Kamis, 11 Maret 2021

Kematian Ibu Melahirkan Tinggi, Suami Jangan 'Maksa' Buru-buru Nambah Anak

 Tidak adanya jarak waktu melahirkan disebut sebagai salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu. Sering kali, hal ini disebabkan tuntutan suami untuk istri hamil terus-menerus.

Deputi Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana Badan Kependudukan dan Kelurga Nasional (BKKBN) dr Eni Gustina, MPH menyebut, kematian ibu melahirkan meningkat dalam 1 tahun terakhir.


Pada 2019, tercatat sebanyak 4.100 kasus. Sedangkan pada 2020, tercatat 4.400 kasus.


"Orang hamil itu kan rahim sebesar telur ayam, kalau diisi bayi 3 kilo itu peregangannya cepat sekali. Itu mesti recovery dulu," ujarnya dalam konferensi pers virtual oleh DKT Indonesia, memperingati Hari Perempuan Sedunia, Senin (8/2/2021).


Ia menyayangkan, masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak memahami keamanan melahirkan.


Sering kali, kasus kematian ibu melahirkan justru disebabkan dorongan suami dan keluarga untuk perempuan melahirkan terus-menerus, dalam sela waktu yang terlalu pendek, bahkan di usia terlalu muda.


"Perempuan sudah tidak anemia, rahim sudah kembali normal, baru dipersiapkan untuk hamil lagi. Jangan bapak-bapak minta sekarang hamil, tahun depan hamil lagi. Lalu kapan istirahatnya?" imbuh dr Eni.


Ia menekankan, informasi tentang batas usia dan rentang waktu yang aman untuk hamil dan melahirkan perlu dipahami semua orang. Bukan hanya oleh perempuan, tapi juga laki-laki baik sebagai suami atau pacar.

https://movieon28.com/movies/namamu-kata-pertamaku/


Sederet Catatan BPOM Soal Kelanjutan Vaksin Nusantara dr Terawan


- Vaksin Nusantarabesutan dr Terawan Agus Putranto mendapat sejumlah catatan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Mulai dari khasiat yang belum terjawab, hingga tak terpenuhinya good clinical practice.

Dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3/2021), Terawan buka-bukaan tentang pengembangan vaksin yang awalnya bernama vaksin Joglosemar tersebut. Rupanya, Terawan sudah merintisnya sejak 2015.


"Sejak 2015 saya sudah mengembangkan proses cell dendritic vaccine di cell cure center RSPAD Gatot Subroto sehingga ini terus berkembang sehingga begitu ada ide untuk dentrikti vaksin untuk COVID-19, gayung jadi bersambut," kata dr Terawan.


Vaksin tersebut saat ini telah menyelesaikan uji klinis fase 1. Hasilnya masih dikaji oleh BPOM dan mendapat sejumlah catatan.


Beberapa catatan BPOM tentang vaksin tersebut terangkum sebagai berikut:


1. Khasiat dipertanyakan

Uji klinis fase 1 vaksin Nusantara dilakukan pada 3 pilot subject (3 orang pertama) dan 28 unblinded subject. Dalam tahap ini, para peneliti memastikan keamanan dan manfaat yang didapat dari vaksin.


Dari sisi keamanan, dilaporkan 14,2 persen subjek mengalami gejala lokal ringan, seperti nyeri, kemerahan, pembengkakan, dan rasa gatal pada bekas suntikan. Selanjutnya, sebanyak 39,2 persen subjek mengalami reaksi sistemik ringan, seperti nyeri sendi dan sakit kepala.


"65,6 Persen keluhan derajat ringan, sisanya kategori derajat 2. Tidak didapatkan kejadian serious adverse event pada seluruh subjek di fase 1," ucap Tim Peneliti RSUP dr Kariadi Semarang, Dr dr Muchlis Achsan.


Sementara itu, dari sisi imunogenitas atau efikasi, dr Muchlis mengklaim adanya peningkatan yang konsisten di semua panel pemeriksaan.

https://movieon28.com/movies/wengi-anak-mayit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar