Rabu, 08 April 2020

Saat Tradisi Pemakaman Beradu dengan Ketakutan Tertular Corona

Memakamkan korban Corona menjadi dilema. Yang jelas, tradisi dan aturan pemakaman yang biasanya dilakukan itu berubah selama pandemi ini terjadi.
Sebagaimana dilaporkan Associated Press, Selasa (7/4/2020), seorang warga Irak, Mohammed al-Dulfi, bingung saat harus memakamkan jenazah ayahnya. Sang ayah yang berusia 67 tahun itu meninggal akibat virus Corona. Butuh sampai 9 hari sebelum jenazah ayahnya ditempatkan di peristirahatan terakhirnya di kota suci Syiah Najaf, Irak Selatan.

Al-Duhfi menolak rencana pemakaman jarak jauh yang diusulkan pemerintah. Lokasi pemakaman mulanya adalah di luar Baghdad. Di sana, ayahnya tak sendiri, ada tujuh korban Corona lainnya yang akan dimakamkan di tempat yang jauh dengan dalih supaya Corona itu tak menjangkiti lebih banyak orang.

Pihak keluarga pun sempat cekcok dengan tim dari Departemen Kesehatan. Jenazah ayahnya harus menunggu berhari-hari di kamar mayat rumah sakit sebelum bisa dimakamkan.

"Kami sangat menderita, mengetahui ayah saya sudah meninggal tetapi kami tidak bisa menguburkannya," ujar pria 26 tahun itu.

Al-Duhfi bukanlah satu-satunya orang yang kebingungan ketika akan memakamkan keluarganya yang meninggal akibat Corona. Di negara-negara Timur Tengah, sebagian Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, pemakaman juga menjadi sulit dilakukan. Banyak orang yang menimbang dampak Corona dengan aturan agama dan tradisi yang harus mereka lakukan.

Di negara dengan penduduk mayoritas Muslim, agama dan tradisi mengharuskan pemakaman untuk segara dilakukan. Jenazah harus dimandikan oleh kerabat dan dikafani sebelum akhirnya dikuburkan di liang lahat. Akan tetapi dengan adanya COVID-19 ini, prosedurnya menjadi terhambat. Belum lagi bila negara itu memberlakukan lockdown.

Di Mesir, pemakaman dulunya adalah tempat berkumpulnya keluarga yang akan memanjatkan doa bagi yang meninggal. Namun saat ini jumlah pelayat sangat dibatasi. Mereka juga mengenakan masker dan kantong yang membawa jenazah itu bertuliskan "bahaya!".

WHO memberikan pedoman pemakaman yang mirip dengan epidemi Ebola bahwa penanganan orang meninggal harus dilakukan dengan jumlah orang seminimal mungkin. Tim medis juga harus terlatih.

Di Timur Tengah, aturan ini membuat upacara keagamaan harus diubah atau dibatalkan. Contohnya di Iran, jenazah akan didisinfeksi lalu dibungkus dengan kantong plastik. Setelah itu, jenazah akan dibawa ke situs penguburan yang sudah ditentukan dimana pengusung jenazah akan mengenakan alat pelindung.

Jenazah itu lalu ditaburi dengan kapur dan dikubur dalam beton. Siaran televisi Iran baru-baru ini menunjukkan gambar ulama mengenakan pakaian pelindung khusus saat melakukan ritual pemakaman dalam Islam untuk para korban.

Iran sendiri merupakan salah satu negara Timur Tengah dengan kasus Corona terbanyak. Di negara itu ada 60.500 orang yang positif Corona sementara 3.700 di antaranya meninggal dunia.

Sementara itu di Mesir, tak ada yang diizinkan memandikan jenazah, kecuali petugas kesehatan. Siapapun yang hadir harus mengenakan alat pelindung dan menjaga jarak satu meter satu sama lain.

Pada pemakaman Attiyat Ibrahim, korban Corona pertama di negara tersebut, prosesnya dijaga dengan keamanan ketat. Hanya anggota keluarga yang diizinkan datang.

"Tidak ada panggilan doa pemakaman,"kata seorang warga, Ramadan Mohammed.

"Polisi berjaga dimana-mana, mengawasi dan mendesak orang-orang untuk tidak berkerumun."

Di Pakistan, keluarga boleh membawa mayat ke pemakaman di desa mereka tetapi tidak menyimpannya di dalam rumah mereka. Ini sesuai tradisi di negara-negara Asia Selatan.

Kemudian di Irak, beberapa jenazah menunggu hingga beberapa minggu untuk mendapatkan bantuan pemakaman dari pemerintah. Beberapa orang yang tak setuju sampai ada yang mengambil mayat diam-diam dari tenaga medis. Sedangkan yang lain memalsukan dokumen kematian dengan mengatakan bahwa kerabatnya meninggal akibat penyakit jantung.

Kepala Misi WHO, Ismail mengatakan, 'sikap budaya' menjadi tantangan bagi pemerintah. Pada awal April, pemerintah akhirnya membatalkan protokol pemakaman.

"Pemakaman dapat dilakukan dekat dengan Wadi as-Salam atau di pemakaman manapun yang diinginkan keluarga," kata Ismail.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar