam kualitas mutu untuk masuk ke dalam tubuh manusia, artinya bukan pharmaceutical grade," beber Penny, dikutip dari siaran live Youtube Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021).


"Tapi dia dimasukkan ke dalam darah sel dendritik tersebut, padahal dia dalam kualitas yang seharusnya tidak masuk ke tubuh manusia," lanjutnya.


Dalam pelaksanaan uji klinisnya, vaksin Nusantara berbasis sel dendritik ini disebut Penny dilakukan secara terbuka. Tidak ada kepastian apakah komponen-komponen yang diambil dan disuntikkan kepada para relawan cukup steril.


Penny mewanti-wanti, hal ini harus menjadi perhatian para peneliti. Sangat berisiko jika uji klinis Fase II vaksin Nusantara dipaksa lanjut dengan catatan uji vaksin pertama belum dievaluasi.


"Pembuatan vaksin tersebut memang berbrda dengan pembuatan vaksin biasa, ini adalah satu vaksin individual, yang diproduksi saat itu secara terbuka, karena harus diambil darahnya," tutur Penny.


"Harustnya tertutup, kalau ini harus steril, tapi ini open terbuka, artinya harus ada rentetan validasi yang membuktikan bahwa produk tersebut sebelum dimasukkan kembali ke subjek betul-betul steril dan tidak terkontamninasi," bebernya.


Penny menyayangkan, vaksin Nusantara tidak memenuhi good manufacturing practice dan good clinical practice. Maka dari itu, siapapun yang menggunakan vaksin Nusantara dalam uji klinis disebut Penny amat berisiko.


"Dan itu tidak dipenuhi, iya berarti artinya adalah akan sangat berisiko sekali terhadap siapapun yang menggunakan vaksin Nusantara tersebut dalam uji klinis tersebut, itu temuan yang sangat kritikal," pungkasnya.

https://nonton08.com/movies/lazer-team-2/


Vaksin Nusantara Karya Anak Bangsa? BPOM: Penelitinya Banyak Orang Asing


 Vaksin Nusantara ramai diperbicangkan karena disebut-sebut sebagai vaksin COVID-19 karya anak bangsa yang menggunakan platform tak biasa yaitu sel dendritik. Vaksin ini digagas oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Namun, vaksin Nusantara pada akhirnya tidak mendapat izin untuk melanjutkan uji klinis oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. BPOM menyebut ini karena vaksin tidak memenuhi standar mutu bahan dan produksi dalam evaluasi uji klinis fase pertama.


"Badan POM akan menegakkan aturan-aturan yang ada tanpa pandang bulu, apakah itu vaksin dalam negeri atau vaksin luar negeri. Tujuannya tentu satu melindungi siapapun yang terlibat, terutama masyarakat yang dilibatkan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (8/4/2021).


Riset vaksin Nusantara menjadi polemik ketika sebagian pihak menuding sengaja 'dijegal'. Beredar pendapat bahwa seharusnya riset vaksin Nusantara didukung karena merupakan karya anak bangsa.


Terkait hal tersebut, Penny ingin mempertegas seperti apa kriteria vaksin yang bisa disebut karya anak bangsa. Ia menjelaskan bahwa vaksin Nusantara sebenarnya menggunakan bahan-bahan impor dan lebih banyak dikembangkan oleh tim peneliti asing.


"Apakah ini kita sebut vaksin karya anak bangsa atau bukan? Karena pertama komposisi dari darah yang diambil, kemudian mendapatkan sel dendritik, kemudian ditambahkan antigen growth factor, komponen-komponennya adalah produk impor yang mahal," kata Penny.


"Kedua siapa yang meneliti? Dalam uji klinis fase 1 ini pembahasannya tim peneliti asinglah yang menjelaskan, membela, dan berdiskusi pada saat kita hearing tersebut. Terbukti dari proses pelaksanaan uji klinis, produksinya, semua dilaksanakan oleh tim peneliti asing dari AIVITA," lanjutnya.


Penny mengatakan memang ada peneliti dari Indonesia yang tergabung di dalam tim. Namun, para peneliti tersebut tidak terlibat secara aktif mengembangkan vaksin Nusantara.


"Mereka cuma menonton, tidak melakukan langsung. Dalam pertanyaan dijelaskan bahwa mereka tidak menguasai," pungkasnya.

https://nonton08.com/movies/darkest-hour/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar