Kamis, 20 Mei 2021

Soal Fenomena Jenazah di Sungai Gangga, Ini Cerita Konjen RI di Mumbai

  Temuan sejumlah jenazah terdampar di Sungai Gangga sempat heboh di India. Sebagian di antaranya diyakini sebagai pasien COVID-19, namun sulit dipastikan.

Konsul Jenderal Republik Indonesia di Mumbai, India, Agus Pruhatin Saptono, mengatakan fenomena membuang jenazah di sungai dilatarbelakangi masalah ekonomi. Beberapa warga tidak mampu membiayai kremasi yang layak.


"Memang terdapat kasus tersebut walaupun jumlahnya sedikit, tidak terlalu banyak. Kejadian temuan tersebut karena faktor ekonomi sehingga tidak dapat dikremasi," terangnya dalam diskusi daring oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (19/5/2021).


"Sepanjang pengetahuan yang kami ketahui karena itu berada di wilayah utara, di daerah sungai Gangga, Uttar Pradesh," imbuhnya.


Keterkaitan temuan sejumlah jenazah terdampar di Sungai Gangga dengan COVID-19 antara lain diungkap seorang pejabat senior India, Manoj Kumar Singh.


"Pemerintah memiliki informasi bahwa jenazah mereka yang meninggal karena COVID-19 atau penyakit lainnya dibuang ke sungai alih-alih dibuang sesuai ritual yang tepat," tulisnya dalam sebuah surat, dikutip dari Reuters.


Meski demikian, sulit untuk memastikan apakah jenazah tersebut benar-benar pasien COVID-19. Pasalnya, sejumlah jenazah ditemukan dalam kondisi sudah membusuk.


Agar tidak makin banyak jenazah dibuang ke sungai, pemerintah setempat berencana mensubsidi warga yang tidak sanggup mengkremasi jenazah.

https://nonton08.com/movies/god/


Maki-maki Diviralkan, Pikirkan Juga Dampak Kejiwaan Jika Anak Ikut Nonton


 Video viral mempertontonkan wajah pemudik yang mengamuk saat ditegur petugas masih hangat jadi bahan guyonan, bahkan cemooh di media sosial. Beberapa kalangan berharap ini menjadi sanksi sosial bagi pelanggar larangan mudik.

Larangan mudik sudah jelas jadi aturan tertulis. Namun kini, warganet bak punya kesempatan untuk ikut memberi 'sanksi' dengan berkomentar atau ikut menyebarluaskan video.


Psikolog Anastasia Sari Dewi, founder dari pusat konsultasi Anastasia and Associate, menjelaskan konsekuensi semacam viral memang bisa memberi efek jera pada pelanggar. Publik yang menonton pun bisa terpengaruh untuk mematuhi peraturan yang ada.


Namun, ada pula potensi imbas negatif. Alih-alih mengedukasi, kebiasaan mengancam viral rupanya bisa membuat publik abai soal pentingnya berempati. Apalagi, jika yang diviralkan hanyalah potongan dari kejadian sebenarnya di balik video.


"Bisa menyebabkan kesalahpahaman, apalagi kalau videonya dipotong-potong, orang jadi kurang bisa bersimpati atau berempati pada orang lain karena lebih menilai itu sifatnya tontonan. Lebih banyak orang yang merekam satu kejadian dibanding yang membantu," ujar Sari pada detikcom, Selasa (18/5/2021).


"(Efek lainnya) aparat hukum terkesan lemah. Apa lagi boleh dimaki-maki, dihina-hina orang di pinggir jalan, besoknya hanya membuat permohonan maaf. Kembali lagi, sebagian orang mungkin merasa jera. Tapi kalau mau benar-benar jera, sesuaikan dengan karakteristik orangnya," lanjutnya.


Pakar psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Ahmad Gimmy Pratama menambahkan, sanksi viral ini bisa berimbas buruk pada anak-anak yang menonton. Mengingat, video ini mempertontonkan pelanggar aturan memaki petugas ketika ditegur.


"Kalau anak kecil melihat reaksi-reaksi tersebut, maka nanti dia akan berpikir bahwa kalau kesal boleh demikian. Itu yang mengkhawatirkan," ujarnya dalam keterangan, Rabu (19/5/2021).


Menurutnya, pelanggar perlu diberi sanksi lebih tepat, bukan sekedar diviralkan dan meminta maaf.


Tak harus berupa hukuman penjara, sanksi sosial bisa memberi efek jera terkait pentingnya peraturan larangan mudik.


"Jangan hanya minta maaf lalu selesai. Harusnya ada hukuman sosial, seperti bersih-bersih kantor polisi atau kerja sosial lainnya. Biar orang melihat bahwa pelaku tersebut dihukum," imbuhnya.

https://nonton08.com/movies/corpse-party-missing-footage/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar