Rabu, 27 Mei 2020

Sedikit soal Perbedaan COVID-19 dan SARS

 Pandemi COVID-19 masih berlangsung. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Sars-CoV-2 ini pun kerap dikatakan hampir mirip dengan yang terjadi pada SARS di tahun 2002 karena menyerang sistem pernapasan dan sama-sama kasus pertamanya ditemukan di China.

Diketahui, virus penyebab COVID-19 dan SARS berasal dari keluarga virus yang sama, yaitu coronavirus dengan masa inkubasi 1-14 hari (rata-rata 4-5 hari).

SARS atau Severe Acute Respiratory Syndrome juga bertransmisi dari droplet ketika orang lain bersin atau batuk. Nah, lantas apa perbedaan keduanya? Mengutip Health Line, berikut ini perbedaannya.
1. Gejala
Sesungguhnya, gejala keduanya hampir sama. Namun, COVID-19 disertai dengan beberapa gejala penyerta seperti hidung berair, sakit tenggorokan, mual muntah, gemeteran, kehilangan kemampuan mengindra seperti mencium atau merasakan sesuatu.

2. Statistik menunjukkan...
SARS menurut data epidemi 2002-2003 memiliki kasus terkonfirmasi sebanyak 8.098, dengan angka kematian 774 orang, 26 negara berkasus, dengan tingkat kematian 9,6%. COVID-19 tanpa terduga melejit jauh dibandingkan dengan SARS.

Menyorot angka kejadian di seluruh dunia (update: 25 Mei 2020) sudah mencapai 5.421.679 kasus positif, 345.223 kematian, dan kesembuhan sebanyak 2.175.605.

3. Bakal lebih lama mana: SARS vs COVID-19?
Sudah tidak ada wabah SARS sejak 2004. Tidak lagi ditemukan laporan kasus SARS juga semenjak itu. Pencegahan yang dilakukan oleh SARS mirip-mirip dengan deteksi dini, isolasi, dan social distancing.

Tapi ada sedikit perbedaan dari COVID-19 yang membuatnya agak sedikit lebih sulit untuk ditangani. Beberapa faktornya antara lain:

- Laporan The Lancet, sekitar 80% orang dengan COVID-19 memiliki gejala ringan, bahkan banyak juga yang tidak menyadari mereka sedang sakit (orang tanpa gejala atau OTG)

- Orang dengan COVID-19 tampaknya menyebarkan virus lebih awal dalam prosesnya menginfeksi tubuh daripada orang dengan SARS. Ini membuatnya lebih sulit untuk mendeteksi siapa yang memiliki virus dan mengisolasi mereka sebelum mereka menyebarkannya kepada orang lain.

- COVID-19 menyebar dengan mudah di tengah masyarakat. Ini tidak terjadi dengan SARS, yang lebih umum menyebar di fasilitas kesehatan.

AiPods di Masa Depan Bakal Ada Sensor Cahaya Pantau Kesehatan?

Headphone dengan fitur pemantauan kesehatan bawaan bukan lah hal yang baru, dan seperti Apple ingin turut andil dalam aksi tersebut untuk perangkatnya.

Dilansir detikINET dari Ubergizmo menurut laporan DigiTimes baru-baru ini mereka mengklaim bahwa Apple berpotensi akan menggunakan sensor cahaya untuk perangkat AirPods di masa depan namun tidak dijelaskan alasannya untuk apa.

Namun menurut banyak spekulasi Apple melakukan hal tersebut terkait dengan kesehatan. Seperti yang ditunjukkan iMore, Apple memiliki paten yang ditemukan tahun lalu yang mengungkapkan bahwa Apple telah mengeksplorasi ide menggabungkan fitur pemantau kesehatan ke dalam Airpods.

Dan sekarang dengan laporan baru ini tampaknya dengan menggunakan sensor cahaya ini bisa menjadi cara Apple untuk melakukannya.

Mengingat bahwa AirPods memiliki fitur sensor yang dapat mendeteksi ketika headphone berada di telinga pengguna, Apple mungkin menggunakan sensor cahaya ini untuk fitur lainnya, seperti mengukur suhu pengguna atau mengukur detak jantung.

Apple saat ini menggunakan sensor optik untuk fitur pemantauan detak jantung di Apple Watch , jadi ada kemungkinan bawah Apple juga akan mengimplementasikan yang serupa di perangkat AirPods.

JIka Apple benar akan membenamkan sensor cahaya tersebut maka Appple harus berbenah dulu untuk baterai AirPodsnya. Karena Ada beberapa laporan pengguna yang mengklaim bahwa AirPod kehilangan muatannya dengan cepat setelah tahun pertama, jadi jika mereka ingin mengubahnya menjadi alat pemantauan kesehatan, itu pasti perlu diperbaiki.
http://kamumovie28.com/brilliantlove-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar