Kamis, 18 Februari 2021

Vaksin Nusantara dr Terawan Pakai Sel Dendritik, Diklaim Pertama di Dunia

 Vaksin Nusantara, salah satu vaksin COVID-19 yang dikembangkan anak bangsa, sedang menjalani uji klinis fase II. Vaksin yang diprakarsai dr Terawan Agus Putranto ini akan bersifat personalized dan menggunakan sel dendritik. Pada COVID-19, diklaim sebagai yang pertama di dunia.

Salah satu peneliti Vaksin Nusantara, Dr. Yetty Movieta Nency SPAK menjelaskan, dendritik autolog merupakan komponen yang berasal dari sel darah putih.


"Komponennya sel dendritik dari sel darah putih. Semua punya, prosedurnya dari subyek ambil darahnya, ambil sel darah putihnya dan sel dendritiknya," kata Yetty ditemui di RSUP dr Kariadi Semarang, Rabu (17/2/2021).


Di luar negeri, sel dendritik bukan hal baru karena juga digunakan untuk pengobatan berbagai penyakit salah satunya melanoma (jenis kanker kulit). Di Indonesia baru pertama kali ini mulai pengembangan vaksin menggunakan sel dendritik.


"Sel dendritik sudah lama dipakai. Di luar negeri untuk vaksin penyakit lain, bukan hal baru. Tapi karena ada COVID ini kita adopt. Di luar negeri untuk penyakit melanoma dan imun lainnya. Dengan melanoma hasil bagus. Di Indonesia ini baru pertama kali," jelas Yetty.


"Untuk vaksin COVID dengan sel dendritik ini pertama kali di dunia," imbuhnya.


Cara kerja vaksin tersebut yaitu sel dendritik autolog dipaparkan dengan antigen protein S dari SARS-CoV-2. Sel dendritik yang telah mengenal antigen akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali. Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap SARS-CoV-2.


"Di laboratorium sel dendritik dikenalkan dengan rekombinan dari virus SARS-cov-2. Sel dendritik jadi pintar mengetahui dan antisipasi virus dan disuntikkan kembali. Kelebihannya tidak ada komponen virus ke tubuh manusia," katanya.


Sel dendritik diambil dari masing-masing orang yang akan divaksin sehingga bersifat personalized. Hal itulah yang juga menjadi kelebihan karena bisa digunakan untuk orang-orang yang tidak bisa masuk kriteria vaksinasi dari vaksin lain.


"Kelebihannya alternatif untuk orang-orang yang tidak masuk pada vaksin yang sudah beredar. Misal penyakit berat, mengalami kanker dan lainnya, dengan vaksin dendiritik dimungkinkan bisa," tegasnya.


Dengan sistem personalized itu, menurut Yetty, Vaksin Nusantara akan menghemat berbagai hal mulai dari produksi massal yang berpotensi adanya stok sisa dan terbuang. Biaya pengiriman dan penyimpanan pun bisa ditekan.


"Vaksin lain memproduksi jumlah stok yang sangat besar, sehingga sisa stok akan terbuang saat terjadi mutasi. Memungkinkan untuk meng-update antigen secara real time, sehingga tidak ada stok yang terbuang," ujarnya.

https://maymovie98.com/movies/after-school-horror/


Namun ia menjelaskan Vaksin Nusantara tetap bisa diproduksi langsung banyak atau massal dari sel dendritik yang sudah diambil. Karena pembuatannya tidak rumit dengan kita yang bisa dikirim di fasilitas kesehatan. Dari pengambilan sample dendritik hingga virus jadi, butuh massa inkubasi satu minggu.


"Butuh seminggu, rencananya pengelolaannya tidak rumit di banyak tempat bisa lakukan ini. Bisa (massal)," katanya.


Untuk diketahui pengembangan Vaksin Nusantara dilakukan oleh tim. Universitas Diponegoro (Undip), dan RSUP dr. Kariadi Semarang. Selain itu ada kerjasama AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat dalam penyediaan reagen. Fase I sudah rampung akhir Januari 2021 dan saat ini berlanjut fase II.


"Ini buatan kita sendiri, 90 persen pengelola kita. Memang Antigennya masih kerjasama dari AIVITA," tandasnya.


Dinilai rumit untuk vaksinasi massal

Dihubungi terpisah, pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo menyebut teknologi sel dendritik sebenarnya bukan hal yang baru dan pernah dipakai antara lain untuk terapi kanker. Kelemahannya, teknologi ini kurang cocok untuk vaksinasi massal.


"Kalau vaksin biasa kan kita tinggal kumpulkan botol-botol vaksinnya itu pakai truk gitu kan, terus disebar, nanti petugas nakes tinggal oplos, abis gitu kan disuntikkan," kata Ahmad.


"Kalau ini kan nggak, ke rumah sakit, harus nunggu dulu, jadi nanti pasien harus nunggu dulu sampai nanti selnya muncul, banyak prosesnya, (sampai) baru dikasih," lanjutnya.


Dengan alasan itu pula, menurutnya, vaksin COVID-19 lainnya tidak dikembangkan dengan sel dendritik.

https://maymovie98.com/movies/after-school-horror-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar