Selasa, 07 Januari 2020

Tak Hanya Ruwat Rambut Gembel, DCF ke-10 Punya 23 Pertunjukan

Mulai besok, Dieng Culture Festival mulai digelar. Akan ada banyak pertunjukan di sana.

Tidak hanya ruwatan rambut gembel, Gelaran Dieng Festival (DCF) akan menyuguhkan 23 seni budaya. Gelaran DCF akan dihelat selama tiga hari mulai besok, Jumat (2/8/2019) sampai Minggu (4/8/2019).

"Ada 23 seni budaya yang ditampilkan saat DCF. Seperti Kebo Giro, Tari Lengganis, Lengger Karang Sari, Tari Gendek dan beberapa seni budaya lainnya," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara Dwi Suryanto, Kamis (1/8/2019).

Rangkaian DCF ke-10 ini dimulai pada Jumat (2/8) pukul 07.30 WIB dengan agenda opening dan aksi Dieng bersih. Siang harinya, kongkow budaya, serta Jazz Atas Awan pada pukul 19.30 WIB.

Di hari kedua, juga menampilkan beberapa seni budaya. Terasuk event yang baru digelar pada DCF ke-10 ini. Yakni Java Coffee Festival yang dijadwalkan pada Sabtu, (3/8) pukul 12.30 WIB di lapangan Pandawa kompel Candi Arjuna.

"Baru di hari terakhir kirab budaya disusul dengan jamasan rambut gembel dan ritual pencukuran rambut gembel. Tahun ini, kirab budaya dan ruwatan menjadi satu rangakian. Sebelumnya sempat dipisah hari pelaksanaanya," terangnya.

Untuk pelaksanaan berbagai pertunjukan seni budaya dilakukan di dua tempat. Yakni di lapangan Pandawa dan lapangan Soeharto-Whitlam. Harapannya wisatawan tidak hanya terpusat di satu titik.

"Jadi ada dua titik untuk pertunjukkan seni budaya. Jadi wisatawan bisa memilih mau menikmati yang di lapangan Pandawa atau di lapangan Soeharto-Whitlam," ujarnya

Koteka Rupanya Tak Sekadar Pembungkus Alat Kelamin Pria

Tahukah kalian jika koteka tak hanya untuk membungkus alat kelamin kebanyakan pria Papua. Jadi, penggunaannya akan berbeda di tiap sukunya.

Misal lain yakni koteka di Pegunungan Tengah akan berbeda bentuknya dengan daerah lainnya. Pun penggunaannya.

"Koteka masing-masing suku di Pegunungan Tengah dan Mee Pago (wilayah adat Mee Pago meliputi Kabupaten Dogiyai, Deiyai, Nabire, Intan Jaya, Paniai dan Mimika) bervariasi dan memiliki kekhasan tersendiri," kata Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, Kamis (1/8/2019).

"Bentuk dan ukuran koteka sebenarnya hanya berdasarkan fungsi dan kegunaannya saja," imbuh dia.

Fungsi koteka bagi Suku Dani hanya digunakan sebagai penutup kemaluan saja. Mereka pun hanya memiliki dua atau satu buah saja.

"Dalam budayanya koteka dimiliki oleh laki-laki pegunungan Papua hanya satu atau dua, koteka diganti ketika sudah pecah, kalau sudah pecah maka dibuat koteka baru," tegas Hari.

Fungsi koteka akan berbeda di suku ini. Mereka yang menggunakannya menunjukkan suatu keberanian dilihat dari cara memakainya dan ada paduan bahan lain.

"Koteka Suku Yali ternyata tak hanya sebagai pakaian, tetapi juga fungsi. Pakaian tradisional Suku Yali adalah perpaduan antara koteka dan lingkaran rotan yang dililitkan ke badan," tegas Hari.

"Lingkaran rotan di perut dan badan, juga menunjukkan tingkat keberanian seorang pria Suku Yali," tambah dia.

Rotan banyak tumbuh di luar daerah Yali. Ada kegunaan lain dari pakaian tradisional Suku Yali ini, yaitu untuk membuat api.

"Pria Suku Yali membuat api dengan sebuah tali rotan yang digesek-gesekan pada rumput kering atau dahan kering sebagai korek api," kata Hari.

Lebih lanjut, berkaitan dengan koteka di Papua, perlu penelitian yang mendalam serta pendokumentasian yang lengkap. Beragam metode pendokumentasian harus dilakukan sebelum pakaian ini benar-benar punah.

"Penggunaan koteka dalam festival budaya maupun pada hari besar nasional dapat menjadi cara untuk melestarikan koteka," jelas dia.

Terakhir, fungsi lain koteka oleh masyarakat Pegunungan Tengah Papua digunakan untuk menyimpan uang. Caranya, melapisi bagian kelamin dengan daun kemudian sisa ruang di dalam koteka dipakai untuk menyimpan uang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar