Senin, 20 Januari 2020

Ini Alasan Kenapa Servis & Jasa di Jepang Begitu Baik

Disiplin, ramah dan profesional, itulah gambaran dari orang Jepang. Terungkap, alasan yang membuat orang Jepang seperti itu. Bisa jadi pelajaran.

Traveler yang pernah liburan ke Negeri Sakura Jepang tentu dibuat kagum akan profesionalisme dan keramah-tamahan warganya. Mulai dari petugas bus, kereta hingga staff hotel, semua memberikan servis yang patut diacungi jempol.

Selain membuat tamu merasa aman dan dihargai, mereka yang bekerja di bidang jasa pun tak pernah meminta tips. Peribahasa tamu adalah Raja begitu dijunjung tinggi. Praktek itu pun dapat dilihat merata di seantero Jepang.

Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Rabu (19/6/2019), situs lokal Jepang Sora News 24 pun menggarisbawahi budaya saling menghargai dan rasa malu yang tertanam sejak dini.

"Kamu harus memperlakukan orang-orang yang membantu hidupmu dengan kesopanan dan keramahtamahan," bunyi salah satu konsep hidup orang Jepang.

Namun, ternyata ada beberapa nilai penting lain yang dianut orang Jepang. Di mana nilai itu juga mempengaruhi sikap dan profesionalisme mereka. Salah satunya adalah pendekatan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Baru-baru ini pihak American Express International melakukan survey terkait penilaian warga dunia terhadap servis yang mereka dapatkan dan tindakan sebagai akibatnya.

Mengambil sampel dari 1.000 orang di Kanada, Hong Kong, India hingga Jepang, semuanya ditanya apa tindakan mereka saat mendapat servis tak memuaskan di satu tempat.

Ternyata, warga Jepang adalah yang paling strict untuk urusan servis. Terungkap, sekitar 56% warga Jepang tak pernah kembali ke satu tempat yang memberi mereka servis buruk.

Mendapat angka lebih dari 50%, mayoritas masyarakat Jepang lebih memilih untuk mengalokasikan uangnya ke servis lain apabila mendapat servis tak memuaskan dari tempat sebelumnya. Bahasa simpelnya, tak ada kesempatan kedua atas servis buruk.

Survey itu pun sekaligus menjadi acuan, bahwa orang Jepang begitu strict. Mendapati hal itu, pelaku atau penyedia sektor jasa akan selalu memberikan yang terbaik apabila mereka tak ingin ditinggal pengguna jasa.

Di sisi lain, ekspektasi orang Jepang akan suatu hal seperti servis dan lainnya jadi begitu tinggi. Hal itu tentunya diketahui oleh traveler yang pernah berinteraksi atau bekerja langsung dengan orang Jepang.

Tiket Pesawat Dianggap Mahal, Tarif Batas Atas Masih Tetap Sejak 2014

Belakangan harga tiket pesawat dianggap naik terlalu jauh. Ternyata, harga atau tarif yang ditetapkan pemerintah tidak mengalami kenaikan sejak 2014.

Seperti yang diutarakan oleh Alvin Lie, Anggota Ombudsman RI dan Pakar Penerbangan bahwa tarif batas atas pun tidak naik jumlahnya sejak 5 tahun yang lalu. Namun, ada sejumlah hal yang mendasari mengapa harga tiket pesawat terus melambung.

"Tarif batas atas itu tidak naik sejak tahun 2014. Namun, komponen biaya operasi airline (maskapai), sewa pesawat, perawatan, avtur, pegawai, navigasi dan lain-lain termasuk promosi yang juga menjadi faktornya," ujarnya saat ditemui detikcom di Hotel Millenium, Kebon Sirih, Jakarta Rabu (19/6/2019).

Alvin menambahkan, hal ini juga berpengaruh dalam nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu juga sejumlah pegawai yang terlibat di dalamnya.

"Nilai tukar USD saja tahun 2014 berapa, sekarang berapa. Kemudian gaji pegawai, pilot, kru kabin naiknya berapa. Kan setiap tahun harus naik," paparnya.

Alvin menambahkan, margin maskapai setiap tahunnya semakin menipis. Hal ini dikarenakan harga tiket yang cenderung stabil dan terbagi ke sejumlah kelas-kelas.

"Profit margin airline (maskapai) dari tahun ke tahun semakin menipis. Karena sebelumnya harga tiket fleksibel, kadang dekat Tarif batas atas, kadang dekat tarif batas bawah. Yang menentukan kan subclass-subclassnya, permintaan naik ya harganya naik. Permintaan turun ya harganya turun" imbuhnya.

Kebijakan mengajak maskapai asing masuk ke Indonesia untuk membuka rute domestik pun menjadi pertanyaan. Hal ini pun berpengaruh dari sejumlah faktor seperti nilai investasi ataupun daya jual dari Indonesia itu sendiri.

"Pemain asing juga jadi pertanyaan, kan sejak tahun 2009 sudah boleh. Asal 51 persen milik Indonesia 49 persen asing. Dahulu kan pernah masuk Tiger Air, mencoba menyelamatkan Mandala. Tetapi hanya 2 tahun sudah nggak kuat," paparnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar