Selasa, 23 Juni 2020

Permintaan Meningkat, WHO Tegaskan Dexamethasone Bukan Pencegah Corona

 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melihat adanya peningkatan permintaan dexamethasone di pasar. Hal ini menyusul berita studi awal menemukan bukti dexamethasone bisa mengurangi tingkat kematian pada pasien Corona COVID-19 dengan gejala parah atau kritis.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengingatkan bahwa dexamethasone bukan obat pencegah Corona. Selain itu tidak ada bukti bahwa dexamethasone bisa bermanfaat bila dikonsumsi oleh pasien dengan gejala ringan hingga sedang.

"WHO menekankan dexamethasone hanya diberikan dalam pengawasan ketat pada pasien COVID-19 dengan gejala parah atau kritis. Tidak ada bukti bahwa obat ini efektif bila diberikan pada pasien dengan gejala ringan atau sebagai upaya pencegahan, karena malah bisa menimbulkan efek samping berbahaya," ujar Tedros seperti dikutip dari halaman resmi WHO, Selasa (23/6/2020).

Meski permintaan meningkat, suplai dexamethasone seharusnya tidak menjadi masalah besar karena ini termasuk ke jenis obat murah yang sudah lama diproduksi massal. Hanya saja Tedros mengingatkan agar kualitas produksi tetap dijaga dan waspada terhadap oknum yang membuat produk palsu.

"Beruntung ini adalah obat murah dan di dunia ada banyak produsen dexamethasone, yang kami yakin dapat meningkatkan produksi," kata Tedros.

Pilih-pilih Tempat Berdiri di KRL demi Menghindari Corona

KRL jadi moda transportasi pilihan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah Jabodetabek. Namun karena padatnya orang yang bisa berkumpul dalam satu tempat di satu waktu, KRL juga bisa jadi ancaman terhadap penularan virus Corona.
Sebagai langkah antisipasi, penumpang KRL dibatasi dan petugas menerapkan jaga jarak. Tapi mengaplikasikannya tentu tak mudah. Antrean mengular sering dikeluhkan penumpang yang akhirnya protokol jaga jarak tidak terlaksana.

"Kalo aku pribadi, agak susah ya jaga jarak kalo di kereta. Bingung juga karena cuma dibatasin penumpang tapi nggak di ajarin di kereta harus gimana biar bisa jaga jarak," tutur salah satu pengguna KRL, Ica (24), yang sehari-hari berangkat dari Bekasi menuju Jakarta, kepada detikcom, Senin (22/6/2020).

Bukan tak mau menerapkan physical distancing, hanya saja memang di KRL agak susah untuk jaga jarak. Penumpang lain yang berangkat dari stasiun Rawa Buntu ke Gondangdia, Ardi (27), mengatakan meski ada aturan per gerbong dibatasi 80 orang saja, tak pernah ada petugas yang menghitung jumlah penumpang di gerbong KRL.

Untuk itu ia punya cara tersendiri untuk melindungi diri agar tidak berpapasan dan bersentuhan dengan banyak orang.

"Pertama, pilih tempat sudut sudutan. Maksudnya, jangan di tengah atau di depan orang. Much better berdiri di sisi pintu. Terus, usahakan menghadap kaca, jangan mau ngadep orang soalnya serem," jelas Ardi.

Jika terpaksa berhadap-hadapan dengan orang lain, selalu tundukkan kepala dan pastikan tangan di depan dada. Jangan menyentuh benda apapun di dalam gerbong.

"Untungnya aku udah terbiasa naik KRL jadi bisa tuh yang namanya berdiri sepanjang perjalanan tanpa pegang-pegang," tutur Ardi.

Hampir sama, Galih (23), pengguna KRL yang sehari-harinya berangkat dari Stasiun Bogor menuju Cawang mengatakan jaga jarak versinya adalah tidak berhadap-hadapan dengan orang lain saat di gerbong KRL.

"Berdiri sesuai tanda yang dibuat di stasiun atau KRL, selalu pastiin orang disebelah kita nggak terlalu dekat jaraknya sama kita, kalau udah mulai rame banget mending cari tempat menunggu yang agak jauh tapi sedikit orangnya," jelas Galih.
https://cinemamovie28.com/director/bounty-umbara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar