Selasa, 16 Maret 2021

Pakar Etiket Dikritik Netizen Asia, Sebut Makan Nasi Harus Pakai Pisau

 Pakar etiket Grant Harrold dikritik netizen Asia setelah menyebut bahwa makan nasi harus menggunakan pisau dan garpu atau sumpit. Hal ini ia tuliskan melalui cuitannya di akun Twitter miliknya @TheRoyalButler.

"Tuan dan Nyonya, ingatlah bahwa kita selalu menggunakan pisau dan garpu atau sumpit untuk makan nasi! Kita tidak menggunakan tangan atau jari kita!!!" tulisnya.


Tweet tersebut diunggah pada 6 Maret 2021 dan mendapatkan respon hingga 1,2 retweet, 15,8 ribu quote tweet, dan lebih dari 2,4 ribu like.


Belum diketahui secara jelas sejauh ini etiket yang dimaksud Harrold, apakah etiket untuk orang-orang Inggris atau secara global. Namun, pernyataan Harrold itu mengundang banyak netizen Asia protes. Kebanyakan orang Asia menggunakan tangan ketika makan dengan nasi.


"Tuan dan Nyonya, ingatlah kita makan sesuai tradisi & kepuasan, kita mengikuti beberapa Etiket dasar di depan umum untuk tidak menyinggung perasaan mereka yang makan dengan garpu & pisau. Tapi di rumah & di negara kita, kita makan dengan jari kita," ujar salah satu netizen.


"Masa bodoh. Aku cinta tanganku," sahut yang lain.


"Kalau benci pakai tangan setidaknya kamu bisa pakai sendok, kan? Kenapa menyulitkan diri dengan garpu juga nasi yang jatuh-jatuhan sebelum sampai ke mulut?" saran warganet.


Tweet mantan butler untuk Pangeran Charles, William dan Harry ini pun mendapatkan perhatian banyak orang sampai diberitakan di berbagai media. Sebagian besar menyorot jawaban dari netizen Asia yang cenderung nyeleneh dan mengocok perut.


Kalau menurutmu, apakah sesuai etiket makan nasi harus menggunakan pisau dan garpu, detikers? Atau kamu punya pendapat lain mengenai hal ini?

https://trimay98.com/movies/love-and-affair/


Kena Bullying dan Doxing di Medsos, Harus Bagaimana?


 Media sosial bisa menjadi wadah berkomunikasi yang memiliki banyak manfaat. Tapi tidak jarang kita bersinggungan dengan netizen lain yang membuat pengalaman di media sosial menjadi tidak aman dan nyaman karena cyberbullying dan doxing.

Keduanya adalah hal yang berbeda, tapi bisa sama-sama mengancam kesehatan mental dan keselamatan diri sendiri. Menurut psikolog dari Personal Growth Nadya Puspita Ekawardhani, MPsi, perlakuan seperti ini bisa mengakibatkan korban jadi lebih menutup diri dan kepercayaan dirinya berkurang.


"Timbul rasa cemas, khawatir, dan takut berlebihan mengenai apa yang perlu ia lakukan dan bagaimana menghadapi penilaian orang lain," kata Nadya, saat dihubungi detikINET, Jumat (12/3/2021).


Jika seseorang menjadi korban bullying di media sosial, Nadya memberikan beberapa langkah yang bisa dilakukan agar hal ini tidak terlalu berpengaruh buruk terhadap kesehatan mental. Hal utama yang harus dilakukan tentu dengan membatasi penggunaan media sosial.


"Hindari semua sumber informasi bully misalnya baca sosmed dan mendengar komentar dari orang-orang yang tidak mengenal Anda dan tidak mengetahui masalahnya secara keseluruhan," jelas Nadya.


Langkah lain yang bisa dilakukan adalah dengan menenangkan diri agar bisa menyikapi masalah dengan bijak dan belajar memilah informasi yang diterima.


Sementara itu, bagi korban doxing tidak cukup hanya dengan meninggalkan media sosial untuk mencegah informasi pribadinya menyebar lebih luas.


Kaspersky membagikan beberapa langkah yang bisa dilakukan seseorang jika menjadi korban doxing yaitu melaporkannya ke platform media sosial dan penegak hukum, dokumentasi semua situs tempat data kalian diumbar, lindungi rekening perbankan dan tingkatkan keamanan akun.


"Ganti password, gunakan password manager, aktifkan multi-factor authentication jika memungkinkan, dan perkuat pengaturan privasi di semua akun yang digunakan," tulis Kaspersky, seperti dikutip detikINET, Jumat (12/3/2021).

https://trimay98.com/movies/vil-ambu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar