Sabtu, 23 Mei 2020

Vaksin Corona Belum Tersedia, Ilmuwan AS Minta Jangan Terlalu Diharapkan

Saat ini, kehadiran vaksin sangat dinantikan oleh masyarakat di dunia untuk mengatasi pandemi virus Corona COVID-19 yang tak kunjung usai. Berbagai penelitian mulai berdatangan dan berlomba untuk mencari siapa yang paling cepat dan ampuh untuk meredakan pandemi ini.
Namun, ilmuwan ternama asal Amerika Serikat malah meminta orang-orang di dunia untuk tidak terlalu berharap dan bergantung pada vaksin. Ilmuwan sekaligus peneliti di bidang kanker, HIV-AIDS, dan genom manusia, William Haseltine, mengatakan cara terbaik untuk mengendalikan Corona dengan pelacakan infeksi dan isolasi yang ketat.

"Tidak hanya karena kita tidak memilikinya (vaksin) sekarang. Mungkin kita akan memilikinya nanti, tapi belum tahu kapan pastinya," kata Haseltine yang dikutip dari Reuters, Jumat (22/5/2020).

Haseltine pun meminta orang-orang agar tidak mudah percaya dengan banyak pihak yang mengklaim bisa menyediakan vaksin dalam waktu dekat. Tak hanya itu, dia pun ragu apakah vaksin itu nantinya akan efektif melindungi manusia dari virus.

Ia menjelaskan, setiap vaksin Corona yang sebelumnya pernah dibuat, seperti vaksin SARS dan MERS tidak begitu efektif dalam melindungi manusia. Itu karena kedua vaksin tersebut gagal untuk melindungi selaput lendir di hidung yang menjadi pintu masuk virus ke tubuh.

Tetapi, Haseltine tetap yakin bahwa virus Corona bisa dikendalikan manusia, meskipun tanpa adanya vaksin atau obat.

"Kamu bisa mengontrolnya tanpa vaksin atau obat. Caranya dengan tiga prinsip dasar, yaitu identifikasi mereka yang terinfeksi, identifikasi mereka yang terpapar, dan isolasi secara paksa semua orang yang terpapar," jelasnya.

Sebagai contoh, Haseltine menyebut China, Korea Selatan, dan Taiwan berhasil melewati pandemi dengan strategi tersebut. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa tes vaksin COVID-19 pada hewan memang mengurangi jumlah virus dalam organ, tetapi tidak menghentikan penularannya.

Peneliti Klaim Gejala Corona Bisa Bertahan Hingga Berbulan-bulan

Penelitian terbaru dari King's College London mengklaim bahwa satu dari 10 pasien bisa mengalami gejala virus Corona COVID-19 selama satu bulan atau lebih. Efek jangka panjang ini memicu kekhawatiran petugas medis.
King's College London mengklaim 1 dari 10 pasien itu masih mengalami gejala Corona tiga minggu setelah terinfeksi. Padahal, umumnya waktu pemulihan kasus COVID-19 yang ringan hanya perlu waktu sekitar dua minggu. Bahkan data terbaru menyebutkan efek jangka panjang ini masih diremehkan pemerintah.

"Pemerintah memberitahu masyarakat kalau ini (COVID-19) seperti flu dan hanya memeriksa beberapa gejala, tapi ini sama sekali tidak seperti flu," kata Profesor Tim Spector dari King's College yang dikutip dari Daily Star, Jumat (22/5/2020).

"Bahkan banyak orang yang mengatakan gejala penyakit ini masih dirasakannya selama lebih dari tiga bulan," lanjutnya.

Prof Spector menggambarkan virus Corona sebagai salah satu penyakit yang paling aneh yang pernah ia temui. Ia pun semakin khawatir karena efek jangka panjang dari gejala penyakit ini bisa berlangsung lama dan luput dari perhatian pemerintah.

"Biasanya jika Anda sakit karena virus, dalam beberapa hari akan membaik. Tapi, penyakit ini berbeda, itu bisa kembali menyerang tubuh Anda bahkan dengan gejala yang berbeda dari sebelumnya setelah terinfeksi," ujar Paul Garner, seorang profesor penyakit menular di Liverpool School of Tropical Medicine.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar