Sabtu, 20 Februari 2021

FDA: Pulse Oximeter Bukan Alat Pendeteksi Virus Corona

 - Pulse oximeter, alat mengukur kadar oksigen dalam darah, tidak boleh digunakan untuk mendiagnosis atau mendeteksi COVID-19. Hal ini disampaikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) pada Jumat (19/2/2021).

Pada bulan Januari, Organisasi Kesehatan Dunia memasukkan penggunaan oximeter untuk mengidentifikasi pasien yang mungkin memerlukan rawat inap dalam saran klinisnya untuk mengobati COVID-19.


Tetapi FDA mengatakan perangkat ini tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis COVID-19, dan disarankan untuk tidak mengandalkannya untuk menilai kondisi kesehatan.


Dikutip dari laman Reuters, Badan kesehatan AS mengatakan perangkat itu mungkin berguna untuk memperkirakan kadar oksigen dalam darah, tetapi beberapa faktor dapat memengaruhi keakuratan pembacaan oximeter, seperti sirkulasi yang buruk, pigmentasi kulit, ketebalan kulit, suhu kulit, penggunaan dan penggunaan tembakau sampai penggunaan cat kuku.


Peringatan ini muncul hampir dua bulan setelah sebuah penelitian yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menunjukkan bahwa oximeter tiga kali lebih mungkin memberikan pembacaan yang salah di antara pasien Afrika-Amerika.


Selama pandemi, oximeter tersebut juga telah menjadi barang yang banyak terjual secara online, digunakan oleh orang untuk memantau kadar oksigen mereka sendiri di rumah.


FDA mengingatkan oximeter tak bisa dianggap sebagai tes screening untuk COVID-19. Alih-alih menjadikan oximeter sebagai alat deteksi infeksi virus corona, para ahli tetap menyarankan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan yang tepat.

https://kamumovie28.com/movies/virgin/


Waspadai 7 Gejala yang Menandakan Infeksi COVID-19


Secara umum ada tiga gejala khas COVID-19 yaitu batuk, demam, dan kehilangan indera penciuman dan perasa atau anosmia. Jika mengalami gejala di atas, seseorang disarankan segera melakukan tes COVID-19.

Namun peneliti ingin menambahkan kondisi seperti kelelahan, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan diare sebagai gejala tambahan yang memerlukan tes COVID-19.


Penemuan yang dipublikasikan di Journal of Infection ini didasarkan pada data dari 122.000 orang dewasa di Inggris menggunakan aplikasi Zoe Covid Symptom Study.


Profesor Tim Spector, ilmuwan utama di aplikasi Zoe dan profesor epidemiologi genetik di King's College London (KCL), mengatakan telah mengetahui sejak awal bahwa hanya memfokuskan pengujian pada gejala klasik batuk, demam dan anosmia (hilangnya bau) adalah gejala sebagian besar kasus positif.


Hanya saja saat ini banyak gejala baru yang harus diwaspadai terutama dengan adanya mutasi COVID-19 yang berkembang di beberapa negara.


"Ini sangat penting dengan varian baru yang dapat menyebabkan gejala berbeda. Bagi kami, pesan untuk publik sudah jelas: jika Anda merasa tidak enak badan, itu bisa menjadi Covid dan Anda harus menjalani tes," katanya dikutip dari BBC.


Para peneliti mengatakan bahwa memperpanjang daftar gejala seperti kelelahan, sakit kepala, sakit tenggorokan dan diare dalam tiga hari pertama keluhan akan mendeteksi 96 persen kasus Corona.


Sebuah studi oleh Kantor Statistik Nasional menemukan batuk, kelelahan, sakit tenggorokan, dan nyeri otot mungkin lebih umum terjadi pada orang yang dites positif mengidap virus Corona varian Inggris.

https://kamumovie28.com/movies/never-back-down-no-surrender/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar