Minggu, 02 Februari 2020

Berani Lewat Jembatan Buaya Ini?

Namanya juga jembatan buaya, di bawahnya ada puluhan buaya yang ukurannya besar-besar. Punya nyali lewat sini?

Atraksi menantang adrenalin tak biasa dapat kamu jumpai di Provinsi Putarenas, Kosta Rika. Ada jembatan kecil yang berdiri di atas air sungai yang keruh dan selalu ramai oleh wisatawan.

Dilansir dari CNN Travel, Selasa (23/4/2019) tidak ada yang spesial dari kawasan ini, hanya hamparan rumput dan sungai keruh saja. Bahkan pemandangan di sana tidaklah indah.

Namun yang membuatnya berbeda adalah buaya-buaya berukuran 4- 7 meter dengan berat ratusan pound yang berendam di bawah jembatan. Karena adanya selusinan buaya besar, jembatan utama di atas Sungai Tarcoles ini dikenal juga dengan nama 'Puente de Cocodrilo' atau Jembatan Buaya.

Jembatan ini berada di jalan utama Pacifia Fernandez Oreamuno, yang menghubungkan ibukota San Jose dengan kota pantai Pasifik paling populer seperti Quepos dan Playa Hermosa. Juga jalan ini menghubungkan bandara terbesar di Kosta Rika dengan kota-kota sekitarnya. Jadi jembatan ini berada di salah satu jalan yang paling ramai di Kosta Rika.

Puluhan turis pun berhenti di jembatan ini dan langsung berkumpul di beberapa titik, melihat ke arah bawah jembatan. Mereka mengabadikan momen dengan memotret buaya yang asyik berjemur atau berenang di bawah jembatan.

Karena saking populernya, di sana sekarang ada pedagang dengan ragam aksesoris buaya. Juga ada restoran yang memberi embel-embel 'cocodrilo' di papan namanya. Yang tak kalah menarik, di sana juga ada perahu Safari Buaya untuk pelancong yang ingin dekat lebih dengan buaya. Bahkan juga ada yang berani memberi makan buaya langsung lho.

Nah, kamu berani melewati momen di sini?

Ini Kata Peneliti Soal Pergerakan Sampah Plastik di Laut

Menjaga Bumi tak bisa lepas dari laut yang bebas dari sampah. Terombang-ambing di samudera, sebenarnya bagaimana sih perjalanan plastik di laut.

Hari Bumi menjadi saat yang tepat untuk kita melihat sejauh perjalanan manusia dalam menjaga alam. Bumi punya sampah hampir seluas Indoenesia di Samudera Pasifik, inilah tanggapan DR-Ing Widodo S Pranowo, Ketua Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Pusat Riset Kelautan KKP, Selasa (23/4/2019).

"Sebal, kecewa, sedih beraduk jadi satu. Problem global saat ini yang krusial dihadapi manusia di bumi adalah sampah plastik dan perubahan iklim-laut," ujar Widodo.

Widodo menambahkan bahwa sampah plastik di laut punya banyak macam dengan berbagai kualitas dan bahan. Sehingga ada yang cepat terdegradasi menjadi mikroplastik dan ada yang membutuhkan lebih lama. Bahkan ada yang bisa lebih dari 100 tahun untuk terdegradasi.

Rupanya sampah makroplastik yang terdegradasi menjadi mikroplastik memiliki dampak tersendiri. Ini akan membuat densitas massa air Samudera Pasifik menjadi lebih kental karena penuh dengan larutan mikroplastik.

Sementara itu, samudera dan lautan saling terhubung satu sama lain. Sehingga bisa saja massa air Samudera Pasifik yang mengandung banyak mikroplastik tersebut akan tertransportasi menuju samudera dan laut lainnya. Hal lain yang memungkinkan adalah mikroplastik yang berkeliling terbawa aliran arus ke seluruh samudera dan lautan di bumi.

"Aliran massa air global tersebut sering disebut sebagai The Conveyor Belt Global Current atau dikenal sebagai Atlantic Meridinal Overturning Current (AMOC). Sehingga bisa saja mikroplastik dari seluruh lautan dan samudera suatu saat bisa saling bertemu berkumpul satu sama lain," jelas Widodo.

AMOC adalah aliran arus laut dari area tropis yang lebih hangat ke utara. Sampah mikroplastik tersebut dimungkinkan terbawa aliran arus di kolom air permukaan. Kemudian bisa saja teralirkan ke lapisan kolom massa air yang lebih dalam, sesuai dengan lintasan the conveyor belt global current tersebut.

"Kesempatan mikroplastik terbawa masuk ke kolom air yang lebih dalam bisa saja terjadi. Misalnya, ada aliran massa air yang mengandung larutan mikroplastik dalam jumlah yang sangat masif mengalir di permukaan menuju Samudera Atlantik. Kemudian aliran tersebut terbawa ke arah utara mendekati kawasan perairan kutub utara. Karena massa air menjadi dingin maka secara natural densitasnya akan menjadi lebih berat. Densitas tersebut bertambah berat dengan penambahan mikroplastik terlarut tadi. Maka massa air tersebut akan tenggelam dan mengalir di kolom bawah permukaan, tentunya bersama mikroplastik di dalamnya," ungkap Widodo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar