Selasa, 14 Januari 2020

Fenomena Turis Gembel di Bali Diberitakan Media Dunia

Fenomena turis gembel di Bali mencuri perhatian dunia. Imigrasi Bali menegaskan akan mengirim turis seperti itu langsung ke kedutaannya.

Fenomena turis pura-pura gembel di Bali bermodus meminta belas kasihan karena kehabisan ongkos perjalanan. Beberapa kasusnya berujung pada kericuhan lalu akhirnya meresahkan masyarakat Bali. Serta, mengganggu kenyamanan turis lain.

Sebutan lain untuk fenomena turis gembel, yakni 'Begpackers', yang artinya mengemis (meminta belas kasih) untuk traveling. Bisa mengemis dalam arti kata sebenarnya, atau juga bisa seperti mengamen, menjual foto dan apapun untuk mendapatkan uang.

Imigrasi Bali tampaknya sudah gerah dengan turis gembel. Baru-baru ini, Kabid Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai, Setyo Budiwardoyo angkat suara.

"WNA yang nggak punya duit atau pura-pura gembel kita kirimkan orang itu ke kedutaannya atau minta perlindungan ke kedutaannya yang notabene harus melindungi warga negaranya yang di sini banyak," katanya.

"Di kita, cenderung kalau kita tampung harus memberi makan. Sebenarnya kalau anggaran kita, saya kurang sreg harus kasih makan ke orang yang bersandiwara. Kami cenderung lebih memberikan surat dan bertelepon ke kedutaannya bahwa ada warga negara Anda yang memberikan perlindungan Anda ini saya kirim ke kedutaan," sambung Setyo.

Artinya jika ada turis yang gembel dan masih mengemis atau melakukan hal lainnya seperti mengamen untuk dapat uang, maka akan dikembalikan ke kedutaan negaranya. Selanjutnya, tinggal diurus pihak kedutaan bukan lagi oleh Imigrasi Bali.

Dirangkum detikcom, Rabu (10/7/2019) beberapa media internasional memberitakan fenomena turis gembel di Bali. The Sun, media asal Inggris misalnya menulis artikel dengan judul 'Bali is so sick of 'Begpackers' that it will now report them to their embassy'.

Di beritanya dijelaskan, fenomena turis gembel atau Begpackers di Bali sudah berlangsung sejak lama. Bali notabenya adalah destinasi kelas dunia. Penerbangan ke sana tersedia banyak, fasilitas wisata seperti penginapan lengkap dari harga yang murah sampai yang mahal.

Apalagi, mata uang Rupiah pun masih murah jika dibandingkan dengan USD, Euro atau AUD (Australia Dollar). Sebenarnya jika pintar-pintar mengelola uang, seharusnya fenomena turis-turis gembel itu tidak terjadi.

Media lainnya dari Hong Kong, South China Morning Post menulis judul artikel 'Bali has had enough of begpackers: freeloading travellers to be sent packing'. Menariknya, South China Morning Post justru mempertanyakan apakah pihak kedutaan akan mengurus warga negara mereka yang jadi turis gembel?

Bagi turis yang kehilangan surat-surat berharga atau terkena masalah (seperti kriminalitas), memang dibantu oleh pihak kedutaan negara asal. Tapi kalau turis yang memilih gaya perjalanan Begpackers, bukankah mereka sendiri yang memilih jalan itu?

Daily Mail, juga menulis artikel dengan judul ' Bali cracks down on 'problematic' Australian backpackers who beg in the street asking locals to pay for their travels'. Faktanya, fenomena turis gembel tidak hanya terjadi di Bali.

Thailand juga pernah merasakan hal serupa. Kalau rencana pemerintah Thailand, mereka akan menambah persyaratan dokumen untuk masuk ke negaranya berupa sejumlah uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar