Rabu, 13 Mei 2020

Perokok Pasif Juga Rentan Terinfeksi Corona, Ini Alasannya

Perokok merupakan salah satu kelompok yang rentan terinfeksi virus Corona COVID-19. Hal ini dikarenakan rokok dapat menjadi 'jalan masuk' bagi ACE2, reseptor virus Corona, ke dalam tubuh dan bereplikasi.
Namun yang berisiko tak hanya perokok aktif, reseptor ACE2 juga ditemukan pada perokok pasif sehingga mereka memiliki kerentanan yang sama. Ketua Umum Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr Agus Dwi Susanto SpP(K), FISR, FAPSR, mengatakan perokok pasif juga memiliki risiko terinfeksi virus Corona karena dapat menurunkan imunitas seseorang akibat paparan asap rokok yang dihirupnya.

"Pada perokok pasif risiko terjadinya penurunan fungsi imunitas saluran nafas paru juga bisa terjadi seperti halnya pada perokok aktif," kata dr Agus di diskusi online, Selasa (12/5/2020).

"Tentunya dengan penurunan fungsi imunitas tersebut bisa meningkatkan risiko terjadinya infeksi bakteri maupun virus," tambahnya.

Terdapat beberapa cara pencegahan bahaya rokok terhadap perokok pasif. Salah satu yang terpenting adalah menghindari orang yang sedang merokok, selain itu juga menggunakan masker. Perlu juga ditekankan untuk terus menyerukan gerakan berhenti merokok di tengah masyarakat agar menurunkan risiko penularan infeksi virus Corona.

"Tapi yang paling ideal adalah kampanye untuk berhenti merokok itu harus digalakkan," tutupnya.

WHO Sebut Uji Coba Pengobatan Corona Tunjukkan Hasil yang Positif

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (12/5/2020) mengatakan beberapa perawatan dan pengobatan tampaknya mampu mengurangi keparahan virus Corona. WHO kini fokus pada empat sampai lima jenis pengobatan dengan hasil yang paling menjanjikan.
Lembaga yang berbasis di Jenewa ini telah memimpin inisiasi global untuk mengembangkan vaksin, tes, dan obat yang aman dan efektif untuk mencegah, mendiagnosis, dan mengobati COVID-19, penyakit yang telah menginfeksi lebih dari 4 juta orang di seluruh dunia.

"Kami punya beberapa perawatan yang tampaknya dalam studi awal mampu mengurangi keparahan dan lamanya penyakit, namun kami tidak memiliki apa pun yang dapat membunuh atau menghentikan virus," kata juru bicara WHO, Margaret Harris, yang juga tergabung dalam tim SOLIDARITY, dikutip dari Reuters.

Namun ia masih belum menyebutkan secara pasti jenis perawatan yang memberikan hasil positif tersebut Menurutnya perlu memastikan lebih banyak data agar lebih yakin bahwa perawatan yang diujikan mampu digunakan untuk seluruh pasien virus Corona.

Beberapa waktu lalu, Gilead Science Inc mengatakan remdesivir, obat antivirus yang mereka kembangkan, telah membantu meningkatkan hasil untuk pasien COVID-19. Data klinis yang dirilis bulan lalu tentang remdesivir meningkatkan harapan bahwa obat bisa menjadi pengobatan yang efektif.

Beberapa penelitian yang mengamati kombinasi obat antivirus juga menyarankan mereka dapat membantu pasien melawan virus. Hasil uji coba di Hong Kong yang dirilis bulan ini menunjukkan kombinasi tiga obat antivirus membantu meringankan gejala pada pasien dengan infeksi COVID-19 ringan hingga sedang dan dengan cepat mengurangi jumlah virus dalam tubuh mereka.

Di sisi lain, obat malaria yang diperjuangkan oleh Presiden AS Donald Trump yakni hydrocloroquin, gagal menunjukkan manfaat bagi pasien virus Corona berdasarkan studi yang dikeluarkan bulan ini. Laporan dokter juga menunjukkan penggunaan obat tersebut meningkatkan risiko keparahan pada beberapa pasien.

Pejabat WHO juga mengatakan bahwa SARS-CoV-2 merupakan virus yang unik dan rumit sehingga agak sulit untuk memproduksi vaksin untuk melawan virus Corona. Saat ino lebih dari 100 jenis vaksin sedang dikembangkan dan beberapa telah masuk dalam uji klinis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar