Senin, 20 Januari 2020

Tiket Pesawat Dianggap Mahal, Tarif Batas Atas Masih Tetap Sejak 2014

Belakangan harga tiket pesawat dianggap naik terlalu jauh. Ternyata, harga atau tarif yang ditetapkan pemerintah tidak mengalami kenaikan sejak 2014.

Seperti yang diutarakan oleh Alvin Lie, Anggota Ombudsman RI dan Pakar Penerbangan bahwa tarif batas atas pun tidak naik jumlahnya sejak 5 tahun yang lalu. Namun, ada sejumlah hal yang mendasari mengapa harga tiket pesawat terus melambung.

"Tarif batas atas itu tidak naik sejak tahun 2014. Namun, komponen biaya operasi airline (maskapai), sewa pesawat, perawatan, avtur, pegawai, navigasi dan lain-lain termasuk promosi yang juga menjadi faktornya," ujarnya saat ditemui detikcom di Hotel Millenium, Kebon Sirih, Jakarta Rabu (19/6/2019).

Alvin menambahkan, hal ini juga berpengaruh dalam nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Selain itu juga sejumlah pegawai yang terlibat di dalamnya.

"Nilai tukar USD saja tahun 2014 berapa, sekarang berapa. Kemudian gaji pegawai, pilot, kru kabin naiknya berapa. Kan setiap tahun harus naik," paparnya.

Alvin menambahkan, margin maskapai setiap tahunnya semakin menipis. Hal ini dikarenakan harga tiket yang cenderung stabil dan terbagi ke sejumlah kelas-kelas.

"Profit margin airline (maskapai) dari tahun ke tahun semakin menipis. Karena sebelumnya harga tiket fleksibel, kadang dekat Tarif batas atas, kadang dekat tarif batas bawah. Yang menentukan kan subclass-subclassnya, permintaan naik ya harganya naik. Permintaan turun ya harganya turun" imbuhnya.

Kebijakan mengajak maskapai asing masuk ke Indonesia untuk membuka rute domestik pun menjadi pertanyaan. Hal ini pun berpengaruh dari sejumlah faktor seperti nilai investasi ataupun daya jual dari Indonesia itu sendiri.

"Pemain asing juga jadi pertanyaan, kan sejak tahun 2009 sudah boleh. Asal 51 persen milik Indonesia 49 persen asing. Dahulu kan pernah masuk Tiger Air, mencoba menyelamatkan Mandala. Tetapi hanya 2 tahun sudah nggak kuat," paparnya.

Indonesia Sukses Pukau Pengunjung Asian Festival di Bulgaria

Mengusung tema Keajaiban dari Timur, Indonesia sukses memukau pengunjung Asian Festival 2019. Acara tahunan ini sudah digelar ketiga kalinya di Sofia, Bulgaria.

Berawal dari inisiatif KBRI Sofia di tahun 2017, Asian Festival sudah menjadi tradisi tahunan setiap musim panas di Bulgaria. Setiap tahun, acaranya menjadi semakin besar dan ramai.

Dari rilis pers KBRI Sofia yang diterima detikcom, Rabu (19/6/2019), Asian Festival 2019 ini diikuti oleh 16 negara yaitu China, India, Indonesia, Iran, Iraq, Japan, Palestine, Pakistan, Saudi Arabia, Kuwait, Korea Selatan, Philippines, Thailand, United Arab Emirates, Bangladesh, hingga Vietnam.

Untuk edisi ketiga ini Asian Festival dibuka langsung oleh Wakil Presiden Bulgaria. Diperkirakan sekitar 12.000 pengunjung memenuhi festival sepanjang hari.

Acara Asian Festival ini resmi dibuka dengan Barong Bali yang memimpin parade wakil negara-negara yang berpartisipasi. Wakil Presiden Bulgaria dalam sambutannya sangat mengapresiasi acara ini untuk meningkatkan people to people contact menembus batas-batas antar negara.

Sementara itu, Dubes RI Bulgaria, Sri Astari Rasjid, sebagai pemimpin kegiatan Asian Festival menyampaikan tujuan acara adalah memperkenalkan keanekaragaman budaya, menyatukan berbagai perbedaan dan membawa perdamaian.

Selain membawa Asia lebih dekat ke Bulgaria, diharapkan dengan semakin dekatnya hubungan Asia dan Bulgaria maka akan membuka juga peluang kerja sama yang lebih besar di bidang kebudayaan, pariwisata, dan perdagangan.

Berbagai negara Asia menampilkan berbagai kebudayaan dari tarian, seni bela diri, musik tradisional, sampai musik pop. Tidak lupa berbagai jenis kuliner, kerajinan, dan suvernir juga tersedia di booth negara masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar