Akses internet dilaporkan terganggu di ibu kota Naypyitaw, Myanmar, menyusul kudeta militer dan ditahannya pemimpin negara itu, Aung San Suu Kyi. Menilik sejarahnya, internet di Myanmar memang sering dilanda masalah bahkan ada lembaga yang menyebut negara ini sebagai musuh pengguna internet.
Pengguna internet di negara itu memang mengalami pembatasan yang signifikan walau jumlah user terus meningkat. Pada tahun 2020, ada sekitar 22 juta pengguna internet di sana dari sekitar 54 juta penduduk atau penetrasinya di kisaran 50%.
Internet mulai tersedia pertama kali di Myanmar pada tahun 2000. Tahun 2015, pengguna internet di sana naik sampai 12,6% karena penerapan 3G oleh para operator, Telenor Myanmar and Ooredoo Myanmar, diikuti kemudian oleh Myanmar Post and Telecommunications (MPT).
Namun demikian, pembatasan oleh pemerintah dan infrastruktur yang sengaja dibatasi membuat pertumbuhan netizen tidak maksimal, khususnya pada masa kekuasaan junta militer. Tahun 2012, Reporters Without Borders menyebut Myanmar sebagai musuh internet.
Laporan oleh Freedom House di tahun 2011 mengklasifikasikan status internet Myanmar sebagai tidak bebas, untuk kemudian menjadi sebagian bebas pada tahun 2014. Myanmar memanfaatkan jaringan domestik khusus yang terpisah untuk membatasi informasi.
Kadang internet dimatikan atau kecepatannya dibatasi. Misalnya pada tahun 2007 ketika ada demonstrasi, pemerintah memutus total jaringan internet dari 29 September sampai 4 Oktober. Saat pemilu atau peristiwa politik sensitif, mengirim gambar atau video juga dihambat.
Kemudian akses pada layanan tertentu seperti YouTube atau Facebook kadang diblokir secara sporadis. Masa kekuasaan Aung San Suu Kyi pun tak berpengaruh sangat besar pada perkembangan internet Myanmar, khususnya dalam hal kebebasan berbicara.
Tahun 2013, peraturan telekomunikasi baru diberlakukan yang dianggap sebagai pembatasan pada kebebasan berbicara. Sekitar 38 orang ditahan melalui aturan tersebut, yang dianggap sebagai cara untuk membungkam pengkritik pemerintah.
Anda memang punya hak untuk mengekspresikan opini di internet, tapi setelahnya Anda bisa saja digugat," kata Aung Khant of Athan, seorang aktivis di Myanmar yang dikutip detikINET dari Deutsche Welle, Senin (1/2/2021).
Meskipun banyak pembatasan dan lambat koneksinya, World Bank mencatat penetrasi internet naik cukup baik di Myanmar. Kini setelah Aung San Suu Kyi ditangkap dan internet diblokir, netizen Myanmar mungkin kembali dilanda ketidakpastian.
https://kamumovie28.com/movies/ju-on-the-final-curse/
Ramalan Masa Depan WhatsApp, Tumbang atau Bertahan?
Kontroversi aturan privasi baru WhatsApp membuat jutaan pengguna mencoba layanan rival, terutama Signal dan Telegram. Akankah fenomena ini berlanjut dan WhatsApp akhirnya tersalip atau tumbang?
Prediksi dari pakar meramalkan takkan ada yang berubah atau hanya sedikit saja. WhatsApp yang saat ini memiliki 2 miliar pengguna aktif disebut sangat sulit tergoyahkan.
Memang WhatsApp terkesan panik sampai menunda aturan privasi baru dan gencar menyuarakan bahwa privasi pengguna tak terganggu, tapi diprediksi pengguna WhatsApp tetap melimpah.
"Seberapa besar dampaknya bagi Facebook? Sangat kecil. Orang-orang menghabiskan waktu di WhatsApp sama banyaknya dibandingkan sebelum aturan baru itu diumumkan," menurut perusahaan analitik Apptopia yang dilansir Bloomberg dan dikutip detikINET, Senin (1/2/2021).
Hal semacam ini juga sudah pernah terjadi sebelumnya. Facebook dan anak perusahaannya, baik WhatsApp, Instagram ataupun Messenger terkadang mengumumkan aturan baru. Para user kemudian marah, tapi hanya sesaat dan kembali menggunakan layanan mereka.
Memang adopsi Signal dan Telegram meroket, bahkan menggulingkan posisi WhatsApp di beberapa negara soal jumlah download baru. Namun tidak berarti di saat yang sama, mereka juga menghapus WhatsApp.
"Bahkan meski makin banyak orang mengunduh layanan rival, hanya ada sedikit bukti bahwa mereka menjadi lebih sedikit menggunakan WhatsApp sebagai konsekuensinya. Basis usernya sedemikian besar sehingga orang harus tetap berada di platform itu jika ingin tetap berkomunikasi dengan kontak spesifik," sebut Bloomberg lagi.
Dahulu pun ketika ramai skandal kebocoran data Cambridge Analytica, seruan untuk menghapus Facebook menggema di mana-mana tapi sampai sekarang statusnya masih tetap jejaring sosial terbesar di dunia. WhatsApp diramalkan punya nasib baik yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar